Terjemahan

Sabtu, 10 Oktober 2020

PENGERTIAN DAN DEFINISI INFEKSI

Infeksi (jangkitan) adalah serangan dan perbanyakan diri yang dilakukan oleh patogen pada tubuh makhluk hidup. Patogen penyebab infeksi di antaranya mikroorganisme seperti virus, prion, bakteri, dan fungi/jamur. Sementara itu, parasit seperti cacing dan organisme uniseluler juga dapat menyebabkan infeksi, meskipun terkadang istilah infeksi dan infestasi dipakai bergantian untuk menyebut serangan agen parasitik. Serangan patogen-patogen tersebut, maupun racun yang mereka hasilkan, dapat menimbulkan penyakit pada organisme inang. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dihasilkan oleh infeksi.

Individu terinfeksi dapat melawan infeksi menggunakan sistem imun mereka. Mamalia yang terinfeksi bereaksi dengan sistem imun bawaan, yang sering kali melibatkan peradangan, dan kemudian diikuti oleh sistem imun adaptif.

Obat-obatan khusus yang digunakan untuk mengobati infeksi termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, antiprotozoa, dan antelmintik. Penyakit infeksi mengakibatkan 9,2 juta kematian pada tahun 2013 (sekitar 17% dari semua kematian). Cabang kedokteran yang berfokus pada infeksi juga disebut penyakit infeksi.

A. PENYEBAB
Infeksi disebabkan berbagai entitas biologi yang dikenal dengan sebutan "agen infeksi". Kata sifat "patogenik" disematkan kepada entitas biologi yang mampu menimbulkan penyakit, misalnya bakteri patogenik dan cacing patogenik. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak semua bakteri dan cacing bersifat patogenik; banyak di antara mereka yang mampu hidup dan berkembang biak tanpa menyerang dan menimbulkan penyakit pada organisme lain. Entitas biologi yang mengakibatkan penyakit disebut sebagai patogen, dan sering disinonimkan dengan agen infeksi.

Penyakit infeksi disebabkan organisme infeksius, seperti bakteri, virus, fungi, prion, dan parasit. Dalam penggunaan medis, agen infeksi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : 
  • Mikroorganisme patogenik (bakteri, virus, prion, fungi) dan 
  • Parasit (seperti cacing, protozoa, dan artropoda).
Meskipun secara konseptual serupa dengan infeksi, tetapi serangan parasit pada tubuh manusia atau hewan biasanya disebut infestasi alih-alih infeksi. Umumnya, istilah infestasi digunakan menyebut serangan ektoparasit (parasit yang hidup di luar tubuh inangnya), misalnya kutu, tungau, caplak, dan pinjal, yang menginvasi bagian luar tubuh inangnya dalam jumlah besar.

B. KLASIFIKASI
B.1. Infeksi Klinis, Infeksi Subklinis, Infeksi Laten
Kata infeksi dapat menunjukkan adanya patogen tertentu (tidak peduli seberapa sedikit), tetapi juga sering digunakan untuk menyatakan infeksi yang tampak secara klinis (dengan kata lain, kasus penyakit infeksi). Penggunaan ini kadang-kadang menciptakan beberapa ambiguitas atau mendorong diskusi penggunaan kata infeksi; untuk menyiasatinya, para tenaga kesehatan biasanya menyebut kolonisasi (bukan infeksi) ketika mereka menyatakan keberadaan patogen, tanpa adanya infeksi yang tampak secara klinis (tidak ada penyakit).
  • Infeksi klinis, yaitu : infeksi yang menimbulkan gejala dan tanda yang terlihat jelas.
  • Infeksi subklinis (infeksi diam), yaitu : infeksi yang aktif tetapi tidak menghasilkan gejala yang nyata.  
  • Infeksi laten, yaitu :  Infeksi yang tidak aktif atau dorman. Misalnya, infeksi bakteri laten adalah tuberkulosis laten. Beberapa infeksi virus juga bisa bersifat laten, contoh virus laten berasal dari keluarga Herpesviridae
Beberapa istilah berbeda digunakan untuk menggambarkan infeksi. 
  • Pertama, infeksi akut, yaitu infeksi dengan gejala yang berkembang dengan cepat; jalannya penyakit bisa cepat atau berlarut-larut.
  • Kedua, infeksi subakut adalah infeksi dengan gejala yang memakan waktu lebih lama dibandingkan infeksi akut tetapi timbul lebih cepat dibandingkan infeksi kronis.
  • Ketiga,  infeksi kronis, ketika gejala penyakit berkembang secara bertahap, selama beberapa minggu atau bulan, dan lambat untuk disembuhkan. 
  • Infeksi laten adalah jenis infeksi yang dapat terjadi setelah fase akut; organisme patogennya ada tetapi gejalanya tidak; setelah beberapa waktu penyakit ini dapat muncul kembali. 
  • Infeksi fokal didefinisikan sebagai tempat infeksi awal suatu patogen sebelum mereka menyebar melalui aliran darah ke area lain tubuh.
B.2. Primer VS Oportunistik
Di antara berbagai mikroorganisme, hanya relatif sedikit yang mengakibatkan penyakit pada orang yang sehat. Penyakit infeksi dihasilkan dari interaksi antara sejumlah patogen dan sistem pertahanan inang yang mereka infeksi. Tampilan dan tingkat keparahan penyakit yang dihasilkan patogen tergantung pada kemampuan patogen tersebut untuk merusak inang dan juga kemampuan inang untuk melawan patogen. Akan tetapi, sistem kekebalan inang juga dapat mengakibatkan kerusakan pada inang itu sendiri dalam upaya untuk mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, dokter mengklasifikasikan mikroorganisme atau mikrob infeksius berdasarkan status pertahanan inang, baik sebagai patogen primer atau sebagai patogen oportunistik.
B.2.1.  Patogen primer
Patogen primer menyebabkan penyakit sebagai akibat dari keberadaan atau aktivitas mereka di dalam inang yang normal dan sehat, dan virulensi intrinsiknya (keparahan penyakit yang disebabkannya), sebagian, merupakan konsekuensi dari kebutuhan patogen untuk bereproduksi dan menyebar. Banyak patogen primer manusia yang paling umum hanya menginfeksi manusia, tetapi, banyak penyakit serius diakibatkan oleh organisme yang berasal dari lingkungan atau yang menginfeksi inang nonmanusia.
B.2.2. Patogen oportunistik
Patogen oportunistik dapat mengakibatkan penyakit infeksi pada inang dengan sistem pertahanan yang tertekan (defisiensi imun) atau jika mereka memiliki akses yang tidak biasa ke bagian dalam tubuh (misalnya melalui trauma). Infeksi oportunistik dapat diakibatkan oleh mikrob yang biasanya bersentuhan dengan inang, seperti bakteri atau fungi patogenik di usus atau saluran pernapasan bagian atas, dan mereka juga dapat berasal dari inang lain (seperti pada kolitis akibat Clostridium sulitile) atau dari lingkungan sebagai akibat dari cedera (misalnya infeksi luka pembedahan atau patah tulang). Penyakit oportunistik membutuhkan kerusakan pertahanan inang, yang dapat terjadi sebagai akibat dari cacat genetik (seperti penyakit granuloma kronik), paparan obat antimikrob atau bahan kimia imunosupresif (seperti yang mungkin terjadi setelah keracunan atau kemoterapi), paparan radiasi pengion, atau sebagai akibat dari penyakit infeksi dengan aktivitas imunosupresif (seperti campak, malaria, atau AIDS). Patogen primer juga dapat mengakibatkan penyakit yang lebih parah pada inang dengan imunitas yang tertekan dibandingkan bila terjadi pada inang yang imunitasnya memadai.
B.2.3. Infeksi primer versus infeksi sekunder
Infeksi primer adalah infeksi yang (atau secara praktis dapat dipandang) menjadi akar penyebab masalah kesehatan saat ini. Sebaliknya, infeksi sekunder adalah sekuela (gejala sisa) atau komplikasi dari penyebab utama. Sebagai contoh, tuberkulosis paru sering merupakan infeksi primer, tetapi infeksi yang terjadi hanya akibat luka bakar atau trauma tajam (sebagai akar penyebab) yang memungkinkan akses patogen ke jaringan dalam, merupakan infeksi sekunder. Patogen primer sering menyebabkan infeksi primer dan juga sering menyebabkan infeksi sekunder. Biasanya, infeksi oportunistik dipandang sebagai infeksi sekunder (karena defisiensi imun atau cedera adalah faktor predisposisinya).
B.2.4. Jenis infeksi lain
Jenis infeksi lain, yaitu terdiri dari :
  • Infeksi campuran adalah infeksi yang disebabkan oleh dua atau lebih patogen. Contohnya adalah apendisitis, yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan Escherichia coli.
  • Infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang ditularkan dari petugas kesehatan ke pasien.
  • Infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit, juga terjadi pada faslitias layanan kesehatan.
  • Terakhir, infeksi yang didapat dari masyarakat adalah infeksi yang didapat dari seluruh komunitas 
B.3. Infeksius atau tidak
Salah satu cara untuk membuktikan bahwa suatu penyakit bersifat infeksius, adalah untuk mengujinya menggunakan postulat Koch, yang mensyaratkan bahwa, 
  • pertama, agen infeksi hanya dapat diidentifikasi dari individu yang memiliki penyakit dan bukan dari kontrol yang sehat, dan 
  • kedua, bahwa individu dengan agen infeksi juga mengembangkan penyakit tersebut. 
Postulat ini pertama kali digunakan dalam penemuan bahwa spesies Mycobacterium mengakibatkan tuberkulosis.

Akan tetapi, postulat Koch biasanya tidak dapat diuji dalam praktik modern karena alasan etis. Membuktikan penyakit akan memerlukan infeksi eksperimental pada individu yang sehat menggunakan patogen yang diproduksi sebagai kultur murni. Sebaliknya, bahkan penyakit yang jelas-jelas infeksius tidak selalu memenuhi kriteria tersebut; misalnya, Treponema pallidum, bakteri penyebab sifilis, tidak dapat dikultur secara in vitro, tetapi mikroorganisme ini dapat dikultur dalam testis kelinci. Belum diketahui dengan jelas mengapa kultur murni diperoleh dari hewan yang menjadi inang dibandingkan dengan perolehan dari kultur lempeng.
 
Epidemiologi, atau studi dan analisis tentang siapa, mengapa, dan di mana penyakit terjadi, dan apa yang menentukan berbagai populasi memiliki penyakit, merupakan alat penting lain digunakan memahami penyakit infeksi. Ahli epidemiologi dapat menentukan perbedaan di antara kelompok-kelompok dalam suatu populasi, seperti apakah kelompok usia tertentu memiliki tingkat infeksi yang lebih besar atau lebih kecil; apakah kelompok yang tinggal di lingkungan yang berbeda lebih mungkin terinfeksi; dan oleh faktor-faktor lain, seperti jenis kelamin dan ras. Para peneliti juga dapat menilai apakah wabah penyakit bersifat : 
  • Sporadik (keadaan penyebaran penyakit di suatu daerah yang tidak merata dan hanya dijumpai di sana sini), tidak tentu, kadang-kadang. Atau hanya terjadi sesekali; 
  • bersifat Endemik, dengan tingkat yang stabil dari kasus reguler yang terjadi di suatu daerah; 
  • Epidemi, dengan jumlah kasus yang muncul cepat, dan luar biasa tinggi di suatu wilayah; 
  • atau Pandemi, yang merupakan epidemi global. 
Jika penyebab penyakit infeksi tidak diketahui, epidemiologi dapat digunakan membantu melacak sumber infeksi.

B.4. Kemampuan menular
Penyakit infeksi kadang-kadang disebut penyakit menular ketika mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit atau sekresi mereka (misalnya influenza). Dengan demikian, penyakit menular adalah bagian dari penyakit infeksi, terutama penyakit yang mudah berpindah atau ditransmisikan. Jenis penyakit menular lain memiliki rute infeksi yang lebih khusus, seperti penularan melalui vektor atau hubungan seksual, biasanya tidak dianggap sebagai "menular", dan sering kali tidak memerlukan isolasi medis (kadang-kadang disebut karantina) bagi penderitanya. Namun, konotasi khusus dari kata "menular" dan "penyakit menular" (mudah ditransmisikan) tidak selalu dipertimbangkan dalam penggunaan populer. Penyakit infeksi biasanya ditularkan antar individu melalui kontak langsung. Jenis kontak yang dimaksud yaitu dari orang ke orang dan penyebaran percikan atau tetesan. Kontak tidak langsung seperti penularan melalui udara, benda yang terkontaminasi, makanan dan air minum, kontak orang dengan hewan (yang bertindak sebagai reservoir), gigitan serangga, dan lingkungan yang terkontaminasi, merupakan cara lain penularan penyakit infeksi.

B.5. Lokasi anatomis
Infeksi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi atau sistem organ yang terinfeksi, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi kulit, infeksi saluran pernapasan, infeksi odontogenik (infeksi yang berasal dari gigi atau jaringan yang berdekatan), infeksi vagina, dan infeksi intraamniotik. Selain itu, lokasi peradangan yang menjadi tempat infeksi dapat dijadikan penamaan radang tersebut, misalnya pneumonia, meningitis, dan salpingitis.

C. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda klinis infeksi tergantung pada masing-masing penyakit. Beberapa tanda infeksi mempengaruhi keseluruhan tubuh secara umum, seperti kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, keringat malam, kedinginan, sakit, dan nyeri. Beberapa tanda lain bersifat khusus untuk bagian tubuh tertentu, seperti ruam kulit, batuk, atau keluarnya cairan dari hidung.

Dalam kasus-kasus tertentu, penyakit infeksi mungkin asimtomatik (tidak bergejala) untuk sebagian besar atau bahkan keseluruhan proses penyakit. Pada kasus ini, individu lain dapat menderita penyakit, sebagai penderita sekunder, setelah mengalami kontak dengan pembawa penyakit yang asimtomatik. Suatu infeksi tidak selalu identik dengan penyakit infeksi, karena beberapa infeksi tidak menimbulkan penyakit pada inang.

D. PATOFISIOLOGI
Ada serangkaian peristiwa yang terjadi selama infeksi. Rantai peristiwa tersebut meliputi beberapa tahapan, yang melibatkan agen infeksi, reservoir, masuknya agen ke inang yang rentan, keluarnya agen dari inang tersebut, dan penularan ke inang baru. Masing-masing mata rantai harus terjadi secara berurutan agar infeksi dapat berkembang. Pemahaman terhadap langkah-langkah ini membantu petugas kesehatan mengendalikan infeksi dan mencegahnya agar tidak terjadi

D.1. Kolonisasi
Infeksi dimulai ketika suatu organisme berhasil memasuki tubuh, lalu tumbuh dan memperbanyak diri. Hal ini disebut kolonisasi. Sebagian besar manusia tidak mudah terinfeksi. Orang-orang dengan sistem imun yang lemah lebih rentan terhadap infeksi kronis atau persisten, sedangkan individu dengan sistem imun yang tertekan sangat rentan terhadap infeksi oportunistik. Umumnya, patogen masuk ke dalam tubuh inang melalui mukosa pada lubang tubuh, seperti rongga mulut, hidung, mata, genitalia, anus, dan bisa juga masuk melalui luka terbuka. Beberapa patogen dapat tumbuh di tempat awal masuk, tetapi banyak yang bermigrasi dan menyebabkan infeksi sistemik pada organ yang berbeda. Beberapa patogen tumbuh di dalam sel inang (intraseluler) sedangkan yang lain tumbuh bebas dalam cairan tubuh.

Kolonisasi luka mengacu pada mikroorganisme yang tidak bereplikasi di dalam luka, sedangkan pada luka terinfeksi, mikroorganisme mengalami replikasi dan mengakibatkan kelukaan jaringan. Semua organisme multiseluler dikolonisasi sampai tingkat tertentu oleh organisme ekstrinsik, dan sebagian besar kolonisasi ini berada dalam hubungan mutualisme atau komensalisme. Contoh hubungan mutualisme adalah spesies bakteri anaerob, yang melakukan kolonisasi pada usus mamalia, dan contoh komensalisme adalah berbagai spesies Staphylococcus yang ada pada kulit manusia. Tak satu pun dari kolonisasi ini dianggap infeksi. Perbedaan antara infeksi dan kolonisasi sering kali hanya masalah keadaan. Organisme nonpatogenik dapat menjadi patogenik dalam kondisi spesifik, dan bahkan organisme yang paling virulen (ganas) membutuhkan kondisi tertentu untuk menimbulkan infeksi yang membahayakan. Di dalam tubuh, beberapa bakteri seperti Corynebacteria sp. dan streptococci viridans, mencegah adhesi dan kolonisasi bakteri patogenik sehingga mereka memiliki hubungan simbiosis dengan inang, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan luka.


Langkah-langkah infeksi oleh patogen
Variabel yang terlibat dan memengaruhi hasil akhir infeksi meliputi rute masuknya patogen, akses yang diperolehnya untuk memasuki bagian tubuh tertentu inang, virulensi intrinsik patogen, jumlah patogen di awal inokulasi, dan status kekebalan inang. Sebagai contoh, beberapa spesies stafilokokus tidak berbahaya pada kulit, tetapi ketika mereka berada dalam tempat yang biasanya steril, misalnya di dalam kapsul sendi atau peritoneum, mereka akan berkembang biak tanpa perlawanan dan menyebabkan kerusakan.

Dalam beberapa dekade terakhir, kromatografi gas–spektrometri massa, analisis RNA ribosomal 16S, omik, dan teknologi canggih lainnya telah menjelaskan bahwa kolonisasi mikrob sangat umum, bahkan dalam lingkungan yang manusia anggap hampir steril. Karena kolonisasi bakteri merupakan hal yang normal, sulit untuk mengetahui luka kronis mana yang dapat dikategorikan terinfeksi dan seberapa besar risiko perkembangannya. Meskipun sejumlah besar luka ditemukan dalam praktik klinis, evaluasi tanda dan gejala dengan data yang berkualitas masih terbatas. Sebuah tinjauan luka kronis mengkuantifikasi pentingnya peningkatan rasa nyeri sebagai indikator infeksi. Tinjauan tersebut menunjukkan bahwa temuan yang paling berguna adalah peningkatan rasa nyeri, tetapi tidak adanya rasa nyeri tidak otomatis menghilangkan kemungkinan infeksi.

D.2. Penyakit
Penyakit dapat muncul jika mekanisme pertahanan inang terganggu dan agen penginfeksi menyebabkan kerusakan pada inang. Mikroorganisme dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan melepaskan berbagai racun atau enzim yang merusak. Sebagai contoh, Clostridium tetani melepaskan racun yang melumpuhkan otot, dan Staphylococcus melepaskan racun yang menghasilkan syok dan sepsis. Tidak semua agen infeksi menyebabkan penyakit pada semua inang, misalnya, kurang dari 5% orang yang terinfeksi virus polio akan menderita penyakit polio. Di sisi lain, beberapa agen infeksi bersifat sangat ganas. Prion yang menyebabkan penyakit sapi gila dan penyakit Creutzfeldt-Jakob selalu membunuh semua hewan dan orang yang terinfeksi.

Infeksi persisten terjadi karena tubuh tidak dapat membersihkan patogen setelah infeksi awal. Infeksi persisten ditandai oleh adanya agen penginfeksi secara terus-menerus, sering kali sebagai infeksi laten yang berulang kali kambuh sebagai infeksi aktif. Ada beberapa virus yang mengakibatkan infeksi persisten dengan menginfeksi sel-sel tubuh yang berbeda. Beberapa virus yang sekali masuk tidak pernah meninggalkan tubuh. Contoh yang khas adalah virus herpes, yang cenderung bersembunyi di saraf dan menjadi aktif kembali dalam keadaan tertentu.

Infeksi persisten menyebabkan jutaan kematian secara global setiap tahun. Infeksi kronis oleh parasit merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di banyak negara terbelakang.

D.3. Penularan
Agar agen penginfeksi dapat bertahan dan mengulangi siklus infeksi pada inang lain, mereka (atau keturunannya) harus meninggalkan inang atau reservoir yang ditempatinya dan menyebabkan infeksi di tempat lain. Penularan infeksi dapat terjadi melalui banyak rute :
  • Kontak tetesan atau percikan, yang juga dikenal sebagai rute pernapasan, dan infeksi yang diakibatkannya dapat disebut penyakit bawaan udara. Jika orang yang terinfeksi batuk atau bersin dan partikelnya sampai ke orang lain, mikroorganisme, yang tersuspensi dalam tetesan yang hangat dan lembab, dapat masuk ke dalam tubuh melalui permukaan hidung, mulut atau mata.
  • Penularan fekal–oral, yaitu ketika bahan makanan atau air menjadi terkontaminasi partikel feses (oleh orang-orang yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan atau limbah yang tidak diolah dilepaskan ke dalam air minum) sehingga orang-orang yang makan dan minum menjadi terinfeksi. Patogen yang ditularkan melalui metode ini di antaranya Vibrio cholerae, spesies Giardia, Rotavirus, Entamoeba histolytica, Escherichia coli, dan cacing pita. Sebagian besar patogen ini menyebabkan gastroenteritis.
  • Penularan seksual, dengan penyakit yang dihasilkan disebut penyakit menular seksual.
  • Penularan melalui mulut. Penyakit yang ditularkan terutama melalui kontak oral langsung seperti ciuman, atau melalui kontak tidak langsung seperti dengan berbagi gelas minum atau rokok.
  • Penularan melalui kontak langsung, Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak atau sentuhan langsung termasuk tinea pedis, impetigo, dan kutil.
  • Penularan melalui benda mati, misalnya makanan, air, dan tanah yang terkontaminasi.
  • Penularan vertikal, yaitu penularan langsung dari ibu ke embrio, janin, atau bayi selama kehamilan atau persalinan. Hal ini bisa terjadi ketika ibu mendapat infeksi sebagai penyakit penyerta dalam kehamilan.
  • Penularan iatrogenik, karena prosedur medis seperti injeksi atau transplantasi bahan yang terinfeksi.
  • Penularan melalui vektor, yaitu organisme yang tidak menderita penyakit tetapi ikut menularkan infeksi dengan membawa patogen dari satu inang ke inang lainnya.
Hubungan antara virulensi dan penularan sangat kompleks; jika suatu penyakit bersifat fatal, inang dapat mati sebelum patogen dapat ditularkan ke inang lain. 

E. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit infeksi terkadang melibatkan identifikasi agen infeksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam praktiknya, sebagian besar penyakit infeksi minor seperti kutil, abses kulit, infeksi sistem pernapasan, dan diare didiagnosis berdasarkan manifestasi klinisnya dan diobati tanpa mengetahui agen penyebabnya secara spesifik. Kesimpulan tentang penyebab penyakit ini didasarkan pada kemungkinan penderitanya melakukan kontak dengan agen tertentu, keberadaan mikroorganisme dalam suatu komunitas, dan pertimbangan epidemiologis lainnya. Dengan upaya yang memadai, semua agen infeksi dapat diidentifikasi secara spesifik. Namun, manfaat identifikasi sering kali lebih kecil dibandingkan biaya yang perlu dikeluarkan untuk identifikasi, karena sering kali tidak ada perawatan khusus untuk penyakit tersebut, penyebabnya jelas, atau hasil infeksinya tidak berbahaya.

Diagnosis penyakit infeksi hampir selalu dimulai oleh riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Teknik identifikasi yang lebih terperinci melibatkan kultur agen infeksi yang diisolasi dari penderitanya. Kultur memungkinkan identifikasi organisme penginfeksi dengan memeriksa karakteristik mikroskopis mereka, dengan mendeteksi keberadaan zat yang dihasilkan oleh patogen, dan dengan secara langsung mengidentifikasi organisme dengan genotipnya. Teknik lain (seperti sinar-X, pemindaian tomografi terkomputasi (CT), pemindaian PET atau MRI) digunakan untuk menghasilkan gambar kelainan internal yang dihasilkan dari pertumbuhan agen infeksi. Gambar tersebut berguna dalam mendeteksi, misalnya, abses tulang atau ensefalopati spongiformis yang ditimbulkan oleh prion

E.1. Diagnosis simtomatik
Diagnosis dibantu oleh gejala yang muncul pada setiap individu yang menderita penyakit infeksi, tetapi metode ini biasanya membutuhkan teknik diagnostik tambahan untuk mengonfirmasi kecurigaan tersebut. Beberapa tanda klinis tertentu, yang disebut tanda patognomonik, merupakan karakteristik khusus yang menjadi indikasi suatu penyakit; tetapi hal ini jarang terjadi. Tidak semua infeksi bersifat simtomatik. Pada anak-anak, adanya sianosis, pernapasan cepat, perfusi perifer yang buruk, atau ruam petekie meningkatkan risiko infeksi serius hingga lebih dari 5 kali lipat.

E.2. Kultur mikrob
Kultur mikrobiologi adalah metode utama digunakan mendiagnosis penyakit infeksi. Dalam kultur mikrob, media pertumbuhan digunakan untuk memfasilitasi pertumbuhan agen tertentu. Spesimen dari jaringan atau cairan yang diduga berpenyakit diambil untuk kemudian dikultur untuk mendeteksi keberadaan agen infeksi. Kebanyakan bakteri patogenik mudah tumbuh pada agar nutrien, suatu media padat yang mengandung karbohidrat dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Satu bakteri akan memperbanyak diri membentuk sebuah koloni berupa gundukan yang terlihat di permukaan agar. Koloni ini dapat tumbuh terpisah dari koloni lain atau menyatu dengan koloni lain pada agar tersebut. Variasi ukuran, warna, bentuk dan bentuk koloni merupakan hasil dari karakteristik spesies maupun galur bakteri, serta lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Bahan-bahan lain sering ditambahkan ke plat agar untuk membantu identifikasi. Zat tambahan tersebut memungkinkan pertumbuhan beberapa bakteri dan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya, atau mengalami perubahan warna sebagai respons terhadap bakteri tertentu dan bukan bakteri yang lain. Plat bakteriologis seperti ini biasanya digunakan dalam identifikasi klinis bakteri infeksius. Biakan mikrob juga dapat digunakan dalam identifikasi virus. Media yang digunakan untuk menumbuhkan virus adalah sel hidup yang dapat diinfeksi oleh virus yang dimaksud. Dalam proses identifikasi virus, akan tercipta suatu zona kematian sel, yang diakibatkan oleh pertumbuhan virus, yang disebut "plak". Parasit eukariotik juga dapat ditumbuhkan dalam kultur.

Apabila tidak ada teknik kultur plat yang sesuai, beberapa mikroorganisme membutuhkan hewan hidup sebagai media pertumbuhan. Bakteri seperti Mycobacterium leprae dan Treponema pallidum dapat tumbuh pada hewan, meskipun teknik serologis dan mikroskopis membuat penggunaan hewan hidup tidak diperlukan lagi. Virus juga biasanya diidentifikasi menggunakan media lain selain hewan hidup. Beberapa virus dapat tumbuh dalam telur berembrio. Metode identifikasi lain yang bermanfaat adalah xenodiagnosis, atau penggunaan vektor untuk mendukung pertumbuhan agen infeksi. Penyakit Chagas tidak mudah didiagnosis karena sulit untuk menunjukkan keberadaan agen penyebab penyakit ini, yaitu Trypanosoma cruzi, pada penderitanya. Oleh karena itu, diagnosis definitif sulit ditegakkan. Dalam kasus ini, xenodiagnosis melibatkan penggunaan vektor T. cruzi, yaitu Triatominae, serangga yang tidak terinfeksi, yang mengisap darah seseorang yang diduga terinfeksi. Serangga tersebut kemudian diperiksa untuk mendeteksi keberadaan T. cruzi dalam ususnya.

E.3. Mikroskopi
Alat utama lain untuk mendiagnosis penyakit infeksi adalah mikroskop. Hampir semua teknik kultur yang dibahas di atas bergantung, pada titik tertentu, pada pemeriksaan mikroskopis untuk mengidentifikasi agen infeksi secara definitif. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan instrumen sederhana, seperti mikroskop cahaya majemuk, atau dengan instrumen serumit mikroskop elektron. Spesimen yang diperoleh dari penderita penyakit dapat dilihat langsung di bawah mikroskop cahaya, dan sering kali dapat membantu identifikasi dengan cepat. Mikroskop juga sering digunakan bersama dengan teknik pewarnaan biokimia, dan dapat bersifat sangat spesifik ketika dikombinasikan dengan teknik berbasis antibodi. Suatu antibodi dapat dilabel dengan teknik fluoresens sehingga dapat diarahkan untuk mengikat dan mengidentifikasi antigen spesifik yang ada pada patogen. Mikroskop fluoresens kemudian digunakan untuk mendeteksi antibodi tersebut, yang telah berikatan dengan antigen di dalam sampel klinis atau sel yang dikultur. Teknik ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit virus, yang tidak mampu diidentifikasi oleh mikroskop cahaya.

Prosedur mikroskopis lainnya juga dapat membantu mengidentifikasi agen infeksi. Hampir semua sel mudah diwarnai dengan sejumlah bahan pewarna dasar akibat tarikan elektrostatik antara molekul seluler bermuatan negatif dengan muatan positif pada pewarna. Pada mikroskop, sel biasanya terlihat transparan dan pemberian warna akan meningkatkan kontras antara sel dengan latar belakangnya. Pewarnaan sel dengan zat warna seperti Giemsa atau kristal ungu memungkinkan seorang pengguna mikroskop untuk menggambarkan ukuran, bentuk, komponen internal dan eksternal sel, serta hubungannya dengan sel-sel lain. Perbedaan respons bakteri terhadap pewarnaan dapat dimanfaatkan untuk mengelompokkan mikroorganisme. Dua metode pewarnaan, yaitu pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam, merupakan pendekatan standar yang digunakan untuk mengklasifikasikan bakteri dan untuk mendiagnosis penyakit. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi kelompok bakteri Firmicutes dan Actinobacteria, yang berisi banyak bakteri patogenik penting. Sementara itu, prosedur pewarnaan asam-cepat dapat mengidentifikasi genus Mycobacterium dan Nocardia.

E.4. Uji biokimia
Identifikasi agen infeksi juga bisa menggunakan uji biokimia untuk mengetahui karakter produk metabolik atau enzimatik dari agen infeksi tertentu. Karena bakteri memfermentasi karbohidrat dengan pola tertentu sesuai dengan karakteristik genus dan spesiesnya, deteksi produk fermentasi biasanya untuk mengidentifikasi bakteri. Asam, alkohol, dan gas juga biasanya dideteksi dalam uji ini ketika bakteri ditumbuhkan dalam media cair atau padat.

Isolasi enzim dari jaringan yang terinfeksi juga membantu diagnosis penyakit infeksi. Sebagai contoh, manusia tidak dapat membuat enzim replikase RNA atau transkriptase balik, dan keberadaan enzim-enzim ini merupakan tanda infeksi virus tertentu. Kemampuan protein hemaglutinin yang dimiliki virus untuk mengikat sel-sel darah merah hingga dapat dideteksi juga merupakan uji biokimia untuk mengetahui infeksi virus, walaupun hemaglutinin bukanlah suatu enzim dan tidak memiliki fungsi metabolik.

Uji serologis merupakan metode pengujian yang sangat sensitif, spesifik, dan sering kali sangat cepat untuk mengidentifikasi mikroorganisme tertentu. Pengujian ini didasarkan pada kemampuan suatu antibodi untuk berikatan secara khusus pada suatu antigen. Antigen ini biasanya berupa protein atau karbohidrat yang dihasilkan atau dimiliki oleh agen infeksi. Ikatan ini kemudian memicu serangkaian peristiwa yang dapat diamati dengan jelas dalam berbagai cara, tergantung pada jenis pengujiannya. Misalnya, "sakit tenggorokan" biasanya didiagnosis dalam beberapa menit, dengan mendeteksi antigen yang dibuat oleh bakteri penyebabnya, Streptococcus pyogenes, yang diambil dari tenggorokan pasien dengan kapas. Uji serologis, jika tersedia, biasanya merupakan rute identifikasi yang disukai. Meskipun demikian, uji serologis butuh biaya pengembangan yang mahal dan reagen yang digunakan dalam tes sering kali harus disimpan dalam kondisi dingin. Beberapa uji serologis bisa berbiaya sangat mahal, meskipun ketika digunakan secara luas, misalnya dengan "uji cepat", metode ini bisa menjadi murah.

Teknik serologis telah dikembangkan secara kompleks menjadi imunoasai. Imunoasai dapat menggunakan ikatan antibodi–antigen sebagai dasar untuk menghasilkan sinyal radiasi partikel atau elektromagnetik, yang dapat dideteksi oleh beberapa instrumen. Sinyal yang sebelumnya tidak diketahui dapat dibandingkan dengan standar yang memungkinkan penghitungan jumlah antigen target. Imunoasai dapat mendeteksi atau mengukur antigen milik agen infeksi atau protein yang dihasilkan oleh inang terinfeksi sebagai respons terhadap agen asing. Sebagai contoh, imunoasai A dapat mendeteksi keberadaan protein permukaan dari partikel virus, sedangkan imunoasai B dapat mendeteksi atau mengukur antibodi yang dihasilkan oleh sistem imun organisme yang dibuat untuk menetralisir dan menghancurkan virus.

Suatu instrumen dapat digunakan untuk membaca sinyal yang sangat kecil yang dihasilkan oleh reaksi sekunder dari ikatan antigen–antibodi. Instrumen tersebut dapat mengontrol pengambilan sampel, penggunaan reagen, waktu reaksi, deteksi sinyal, penghitungan hasil, dan manajemen data untuk menghasilkan proses otomatis yang hemat biaya untuk mendiagnosis penyakit infeksi.

E.5. Diagnosis berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan metode mendeteksi keberadaan segmen asam nukleat (DNA atau pun RNA atau dalam koridor molekuler) dalam spesimen yang diuji. Teknologi  berdasarkan metode ini akan menjadi standar emas untuk berbagai diagnosis penyakit karena beberapa alasan. 
Pertama, pendataan agen infeksi telah berkembang sehingga hampir semua agen infeksi penting telah diidentifikasi. 
Kedua, agen infeksi harus memperbanyak diri (melipatgandakan asam nukleatnya) di dalam tubuh manusia untuk menimbulkan penyakit. Amplifikasi asam nukleat dalam jaringan yang terinfeksi ini memungkinkan deteksi agen infeksi dengan menggunakan PCR.
Ketiga, unsur penting untuk melakukan PCR, yaitu primer, berasal dari genom agen infeksi, dan seiring waktu genom tersebut akan diketahui.

Dengan demikian, teknologi saat ini telah mampu mendeteksi agen infeksi dengan cepat dan spesifik. Satu-satunya kesulitan untuk menjadikan PCR sebagai alat diagnosis standar adalah biaya yang cukup tinggi dan penerapannya yang tidak mudah. Beberapa penyakit juga tidak cocok didiagnosis dengan PCR, contohnya adalah penyakit klostridial (tetanus dan botulisme). Penyakit-penyakit ini pada dasarnya adalah keracunan biologis oleh sejumlah kecil bakteri infeksius yang menghasilkan neurotoksin yang sangat kuat. Tidak terjadi perbanyakan agen infeksi yang signifikan, yang akan membatasi kemampuan PCR untuk mendeteksi keberadaan bakteri-bakteri tersebut.

E.6. Pengurutan metagenomika
Dalam bidang sains, para peneliti dengan kreativitasnya telah menghasilkan banyak temuan dan inovasi termasukdi bidang bioteknologi. Era pembacaan seluruh rantai DNA (Deoxyribose-Nucleic Acid) atau genom satu spesies makhluk hidup telah "sering" dilakukan dinegara maju. Genom dari berbagai makhluk hidup bahkan manusia serta ratusan spesies mikroba telah selesai dibaca.Namun, 
tampaknya babak pembacaan genom satu spesies makhluk hidup telah mencapai klimaks bagi sebagian peneliti. Saat ini,sebagian dari mereka mulai beralih pada tantangan lain yaitu  membaca seluruh DNA dari suatu ekosistem lengkap (bukan hanya satu organisme), yang dikenal dengan pendekatan metagenom. Ilmu yang mempelajari metagenom ini disebut metagenomika.

Metagenomik merupakan cara yang sangat tepat untuk mengetahui komunitas mikroa yang tidak dapat dikulturkan atau unculturable pada lingkungan tertentu.

Mengingat banyaknya bakteri, virus, dan patogen lain yang menyebabkan penyakit ganas dan mengancam jiwa, kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab infeksi dengan cepat merupakan hal penting meskipun sering kali dijumpai tantangan. Sebagai contoh, lebih dari setengah kasus ensefalitis, penyakit berat yang memengaruhi otak, tidak terdiagnosis, meskipun telah dilakukan pengujian ekstensif menggunakan metode laboratorium klinis yang canggih. Metagenomika pun dikembangkan untuk penggunaan klinis untuk mendiagnosis infeksi dengan sensitif dan cepat menggunakan pengujian tunggal. Pengujian ini mirip dengan PCR; namun, amplifikasi materi genetik dilakukan dengan tidak bias dan tidak menggunakan primer untuk agen infeksi tertentu. Langkah amplifikasi ini diikuti oleh pengurutan dan penjajaran menggunakan basis data besar dari ribuan genom organisme dan virus.

Pengurutan metagenomika terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis penderita yang mengalami imunodefisiensi. Lebih banyak lagi agen infeksi yang dapat mengakibatkan penyakit serius pada individu dengan imunosupresi, sehingga penapisan klinis harus dilakukan lebih luas. Selain itu, ekspresi gejala sering kali tidak khas sehingga diagnosis klinis yang didasarkan pada manifestasi klinis menjadi lebih sulit. Ditambah lagi, metode diagnostik yang mengandalkan deteksi antibodi cenderung tidak dapat diandalkan. Pengujian yang luas dan sensitif untuk mendeteksi keberadaan materi infeksius lebih diinginkan dibandingkan deteksi antibodi.

E.7. Indikasi pengujian
Identifikasi agen infeksi spesifik biasanya dilakukan ketika ia bisa membantu pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk menambah pengetahuan tentang proses penyakit sebelum langkah-langkah terapi atau pencegahan yang efektif dikembangkan. Sebagai contoh, pada awal 1980-an, sebelum kemunculan zidovudin untuk pengobatan AIDS, perkembangan penyakit ini diikuti dengan memantau komposisi sampel darah penderitanya, walaupun hasilnya tidak menawarkan pilihan pengobatan lebih lanjut. Beberapa studi tentang kemunculan HIV di komunitas-komunitas tertentu memungkinkan pengembangan hipotesis mengenai jalur penularan virus. Dengan memahami bagaimana penyakit ini ditularkan, sumber daya dapat ditargetkan ke masyarakat dengan risiko terbesar untuk mengurangi jumlah infeksi baru. Identifikasi serologis, dan kemudian identifikasi genotipik atau molekuler, dari HIV juga memungkinkan pengembangan hipotesis mengenai asal-usul waktu dan lokasi virus, serta segudang hipotesis lainnya. Perkembangan alat diagnostik molekuler telah memungkinkan dokter dan peneliti untuk memantau kemanjuran pengobatan dengan obat antiretrovirus. Diagnosis molekuler sekarang telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi HIV pada orang sehat, jauh sebelum timbulnya penyakit, dan telah digunakan untuk menunjukkan adanya orang yang secara genetik kebal terhadap infeksi HIV. Meskipun untuk sementara masih belum ada obat untuk menyembuhkan AIDS, ada manfaat terapeutik dan prediktif yang besar untuk mengidentifikasi HIV dan memantau tingkat virus dalam darah orang yang terinfeksi, baik untuk penderita maupun masyarakat luas.

F. PENCEGAHAN
Beberapa metode seperti mencuci tangan dan mengenakan alat pelindung diri seperti masker dapat membantu mencegah infeksi dari satu orang ke orang lain. Teknik aseptik diperkenalkan dalam kedokteran pada akhir abad ke-19 dan sangat mengurangi insiden infeksi yang disebabkan oleh pembedahan. Sering mencuci tangan tetap menjadi cara paling penting untuk mencegah penyebaran organisme yang tidak diinginkan. Beberapa bentuk pencegahan lain seperti menerapkan pola hidup higienis, menjaga sanitasi, berolahraga dengan teratur, mengonsumsi diet seimbang, dan serta memasak makanan dengan baik juga penting untuk mencegah infeksi.

Zat antimikrob yang digunakan untuk mencegah penularan infeksi meliputi:
  • Antiseptik, yang diaplikasikan pada jaringan hidup, misalnya kulit.
  • Disinfektan, yang menghancurkan mikroorganisme pada benda mati.
  • Antibiotik, dalam konteks profilaksis bila diberikan sebagai pencegahan dan bukan sebagai pengobatan infeksi. Namun, penggunaan antibiotik jangka panjang mengakibatkan resistansi. Pemakaian antibiotik lebih banyak dari yang diperlukan, memungkinkan bakteri bermutasi sehingga menjadi kebal.
Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat penularan penyakit infeksi adalah mengenali perbedaan sifat berbagai penyakit. Beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan diantaranya virulensi patogen, jarak yang ditempuh oleh penderitanya, dan tingkat penularan. Galur virus Ebola pada manusia, misalnya, membunuh penderitanya dengan cepat. Akibatnya, para penderita penyakit ini tidak punya kesempatan untuk bepergian jauh dari zona infeksi awal. Selain itu, virus ini harus menyebar melalui lesi kulit atau membran permeabel seperti mata. Dengan demikian, tahap awal penyakit Ebola tidak terlalu menular karena korbannya hanya mengalami pendarahan internal. Sebagai hasil dari karakteristik di atas, penyebaran penyakit Ebola sangat cepat dan biasanya tetap dalam area geografis yang relatif terbatas. Sebaliknya, HIV membunuh korbannya dengan sangat lambat dengan menyerang sistem kekebalan tubuh mereka. Akibatnya, banyak dari korbannya menularkan virus ke orang lain bahkan sebelum menyadari bahwa mereka membawa penyakit itu. Selain itu, virulensi yang relatif rendah memungkinkan para penderitanya untuk melakukan perjalanan jarak jauh, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya epidemi.

Metode umum untuk mencegah penularan patogen yang ditularkan melalui vektor adalah pengendalian vektor tersebut. Pemutusan siklus hidup vektor akan memutus penyebaran agen infeksi yang dibawanya.

Jika infeksi hanya dicurigai dan belum dapat dipastikan, seorang individu dapat dikarantina sampai masa inkubasi selesai untuk menunggu manifestasi penyakit muncul atau memastikan orang yang dikarantina tetap sehat. Selain terhadap individu, karantina juga dapat diterapkan terhadap kelompok atau populasi. Dalam suatu komunitas, cordon sanitaire dapat dikenakan untuk mencegah infeksi menyebar di luar komunitas tersebut, atau sekuestrasi protektif untuk mencegah infeksi masuk ke dalam komunitas. Otoritas kesehatan masyarakat dapat menerapkan bentuk-bentuk pencegahan lain seperti pembatasan sosial dalam bentuk penutupan sekolah, untuk mengendalikan epidemi.

G. Imunitas
Sebagian besar patogen yang menginfeksi tidak mengakibatkan kematian inang dan patogen tersebut pada akhirnya akan hilang setelah gejala penyakit berkurang. Proses ini membutuhkan sistem imun untuk membunuh atau menonaktifkan patogen. Kekebalan spesifik yang didapat dari penyakit infeksi dapat dimediasi oleh antibodi dan/atau limfosit T. Kekebalan yang dimediasi oleh dua faktor ini dapat dimanifestasikan oleh:
  • efek langsung pada patogen, seperti bakteriolisis yang bergantung pada komplemen yang diprakarsai oleh antibodi, opsonisasi, fagositosis, dan pembunuhan, yang terjadi pada beberapa bakteri,
  • netralisasi virus sehingga mereka ini tidak bisa memasuki sel, atau
  • kinerja limfosit T, yang akan membunuh sel yang dimasuki oleh mikroorganisme.
Respons sistem imun terhadap mikroorganisme sering kali menyebabkan gejala seperti demam tinggi dan peradangan. Efek ini berpotensi lebih merusak dibandingkan kerusakan langsung yang disebabkan oleh mikrob.

Seseorang dapat menjadi resistan atau kebal terhadap suatu penyakit dengan membawa patogen secara asimtomatik, membawa organisme yang strukturnya serupa (reaksi silang), atau melalui vaksinasi. Patogen primer memberi pengetahuan tentang antigen pelindung dan kekebalan adaptif yang lebih lengkap dibandingkan patogen oportunistik. Fenomena kekebalan kelompok juga bisa tercipta untuk melindungi mereka yang rentan ketika sebagian besar populasi telah kebal dari infeksi tertentu.

Sistem imun mampu melawan patogen apabila jumlah antibodi yang spesifik terhadap antigen dan/atau sel T mencapai tingkat tertentu. Sejumlah individu mengembangkan antibodi alami dalam serumnya meskipun mereka hanya sedikit terpapar atau bahkan sama sekali tidak terpapar antigen. Antibodi alami ini memberikan perlindungan khusus kepada individu dewasa dan secara pasif diturunkan ke bayinya yang baru lahir.

G.1. Faktor genetik inang
Organisme yang menjadi target infeksi disebut inang. Dalam parasitologi, mereka yang membawa patogen (khususnya parasit) dalam fase dewasa dan bereproduksi secara seksual disebut inang definitif. Sementara itu, inang perantara merupakan sebutan bagi inang yang menjadi tempat parasit hidup dalam fase larva atau bereproduksi secara aseksual. Pembersihan patogen, baik akibat pengobatan atau terjadi secara spontan, dapat dipengaruhi oleh variasi genetik inang secara individual. Misalnya, infeksi virus hepatitis C genotipe 1 yang diobati dengan peginterferon alfa-2a atau peginterferon alfa-2b yang dikombinasikan dengan ribavirin menunjukkan bahwa polimorfisme genetik di dekat gen IL28B manusia, yang mengode interferon lambda 3, dikaitkan dengan perbedaan yang signifikan dalam pembersihan virus oleh pengobatan. Temuan ini, awalnya menunjukkan bahwa penderita hepatitis C genotipe 1 yang membawa alel varian genetik tertentu di dekat gen IL28B cenderung lebih merespons pengobatan virus dibandingkan orang lain. Laporan berikutnya menunjukkan bahwa varian genetik yang sama juga dikaitkan dengan pembersihan alami untuk virus hepatitis C genotipe 1. 

H. PENGOBATAN
Obat antiinfeksi dapat menekan infeksi yang menyerang tubuh. Ada beberapa jenis obat antiinfeksi yang luas, tergantung pada jenis organisme yang ditargetkan; obat-obat ini meliputi antibakteri (antibiotik), antivirus, antijamur, dan antiparasitik (termasuk antiprotozoal dan antelmintik). Antibiotik dapat diberikan melalui mulut, injeksi, atau dioleskan, tergantung pada tingkat keparahan dan jenis infeksi. Infeksi berat pada otak biasanya diobati dengan antibiotik intravena. Kadang-kadang, sejumlah antibiotik digunakan bersamaan jika ada resistansi terhadap satu antibiotik. Antibiotik hanya bekerja melawan bakteri dan tidak berefek pada virus. Cara kerja antibiotik yaitu memperlambat multiplikasi bakteri atau membunuh bakteri.

Tidak semua infeksi memerlukan pengobatan. Untuk infeksi yang sembuh sendiri, pengobatan dapat menimbulkan lebih banyak efek samping dibandingkan manfaatnya. Penatalayanan antimikrob merupakan konsep bahwa penyedia layanan kesehatan harus mengobati infeksi dengan antimikrob yang bekerja dengan baik untuk patogen spesifik dalam waktu sesingkat mungkin dan hanya akan mengobati ketika patogen diketahui atau kemungkinan besar terpengaruh oleh pengobatan tersebut.

I. EPIDEMIOLOGI
Pada 2010, sekitar 10 juta orang meninggal karena penyakit menular.[41] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumpulkan informasi kematian global berdasarkan kategori kode ICD. Tabel berikut mencantumkan penyakit infeksi teratas berdasarkan jumlah kematian pada tahun 2002. Data tahun 1993 juga ditampilkan sebagai perbandingan.
Kematian di seluruh dunia akibat penyakit infeksi
UrutanPenyebab kematianKematian pada 2002
(dalam juta)
Persentase dari
seluruh kematian
Kematian pada 1993
(dalam juta)
Urutan pada 1993
N/ASemua penyakit infeksi14.725.9%16.432.2%
1Infeksi saluran pernapasan bawah3,96,9%4,11
2HIV/AIDS2,84,9%0,77
3Gastroenteritis[45]1.83.2%3.02
4Tuberkulosis (TB)1,62,7%2,73
5Malaria1,32,2%2,04
6Campak0,61,1%1,15
7Batuk rejan0,290,5%0,367
8Tetanus0,210,4%0,1512
9Meningitis0,170,3%0,258
10Sifilis0,160,3%0,1911
11Hepatitis B0.100,2%0,936
12-17Penyakit tropis (6)[46]0.130.2%0.539, 10, 16–18
Catatan: Penyebab kematian lainnya termasuk kondisi ibu dan perinatal (5,2%), kekurangan nutrisi (0,9%), kondisi tidak menular (58,8%), dan cedera (9,1%).
Tiga pembunuh teratas adalah HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria. Meskipun jumlah kematian akibat hampir semua penyakit lain menurun, kematian karena HIV/AIDS telah meningkat empat kali lipat. Penyakit anak-anak termasuk batuk rejan, poliomielitis, difteri, campak, dan tetanus. Anak-anak juga menjadi bagian besar dari kematian saluran pernapasan bawah dan diare. Pada tahun 2012, sekitar 3,1 juta orang telah meninggal karena infeksi saluran pernapasan bawah, menjadikannya penyebab kematian nomor 4 di dunia. 

J. TEORI KUMAN PENYAKIT
Pada Zaman Klasik, sejarawan Yunani Thukidides (c. 460 - c. 400 SM) adalah orang pertama yang menulis tentang wabah Athena, bahwa penyakit dapat menyebar dari orang yang terinfeksi ke orang lain. Dalam bukunya On the Different Types of Fever (c. 175 M), tabib Yunani-Romawi Galen berspekulasi bahwa wabah disebarkan oleh "benih wabah tertentu", yang ada di udara. Dalam teks Sushruta Samhita, dokter India kuno Sushruta berteori: "Kusta, demam, konsumsi, penyakit mata, dan penyakit menular lainnya menyebar dari satu orang ke orang lain melalui penyatuan seksual, kontak fisik, makan bersama, tidur bersama, duduk bersama, dan menggunakan pakaian, karangan bunga, dan pasta yang sama." Buku ini ditulis pada sekitar abad keenam SM.

Teori dasar penularan penyakit diajukan oleh dokter Persia Ibnu Sina (dikenal sebagai Avicenna di Eropa) dalam Qanun Kedokteran (1025), yang kemudian menjadi buku teks medis paling otoritatif di Eropa hingga abad ke-16. Dalam Buku IV Qanun tersebut, Ibnu Sina membahas epidemi, menguraikan teori miasma klasik dan berusaha mencampurnya dengan teori penularan awal miliknya sendiri. Ia menyebutkan bahwa seseorang dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui napas, setelah mencatat penularan tuberkulosis, dan menjelaskan metode penularan penyakit melalui air dan debu. Konsep penularan tak kasatmata kemudian dibahas oleh beberapa cendekiawan Islam pada Dinasti Ayyubiyah yang menyebutnya sebagai najis ("zat tidak murni"). Sarjana fikih Ibnu al-Haj al-Abdari (c. 1250–1336), saat membahas makanan dan kebersihan Islam, memberi peringatan tentang bagaimana penyakit dapat mencemari air, makanan, dan pakaian, dan dapat menyebar melalui pasokan air, dan menyiratkan bahwa mungkin penularan diakibatkan oleh partikel yang tak terlihat.

Ketika Maut Hitam mencapai Al-Andalus pada abad ke-14, tabib Arab Ibnu Khatima (c. 1369) dan Ibnu al-Khatib (1313–1374) berhipotesis bahwa penyakit menular disebabkan oleh "tubuh kecil" dan menjelaskan bagaimana mereka dapat ditularkan melalui pakaian, bejana, dan anting-anting. Gagasan penularan menjadi lebih populer di Eropa selama Renaisans, terutama melalui tulisan dokter Italia Girolamo Fracastoro.[66] Antony van Leeuwenhoek (1632–1723) memajukan ilmu mikroskop dengan menjadi orang pertama yang mengamati mikroorganisme dan memungkinkan visualisasi bakteri dengan mudah.

Pada pertengahan abad ke-19, John Snow dan William Budd melakukan pekerjaan penting, yaitu menunjukkan penularan tipus dan kolera melalui air yang terkontaminasi. Keduanya mendapat nama seiring dengan menurunnya epidemi kolera di kota-kota mereka setelah menerapkan langkah-langkah pencegahan kontaminasi air. Louis Pasteur membuktikan tanpa keraguan bahwa penyakit tertentu disebabkan oleh agen infeksi, dan mengembangkan vaksin untuk rabies. Robert Koch menyajikan studi ilmiah tentang penyakit menular dengan dasar ilmiah yang dikenal sebagai postulat Koch. Edward Jenner, Jonas Salk, dan Albert Sabin mengembangkan vaksin yang efektif untuk cacar dan polio. Alexander Fleming menemukan antibiotik pertama di dunia, penisilin, yang kemudian dikembangkan oleh Florey dan Chain. Gerhard Domagk mengembangkan sulfonamida, obat antibakteri sintetis berspektrum luas yang pertama.



Kamis, 01 Oktober 2020

PENGENALAN ISTILAH PENGOLAHAN OBAT HERBAL


Berikut ini trik dan tips beberapa istilah pengolahan obat herbal yang sangat umum digunakan, yaitu :
  1. Merebus, sebagai mana merebus masakan maka merebus bahan herbal juga berarti mencampur bahan-bahan obat herbal dengan air seperti yang disyaratkan. Sebelum merebus cuci bersih semua bahan herbal dan rebuslah sesuai ketentuan. Misalnya, rebus dengan air 2 gelas sampai tersisa 1 gelas. Berarti merebus bahan berbal awalnya dengan air 2 gelas, rebus dengan api kecil sampai air tersisa 1 gelas saja.
  2. Disangrai, yaitu : menggoreng tanpa minyak. Biasanya menyangrai bahan herbal dilakukan di wajan tanah liat. Menyangrai sebaiknya menggunakan api kecil agar bahan-bahan herbal tidak terlalu hangus.
  3. Digeprak, umumnya dilakukan pada bahan-bahan herbal semacam rimpang, bisa jahe, temulawak, kunyit, ataupun kunci. Digeprak sama dimemarkan dengan menggunakan palu atau uleg-uleg. Pastikan alas untuk menggeprak dan alat penggepraknya telah dicuci dan higienis.
  4. Ditumbuk, salah satu cara mencampur bahan-bahan herbal agar menjadi ramuan obat. beberapa bahan ditumbuk secara bersamaan, biasanya menggunakan alat lumpang atau alu. Lumpang bisa dibuat dari besi, batu, atau pun kayu. Lumpang batu biasanya banyak dipilih sebagai alat untuk menumbuk bahan herbal, Sebab selain kuat, lekas halus, lumpang batu juga tidak mempengaruhi komposisi dan cita rasa bahan herbal.
  5. Dipipis, sama seperti ditumbuk tetapi menggunakan cara diuleg. Alat yang digunakan bukan lumpang, tetapi semacam cobek atau berpermukaan agak datar. Memipis biasa dilakukan di atas cobek batu yang datar dengan bantuan uleg-uleg atau batu kecil. Jika bahan herbal yang ditumbuk kebanyakan terakhirnya dicampur air lalu direbus, bahan yang dipipis biasanya langsung diperas atau diambil sekaligus napasnya sebagai obat luar. Misalnya, dalam pembuatan bedak dingin, lulur, dan bedak jerawat. Semua dilakukan dengan cara dipipis.
  6. Diseduh, ramuan herbal yang telah dibuat dalam bentuk serbuk biasanya dikomsumsi dengan cara diseduh air panas. Cara menyeduh, yaitu dengan memasukkanterlebih dahulu serbuk herbal ke dalam gelas kemudian didihkan air dan dituangkan sampai jumlah yang diinginkan. Jangan menggunakan air yang belum mendidih karena resiko justru terkena penyakit perut.
  7. Menyaring, sebagaimana menyaring kelapa untuk santan juga dilakukan pada beberapa obat herbal yang disyaratkan demikian. Biasanya ramuan herbal disaring agar ampasnya tidak ikut tertelan karena sebagai ampas tersebut justru bisa mengendap dan mengganggu fungsi ginjal. Saringan sebaiknya dipilih dengan bahan plastik tebal atau stainless steel. Usahakan menghindari saringan berbahan aluminium karena mudah berkarat dan bisa membuat ramuan herbal terkontaminasi logam tersebut.

PENGENALAN BAHAN-BAHAN YANG BIASA DIGUNAKAN SEBAGAI CAMPURAN RAMUAN HERBAL


Berikut ini trik dan tips beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai campuran ramuan herbal. Tetapi tidik harus dicampurkan, sifatnya sebagai komplemen (pelengkap) saja ... kalau memang perlu dicampurkan untuk meningkatkan khasiat herbal yang berkaitan langsung dengan penyakit pasien, yaitu : 
  1. Garam, salah satu bahan utama yang dicampurkan dalam ramuan herbal yang bermanfaat penetralisasi rasa pahit, menambah aroma, dan membantu penyembuhan penyakit. Bahkan pada masyarakat Jawa, dikatakan pemberian garam pada makanan dan ramuan herbal dapat mengusir benda-benda atau makhluk gaib (astral) yang turut mengganggu seseorang sehingga terkena penyakit tertentu. Penggunaan garam dapar ini biasanya hanya sedikit, ukurann ya sepucuk sendok teh untuk satu liter ramuan herbal. Pilihlah garam yang bersih dan terbebas dari kotoran seperti pasir dan sejenisnya,
  2. Gula Batu, berbentuk kristal padat yang rasanya kurang manis dibandingkan dengan gula pasir. Pemberian gula batu sebagai bahan pemanis pada ramuan herbal lebih disyaratkan dibandingkan dengan pemberian gula pasir atau gula merah. Gula batu sebenarnya terbuat dari gula pasir yang dipanaskan sehingga mengkristal, perubahan rasa sedikit tampak karena gula batu tak semanis gula pasir. Walau pun kurang manis, gula batu banyak digunakan sebagai penambah rasa pada teh ataupun ramuan herbal.
  3. Madu, merupakan produk dihasilkan lebah. Lebah hanya memakan makanan bersih, lebah hanya bermain di tempat yang bersih, dan lebah rajin bekerja. Karena kebersihan dan kualitas si penghasil madu tersebut, maka madu telah lama dinyatakan sebagai obat berbagai macam penyakit. Rasa madu yang manis menjadi penambah aroma dan penetralisasi rasa pahit yang ditimbulkan sebagaian bahan ramuan herbal. Pilih hanya madu asli sebagai salah satu bahan ramuan herbal. Madu buatan atau hanya essence justru akan menimbulkan efek kurang baik bagi tubuh seperti batuk dan pilek.  
  4. Jeruk Nipis, memiliki rasa asam yang segar bersifat antioksidan. Sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan capuran ramuan herbal. Biasanya jeruk nipis digunakan sebanyak satu potong kecil untuk satu gelas ramuan herbal yang siap diminum.
  5. Asam Jawa, yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, lekas mengeringkan luka luar atau dalam tubuh, dan menetralisir aroma pahit menjadi agak segar. Buah asam jawa matang dikupas merupakan salah satu bahan campuran pada beberapa ramuan herbal, baik yang diminum atau dioleskan.
  6. Beras, berfungsi pengikat pada ramuan herbal yang dioleskan. Sedangkan bagi ramuan herbal yang diminum untuk menambah aromah lebih wangi dan mengandung berbagai vitamin terutama vitamin E.
  7. Berbagai Jenis Rimpang, berfungsi sebagai bahan campuran ramuan herbal. Jahe, kunyit, kencur, kunci, dan temulawak. Masing-masing rimpang punya ciri khas berupa rasa, bentuk, bau, dan kegunaannya. Misalnya : Jahe bermanfaat menghanyatkan tubuh dan menghilangkan masuk angin serta perut kembung. Temulawak bermanfaat penjaga hati dan menambah nafsu makan. Kencur untuk meredakan batuk, lengkuas (jawa : Laos) sebagai obat penghilang lelah atau pegal, serta digunakan sebagai obat luar untuk penyakit panu. Rimpang lainnya juga memiliki segudang manfaat. 




STANDAR PENGOLAHAN RAMUAN HERBAL

Berikut ini beberapa trik dan tips dalam mengolah bahan herbal menjadi jamu yang sangat bermanfaat untuk imunitas tubuh.
  1. Jangan lupa cuci tangan. Hal yang paling penting adalah kebersihan si pembuat jamu. Gunakan pakaian yang bersih, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik, baik sebelum maupun sesudah mengolahnya. Jangan lupa juga gunakan masker ya.
  2. Cuci bahan-bahan yang akan dibuat ramuan herbal di bawah air mengalir, baik daun, batang, akar maupun bahan-bahan lain yang langsung didapat dari alam
  3. Pilih bahan-bahan yang terbaik dan masih baru, tidak kadaluarsa, tidak berjamur, tidak berbau apek, dan tidak berubah warna
  4. Pastikan air yang digunakan bersih dan matang. Pilih air yang bersih , gula yang bersih dan berkualitas tinggi sebagai campuran bahan ramuan herbal. Selama membuat jamu, pastikan kamu menggunakan air yang bersih. Lalu rebus air untuk merebus bahan sampai benar-benar mendidih dan matang.
  5. Cuci bersih peralatan pengolahan sebelum digunakan untuk membuat ramuan herbal. Pastikan alat yang dipakai bersih, maka sebelum mengolah bahan tersebut menjadi jamu, pastikan tempat dan alat yang akan dipakai bersih dan steril. 
  6. Pilih panci atau bejana berbahan dasar tanah liat atau teflon, disarankan untuk menggunakan peralatan yang terbuat dari stainless steel. Jangan memilih aluminium atau logam yang bisa mempengaruhi komposisi ramuan herbal
  7. Perhatikan cara penyimpanan bahannya. Saat akan menyimpannya, pastikan bahan jamu segar ini sudah dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan. Setelah itu, simpan di tempat yang bersih dan kering.
  8. Simpan hasil jamu dengan baik dan bersih. Setelah jamunya jadi, gunakan wadah atau botol yang bersih dan sesuai untuk standar aman makanan. Jangan pakai wadah atau botol bekas air mineral yang sekali pakai. Simpan jamu pada suhu yang sejuk dan jangan disimpan terlalu lama, nanti nggak bisa dikonsumsi deh. Hal penting sebelum mengkonsumsinya, pastikan tidak ada perubahan warna, bau, dan rasa pada jamu setelah disimpan.

Selain itu, ada hal penting lain yang perlu diperhatikan jika mengkonsumsi racikan herbal yang dibuat sendiri, yaitu :
  • Pastikan tidak ada reaksi alergi yang muncul.
  • Takaran dan kombinasi harus sesuai, tidak berlebihan.
  • Jangan asal diberikan pada bayi, anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia, dan orang dengan penyakit penyerta.
  • Hati-hati jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
  • Akan lebih baik untuk berkonsultasi dengan dokter untuk penggunaan jamu dan obat secara bersamaan.

Selasa, 29 September 2020

PETA SITUS (SITE MAPS) Info Kesehatan

Perhatian : Informasi ini bukanlah resep atau nasihat medis. Situs / Blog ini bukan pengganti dokter.

Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.

--------------------------------------------------------------------------

HOME

SISTEM TUBUH MANUSIA

  • SISTEM KARDIOVASKULER (The Cardiovascular System)
  • SISTEM  PERCERNAAN (The Digestives System)
  • SISTEM ENDOKRIN (The Endocrine Eystem)
  • SISTEM KEKEBALAN/IMUN (The Immune System)
  • SISTEM LIMFATIK (The Lymphatic System)
  • SISTEM OTOT (The Muscular System)
  • SISTEM SARAF (The Nervous System)
  • SISTEM PERNAPASAN (The Respiratory System)
  • SISTEM REPRODUKSI (The Reproductive System)
  • SISTEM KERANGKA (The Skeleton)
  • SISTEM KEMIH (The Urinary System)

KESEHATAN PEMBULUH / PEREDARAN DARAH (Subset-Supraset Kardiovaskuler)

IMUNOLOGI (Subset-Supraset Sistem Imun) 

SARAF

  • STRUKTUR
  • PERKEMBANGAN
  • FUNGSI
  • SIGNIFIKASI KLINIS
  • HEWAN LAIN
  • SEJARAH
  • REFERENSI LAIN

PENGERTIAN DAN DEFINISI INFEKSI

PENULARAN PENYAKIT MELALUI MAKANAN, AIR, DAN LINGKUNGAN

JUNK FOOD (MAKANAN SAMPAH) VS SUPERFOOD (MAKANAN SEHAT)

SUPLEMEN MAKANAN

FORTIFIKASI PANGAN

GIZI SEIMBANG VS EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA

POLUSI, KERACUNAN, DAN DETOKSIFIKASI

TERAPI DAN PSIKOTERAPI

TERAPI PIJAT

TERAPI AKUPUNTUR (ACUPUNCTURE), AKUPRESUR (ACUPRESSURE), DAN TITIK AKUPUNKTUR (ACUPOINT) 

TERAPI PIJAT REFLEKSI 

TERAPI BEKAM

TERAPI OZON

AYURVEDA (AYURVEDIC MEDICINE)

PENGOBATAN NUKLIR

TERAPI RADIASI

MEDITASI DAN PENYEMBUHAN

TERAPI/PSIKOTERPI DENGAN TENAGA DALAM, PRANA/MANA, CHI/KI (REI KI), CAKRA, DAN RUQYAH

PENGELIHATAN AURA DAN ILMU TERAWANGAN UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT SERTA PENYEBABNYA

TEKNIK KOMUNIKASI TELEPATI DENGAN KESADARAN LAIN   (HEWAN, TUMBUH-TUMBUHAN, MAKHLUK ASTRAL, PATOGEN DLL.) DAN TEKNIK KOMUNIKASI DENGAN TUMBUHAN UNTUK MENGETAHUI KHASIAT TUMBUHAN HERBAL

CARA MERACIK RAMUAN HERBAL

JENIS-JENIS TANAMAN HERBAL DAN KHASIATNYA
TEKNIK PEMBUATAN SERBUK HERBAL DAN JAMU
TEKNIK EKSTRAKSI HERBAL DAN JAMU

TRANSFER FACTOR

SEL PUNCA (STEM CELL)

BIOTEKNOLOGI 
BIOTEKNOLOGI FARMASI DAN KEDOKTERAN

TANATOLOGI

SANITASI DAN TEKNIK LINGKUNGAN
  • SISTEM LINGKUNGAN DAN SANITASI DI WAHANA BAWAH TANAH (BUNGKER/BUNKER)
  • SISTEM LINGKUNGAN DAN SANITASI DI WAHANA BAWAH AIR
  • SISTEM LINGKUNGAN DAN SANITASI DI WAHANA LUAR ANGKASA 
  • SISTEM LINGKUNGAN DAN SANITASI DI WAHANA EKSPLORASI - KOLONI PLANET LAIN




Sabtu, 05 September 2020

INFEKSI PARASIT


Ada banyak macam infeksi, yaitu : Infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi prion, infeksi parasit, dan infeksi jamur. Dua hal yang terakhir kurang mendapatkan perhatian atau sorotan, padahal keduanya bisa menyebabkan gangguan kesehatan yang fatal dan kematian.

Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup lain (disebut inang) dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat lain padanya. Contoh parasit misalnya cacing di dalam perut dan protozoa Plasmodium (penyebab malaria) di dalam darah. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, serta menurunkan produktivitas inang yang ditumpanginya. Ilmu yang mempelajari parasit disebut parasitologi.

Parasitoid merupakan parasit yang menggunakan jaringan dari organisme lain untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai inang yang ditumpangi meninggal karena kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga diketahui sebagai necrotroph.

Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan bergantung pada atas di organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu. Kemudian parasitoid mirip dengan parasit khusus kecuali dalam nasib inang tertentu. Dalam hubungan parasit khusus, parasit dan inang hidup berdampingan tanpa kerusakan mematikan pada inang. Khasnya, parasit mengambil cukup bahan makanan untuk tumbuh tanpa mencegah inang berkembang biak. Dalam hubungan parasitoid, inang dibunuh, normalnya sebelum melahirkan keturunan. Bila diperlakukan sebagi bentuk parasitisme, istilah nekrotrof kadang-kadang digunakan, meski jarang.

Jenis hubungan ini tampaknya hanya terjadi pada organisme yang memiliki tingkat reproduksi yang cepat, seperti serangga, atau tungau (jarang). Parasitoid juga sering berkembang bersama dengan inangnya. Banyak biolog yang menggunakan istilah parasitoid untuk hanya merujuk pada serangga dengan jenis riwayat hidup seperti ini, tetapi beberapa orang berpendapat istilah ini mesti digunakan lebih luas untuk mencakup nematoda parasit, kumbang penggerek benih, bakteri dan virus tertentu (mis. bakteriofag) yang semuanya harus menghancurkan inangnya.

Infeksi parasit menyebabkan beban penyakit yang luar biasa di daerah tropis dan subtropis serta di daerah beriklim sedang.  Dari semua penyakit parasit, malaria menyebabkan kematian terbanyak secara global.  Malaria membunuh lebih dari 400.000 orang setiap tahun, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak kecil di sub-Sahara Afrika.

The Neglected Tropical Diseases (NTDs) atau Penyakit Tropis Terabaikan yang diderita kurang mendapat perhatian oleh komunitas kesehatan masyarakat, termasuk penyakit parasit seperti filariasis limfatik, onchocerciasis, dan penyakit cacing Guinea.  NTD mempengaruhi lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia, sebagian besar di daerah pedesaan negara berpenghasilan rendah.  Penyakit-penyakit ini menimbulkan banyak korban pada populasi endemik, termasuk kehilangan kemampuan untuk bersekolah atau bekerja, terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak, penurunan keterampilan kognitif dan perkembangan pada anak-anak, dan beban ekonomi yang serius yang ditimpakan pada seluruh negara.

Namun, infeksi parasit juga menyerang orang yang tinggal di negara maju, termasuk Amerika Serikat.

Penulis sengaja browsing di internet dan mempelajari infeksi parasit ini menemukan kenyataan  kita menempati salah satu posisi teratas dalam hal infeksi parasit. Ini dikarenakan kondisi lingkungan yang sangat buruk, tidak adanya tindakan dari pihak berwenang, dan ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah ini.

Setiap tahunnya, jutaan orang meninggal dunia dikarenakan penyakit yang dipicu parasit. Pada saat yang sama, jika Anda melihat pada sertifikat kematiannya, Anda tidak akan melihat catatan 'kematian karena parasit' di sana. Kecuali pada kasus-kasus tertentu yang langka, biasanya pada situasi di mana tidak mungkin mengabaikan infeksi parasit  tersebut, misalnya, jantung tersumbat oleh parasit. 

Tidak menguntungkan bagi pihak otoritas medis lokal untuk mengakui tingginya tingkat serangan parasit dan fakta bahwa kira-kira 89% dari semua kematian disebabkan oleh parasit. Selain itu, penyakit yang dipicu oleh parasit memaksa pasien untuk pergi ke klinik dan membeli obat-obatan yang mahal. Ini adalah pangsa pasar yang sangat besar. Harap Anda bisa membaca yang tersirat dari pernyataan ini dan mengerti apa yang dimaksud. 

A. JENIS-JENIS PARASITOID CARA MENYERANG INANG
  • Parasitoid idiobion adalah parasit yang mencegah pertumbuhan inang setelah parasitisasi awal, dan khususnya ini melibatkan tahapan hidup inang yang tak bergerak (mis, telur atau kepompong), dan hampir tanpa pengecualian mereka tinggal di luar inang. 
  • Parasitoid koinobion memugkinkan inang terus berkembang dan sering tak membunuh atau mengambil makanan dari inang hingga menjadi kepompong ataupun dewasa; yang kemudian khasnya melibatkan hidup dalam inang bergerak. Koinobion dapat dibagi lagi menjadi endoparasitoid, yang tumbuh dalam mangsanya, dan ektoparasitoid, yang tumbuh di luar badan inang, meskipun sering berikatan atau berlekatan dengan jaringan inang.
  • Parasitoid hiperparasit / sekunder. Tak umum bagi parasitoid sendiri bertindak sebagai inang untuk anak parasitoid lainnya. Yang terakhir ini umum disebut sebagai hiperparasit namun istilah ini sedikit membingungkan, karena inang dan parasitoid primer dibunuh. Istilah yang lebih baik adalah parasitoid sekunder, atau hiperparasitoid; yang sebagian besar diketahui termasuk ordo Hymenoptera.
B. PENYEBAB INFEKSI PARASIT

Penyebab infeksi parasit adalah tiga organisme, yaitu protozoa, helmint, dan ectoparasites. Berikut penjelasannya : Protozoa, Helmint, dan Ectoparasites

B.1. PROTOZOA

Protozoa adalah organisme sel tunggal yang dapat hidup dan berkembang biak, baik di luar maupun di dalam tubuh manusia. Beberapa jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa antara lain:

B.1.1. Acanthamoebiasis

Acanthamoebiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh amoeba, dan dapat menyerang mata, kulit, serta otak. Amoeba dapat ditemukan di air dan tanah.Sebagai contoh sara penualran, seseorang dapat terinfeksi apabila membersihkan lensa kontaknya dengan air keran yang sudah terkontaminasi.

B.1.2. Amoebiasis

Amoebiasis terjadi akibat parasit jenis Entamoeba histolytica. Parasit ini ditemukan pada usus. Infeksi amoebiasis ditularkan melalui feses orang yang terinfeksi, dan lebih sering terjadi pada pemukiman padat dengan kebersihan yang tidak terjaga dengan baik.

B.1.3. Giardiasis

Giardiasis ditularkan melalui makanan atau minuman yang telah tercemar oleh feses yang mengandung parasit. Pasarin akan masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi usus halus.

B.1.4. Malaria

Berbagai jenis parasit jenis plasmodium dapat menyebabkan penyakit malaria. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dan menyerang sel darah merah dalam tubuh.

B.1.5. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis menyerang hati, jantung, mata, dan otak pasien. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii.Parasit tersebut ditemukan pada susu atau daging babi, domba, maupun kambing yang tidak dimasak dengan matang. Infeksi juga bisa menular lewat kontak dengan makanan atau tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.

B.1.6. Trikomoniasis

Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Salah satu penyakit menular seksual ini biasanya menyerang vagina. Namun trikomoniasis juga dapat dialami oleh pria, dan biasanya tidak bergejala.

B.2. HELMINT (CACING)

Helmint adalah organisme yang dapat hidup di dalam maupun luar tubuh manusia. Parasit ini juga dikenal dengan sebutan cacing adalah organisme multiseluler yang besar umumnya terlihat dengan mata telanjang pada tahap dewasanya.  Seperti protozoa, cacing dapat hidup bebas atau bersifat parasit.  Dalam bentuk dewasanya, cacing tidak dapat berkembang biak pada manusia. 

Satu-satunya yang penting secara medis adalah lintah.  Sebagai catatan, organisme ini biasanya tidak dianggap parasit.

Beberapa jenis cacing yang dapat menyebabkan penyakit infeksi meliputi:

B.2.1. Cacing tambang (hookworm)

Cacing tambang dapat menyerang usus dan menyebabkan gangguan pencernaan. Cacing ini bertelur di tanah dan larvanya dapat memasuki kulit manusia.Gejala awal infeksi cacing tambang meliputi gatal dan ruam pada kulit. Infeksi ini paling umum terjadi pada area lembap dengan kebersihan yang buruk.

B.2.2. Cacing kremi (pinworm)

Cacing kremi adalah cacing jenis Enterobius vermicularis. Cacing ini dapat hidup di dalam usus besar dan rektum manusia.Cacing kremi bertelur di sekitar anus ketika penderita tidur. Akibatnya, akan timbul rasa gatal anus pada malam hari. Penyakit yang disebabkan infeksi cacing kremi dikenal dengan nama enterobiasis.

B.2.3. Cacing pita (tapeworm)

Infeksi cacing pita disebabkan oleh cacing jenis taenia. Cacing ini menyerang usus dan ditularkan melalui konsumsi daging sapi atau babi yang kurang matang.

B.2.4. Cacing gelang (roundworm)

Infeksi cacing gelang dikenal juga dengan nama ascariasis. Infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, tapi cacing dapat ditemukan di feses.

B.2.5. Cacing cambuk (whipworm)

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing cambuk adalah trichuriasis. Seseorang dapat terinfeksi melalui konsumsi buah serta sayur yang tidak bersih dan mengandung telur cacing. Cacing ini hidup di usus besar dan bisa keluar lewat feses.

B.2.6. Filaria

Cacing jenis filaria dapat menyebabkan penyakit filariasis. Di Indonesia, penyakit ini lebih dikenal dengan nama kaki gajah.  Infeksi cacing filaria ditularkan melalui gigitan nyamuk. Cacing dewasa dapat hidup di saluran limfatik dan menyebabkan bengkak, terutama pada bagian kaki.

B.3. ECTOPARASITES

Meskipun istilah ektoparasit secara luas dapat mencakup arthropoda penghisap darah seperti nyamuk (karena mereka bergantung pada makanan darah dari inang manusia untuk kelangsungan hidup mereka), istilah ini umumnya digunakan secara lebih sempit untuk merujuk pada organisme seperti fleas (kutu pinjal), ticks (kutu caplak), lice (kutu rambut), dan mites (tungau) yang menempel atau bersembunyi di kulit dan menetap di sana untuk jangka waktu yang relatif lama (misalnya, berminggu-minggu hingga berbulan-bulan).  Arthropoda penting dalam menyebabkan penyakit dengan sendirinya, tetapi bahkan lebih penting sebagai vektor, atau penular, dari banyak patogen berbeda yang pada gilirannya menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang luar biasa dari penyakit yang mereka sebabkan. Contoh penyakit infeksi ectoparasites yang sering ditemukan di Indonesia adalah kudis atau skabies. Penyakit ini akan menimbulkan kelainan kulit.Penularan kudis terjadi melalui aktivitas seksual, kontak kulit, pakaian, hingga tempat tidur (misalnya, seprai dan sarung bantal).

C. TANDA DAN GEJALA INFEKSI PARASIT

Sejumlah kelompok penelitian sepakat bahwa produk buangan parasit menyebabkan munculnya papiloma atau kutil pada kulit manusia. Selain itu, jika Anda melihat kutil pada kulit Anda, ini berarti parasit sudah menetap di dalam tubuh Anda dan bertelur secara aktif. Ini berarti bahwa setiap orang yang memiliki kutil pada kulitnya berada dalam bahaya besar. 

Walau pun kelihatannya tidak ada korelasinya (hubungan) antara satu sam lain antara parasit dan papiloma, karena kutil dipicu oleh virus ... infeksi human papillomavirus (HPV) adalah kondisi yang disebabkan oleh HPV. Human papillomavirus (HPV) sendiri adalah virus yang menyebar lewat hubungan seks, dan menjadi penyebab kutil kelamin dan kanker. Terdapat berbagai jenis HPV. Beberapa di antaranya menjadi penyebab kanker serviks.

Lembaga Penelitian Ilmiah Parasitologi Medis dan Kedokteran Tropis telah menemukan alasan sebenarnya munculnya papiloma pada tubuh manusia: infeksi parasit. Studi terbaru menunjukkan bahwa produk utama parasit adalah racun dan racun ini membentuk lingkungan yang ideal di perut manusia bagi perkembangan bakteri berlendir dan virus ... sebagai medium pertumbuhan dan perkembangan . Karena alasan inilah, pada tubuh orang-orang yang terinfeksi parasit dapat ditemukan kutil atau papiloma.  Jadi orang yang punya kutil belum tentu terinfeksi parasit, tetapi orang yang terinfeksi parasit bisa dipastikan punya kutil.

Jika seseorang memiliki papiloma atau kutil pada kulitnya, artinya bisa jadi koloni parasit mematikan telah menghuni organ-organ internalnya dan secara perlahan memakan daging penghuninya. Berdasarkan statistik, lebih dari 1 miliar orang terinfeksi parasit ... Dan sekali lagi, kira-kira 89% dari semua kematian, termasuk kematian yang tercatat sebagai kematian karena sebab 'alami' memiliki satu penyebab yang sama - parasit, yang secara perlahan memakan tubuh kita dari dalam.

Pada kenyataannya, anggapan bahwa parasit yang menyerang kita hanya berupa cacing saja merupakan sebuah kesalahpahaman besar. Terdapat bermacam-macam jenis parasit yang hidup di dalam berbagai organ tubuh, yang mengakibatkan konsekuensi yang beragam pula. Selain itu, cacing, atau terutama helminth, sangat berbahaya. Cacing merusak usus, mengakibatkan pembusukan usus, dan kemudian kematian. Ngomong-ngomong, bahkan cacing pun sulit untuk ditemukan dan dibasmi.

Selain cacing, ada ribuan parasit yang dapat hidup di hati, otak, paru-paru, darah, dan perut Anda. Dan hampir semuanya mematikan. Beberapa diantaranya langsung bertindak agresif dan merusak tubuh. Parasit lain hidup mendiami tubuh tanpa kita sadari sampai jumlahnya menjadi sangat besar sehingga tubuh tidak dapat lagi menahan kerusakan karenanya, sehingga orang tersebut meninggal. Parasit menyebabkan berbagai komplikasi mematikan: serangan jantung, tumor kanker, sirosis hati, nefritis, pembusukan ginjal, dll.

Pada saat yang sama, dapat dikatakan bahwa hampir semua orang terinfeksi parasit. Masalahnya, kebanyakan dari kasus infeksi parasit ini sangat sulit dideteksi. Dan ketika akibat dari infeksi parasit terlihat, dokter mencoba untuk menghilangkan hanya gejalanya saja. Bahkan selama otopsi tubuh, tes khusus diperlukan untuk mendeteksi parasit. Setidaknya untuk sebagian besar dari parasit.

Satu-satunya gejala universal yang secara akurat dapat memastikan infeksi parasit dalam tubuh manusia adalah papiloma atau kutil.

Dapatkah memberikan beberapa contoh spesifik kasus serangan parasit? Faktanya dilapangan menceritakan kepada Anda ratusan kasus. Tapi, mungkin lebih mudahnya, fokus pada contoh-contoh yang dapat dengan jelas menunjukkan bahaya parasit.

  • Situasi yang berakhir bahagia. Pasien mengeluhkan nyeri perut sesekali. Pemeriksaan menunjukkan bahwa seluruh ususnya tersumbat oleh cacing. Semua cacing itu menggali labirin di sana, kemudian proses pembusukan dimulai, dan pasien tersebut hampir mengalami sepsis. Selama operasi, sebagian usus diangkat, cacing dibersihkan, dan jaringan yang membusuk dibuang. Dan setelah seminggu dalam perawatan intensif, pasien tersebut merasa lebih sehat.
  • Rahim atau uterus dengan koloni parasit di dalamnya. Sayangnya, sudah tak mungkin lagi membuang koloni parasit tersebut, karena parasit dan larvanya sudah mengisi rahim sepenuhnya dan memperbesar volumenya, berkali-kali lipat. Karena itu, rahimnya harus diangkat. Sang pasien berhasil diselamatkan. Karena keracunan tubuhnya terlalu parah, dia menjalani terapi khusus setelah pengangkatan rahim, namun dia akhirnya meninggal dalam waktu 3 tahun setelahnya.
  • Kista Ekinokokus pada jantung. Penyakit ini terlambat dideteksi. Dokter yang merawatnya awalnya menganggap bahwa pasien tersebut hanya mengalami penyakit jantung koroner dan angina, tetapi kenyataannya jauh lebih kejam. Operasi yang dilakukan tidak berguna, perawatan konservatif juga tidak membantu. Transplantasi jantung juga tidak berhasil - tidak ada donor. Akibatnya, pasien meninggal tanpa bisa sadar kembali.

Bagaimana seseorang bisa tahu bahwa dia terinfeksi parasit? Sayangnya, bisa dibilang bahwa tidak ada metode pasti untuk mendiagnosis adanya parasit di dalam tubuh manusia. Sebagian, ini dikarenakan ada begitu banyaknya jenis parasit (lebih dari 2.000 spesies yang telah diketahui), dan sebagian lagi karena tingginya tingkat kesulitan untuk mendeteksi parasit. Pemeriksaan parasit lengkap hanya dapat dilakukan di beberapa tempat saja di Indonesia, dan menghabiskan biaya yang sangat mahal.

Gejala-gejala awal yang menunjukkan adanya parasit dalam tubuh:
- Papiloma atau kutil;
- Bau mulut;
- Alergi (ruam, mata berair, pilek);
- Ruam dan kemerahan pada kulit;
- Sering masuk angin, sakit tenggorokan, hidung tersumbat;
- Kelelahan kronis (Anda cepat lelah, apa pun yang Anda lakukan);
- Sering sakit kepala;
- Sembelit atau diare;
- Nyeri pada sendi dan otot;
- Gugup, susah tidur, dan gangguan nafsu makan;
- Lingkaran hitam, kantung di bawah mata;

Jika setidaknya ada salah satu dari gejala tersebut, maka kemungkinan 99% ada parasit di tubuh Anda. Dan Anda harus membasmi parasit itu sesegera mungkin!

D. SARANA PENULARAN INFEKSI PARASIT 

Infeksi parasit dapat menyebar melalui berbagai  sarana berikut ini :  Binatang, Darah, Makanan, Air, dan Serangga.

D.1. Binatang

Contoh penularan ini adalah cacing tambang dan cacing gelang, yang dapat menginfeksi hewan peliharaan seperti anak kucing dan anak anjing. Binatang yang sudah terinfeksi kemudian menularkannya pada manusia.

D.2. Darah

Beberapa jenis parasit dapat ditularkan lewat darah. Ini berarti, parasit bisa ditemukan dalam darah dan dapat menular melalui paparan darah penderita. Misalnya, toksoplasmosis dan malaria.

D.3. Makanan

Beberapa parasit bisa menular melalui makanan, terutama makanan mentah, tidak dimasak dengan matang, atau tidak dicuci dengan bersih.

D.4. Air

Contoh parasit yang bisa menyebar lewat air adalah amebiasis dan giardiasis.

D.5. Serangga

Sejumlah parasit dapat menyebar melalui serangga. Misalnya, malaria akibat protozoa, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. 

E. Faktor risiko infeksi parasit

Setiap orang memang dapat mengalami infeksi parasit. Namun sebagian orang bisa saja memiliki risiko yang lebih tinggi karena hal-hal di bawah ini:
  • Memiliki sistem kekebalan tubuh (imun) yang lemah, misalnya mengidap HIV/AIDS, menjalani kemoterapi untuk mengobati kanker, atau mengonsumsi imunosupresan
  • Mengalami penyakit lain
  • Tinggal atau bepergian ke daerah tropis maupun subtropis
  • Tinggal di pemukiman padat penduduk
  • Kekurangan air bersih
  • Berenang di danau, sungai, atau kolam, yang menjadi lokasi kembang biak Giardia lamblia atau parasit lain
  • Bekerja di tempat penitipan anak
  • Mimiliki profesi yang membutuhkan kontak rutin dengan tanah atau kotoran
  • Memelihara hewan, misalnya kucing
F. DIAGNOSIS

Diagnosis infeksi parasit dapat dilakukan dengan beberapa cara di bawah ini : Tes darah, Pemeriksaan feses, Endoskopi atau kolonoskopi, dan Pemeriksana pencitraan

Dokter juga mungkin menyarankan pemeriksaan penunjang lebih lanjut bila diperlukan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat bakteri atau organisme lain. 

F.1. Tes darah

Beberapa jenis infeksi parasit dapat dideteksi dengan tes darah, baik tes serologi dan tes apus darah.Tes serologi dapat mendeteksi ada tidaknya antibodi terhadap parasit tertentu. Sedangkan tes apus darah bisa mendeteksi keberadaan parasit dalam darah pasien. Tes apus darah umumnya bisa mendiagnosis malaria dan filariasis.

F.2. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses dilakukan dengan mengambil sampel tinja pasien. Dokter lalu mengeceknya untuk mendeteksi parasit atau telurnya.Tes tinja bertujuan mencari parasit penyebab diare, sakit perut, kembung, dan gangguan pencernaan lainnya.

Pada kasus infeksi menular yang menyerang saluran pencernaan seperti Giardiasis dan infeksi cacing tertentu, cara terbaik untuk menguji Anda terinfeksi atau tidak adalah dengan melakukan tes feses. Ada tes tinja konvensional yang menggunakan sampel dari feses Anda. Feses Anda nanti dibawa ke laboratorium untuk dilihat ada atau tidaknya organisme merugikan dengan mikroskop.

Dokter juga bisa menentukan diagnosis lewat tes feses komprehensif. Tes ini dilakukan dengan cara menguji sampel feses menggunakan teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk memperkuat adanya DNA parasit.

F.3. Endoskopi atau kolonoskopi

Endoskopi atau kolonoskopi mungkin dilakukan jika dokter tidak menemukan penyebab gangguan pencernaan pada feses. Dengan kedua pemeriksaan ini, dokter dapat mendeteksi ada tidaknya parasit atau gangguan lain dalam saluran cerna.

F.4. Pemeriksana pencitraan

Pemeriksana pencitraan yang dianjurkan bisa berupa rontgen, MRI, atau CAT scan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda kerusakan pada organ dalam akibat infeksi parasit.

G. ANTI PARASIT

Antiparasit adalah golongan pengobatan yang diindikasikan untuk pengobatan penyakit parasit , seperti yang disebabkan oleh cacing ,  amuba , ektoparasit , jamur parasit ,  dan protozoa , antara lain. Antiparasit menargetkan agen parasit dari infeksi dengan menghancurkannya atau menghambat pertumbuhannya;  mereka biasanya efektif melawan sejumlah parasit dalam kelas tertentu. Antiparasit adalah salah satu obat antimikroba yang meliputi antibiotik yang menargetkan bakteri , dan antijamur yang menargetkan jamur . Mereka dapat diberikan secara oral , intravena atau topikal .

Antiparasit Spektrum Luas, yang serupa dengan antibiotik spektrum luas untuk bakteri, adalah obat antiparasit dengan kemanjuran dalam mengobati berbagai macam infeksi parasit yang disebabkan oleh parasit dari kelas yang berbeda.

Bagaimana orang-orang bisa membasmi parasit dan melindungi diri dari parasit?
     
Kondisi saat ini terkait obat-obatan untuk mengobati serangan parasit cukup pelik. Tentu saja, ada beberapa obat yang sangat khusus yang dapat membersihkan tubuh dari cacing. Ada juga beberapa obat yang kurang lebih efektif untuk beberapa jenis cacing hati dan parasit hati. Masalah utamanya adalah bahwa obat-obatan ini hanya membasmi satu jenis parasit tertentu saja. Sementara setiap orang setidaknya terinfeksi 7-8 spesies parasit. Jika kita mengambil angka rata-rata, kita mendapatkan kira-kira 11-14 jenis parasit untuk setiap orang yang terinfeksi.

G.1. JENIS OBAT ANTI PARASIT

G.1.1. Spektrum luas
Nitazoxanide 

G.1.2. Antiprotozoa

Agen antiprotozoa (kode ATC: ATC P01) adalah kelas obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan infeksi protozoa.

Protozoa memiliki sedikit kesamaan satu sama lain (misalnya, Entamoeba histolytica, organisme unikont eukariotik, lebih dekat hubungannya dengan Homo sapiens, yang termasuk dalam kelompok filogenetik unikont, daripada dengan Naegleria fowleri, organisme eukariotik bikont) dan sebagainya  agen yang efektif melawan satu patogen mungkin tidak efektif melawan patogen lain.

Mereka dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme atau berdasarkan organisme.   Makalah terbaru juga mengusulkan penggunaan virus untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh protozoa. 
  • Melarsoprol (untuk pengobatan penyakit tidur yang disebabkan oleh Trypanosoma brucei )
  • Eflornithine (untuk penyakit tidur )
  • Metronidazole (untuk vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas )
  • Tinidazole (untuk infeksi usus yang disebabkan oleh Giardia lamblia )
  • Miltefosine (untuk pengobatan leishmaniasis visceral dan kulit, saat ini sedang menjalani pemeriksaan untuk penyakit Chagas )
G.1.2.1. Penggunaan Medis

Antiprotozoa digunakan untuk mengobati infeksi protozoa, yang meliputi amebiasis, giardiasis, cryptosporidiosis, mikrosporidiosis, malaria, babesiosis, trypanosomiasis, penyakit Chagas, leishmaniasis, dan toksoplasmosis.  Saat ini, banyak pengobatan untuk infeksi ini dibatasi oleh toksisitasnya. 

G.1.2.2. Terminologi usang

Dahulu kala protista dianggap protozoa, tetapi akhir-akhir ini kategorisasi organisme uniselar telah mengalami perkembangan pesat, namun dalam literatur, termasuk ilmiah, penggunaan istilah antiprotozoal cenderung tetap padahal yang mereka maksudkan adalah anti-protista.  Protista adalah superkategori eukariota yang mencakup protozoa.

G.1.2.3. Mekanisme

Mekanisme obat antiprotozoal berbeda secara signifikan dari obat ke obat.  Misalnya, eflornithine, obat yang digunakan untuk mengobati trypanosomiasis, menghambat ornithine dekarboksilase, sedangkan antibiotik / antiprotozoa aminoglikosida yang digunakan untuk mengobati leishmaniasis dianggap menghambat sintesis protein. 

G.1.2.4. Contoh
  • Eflornithine
  • Furazolidone
  • Hydroxychloroquine
  • Melarsoprol
  • Metronidazole
  • Nifursemizone
  • Nitazoxanide
  • Ornidazole
  • Paromomycin sulfate
  • Pentamidine
  • Pyrimethamine
  • Quinapyramine
  • Ronidazole
  • Tinidazole

G.1.3. Antihelminthic

Antelmintik atau antihelminthik adalah kelompok obat antiparasit yang mengusir cacing parasit (cacing) dan parasit internal lainnya dari tubuh dengan cara memingsankan atau membunuh mereka dan tanpa menyebabkan kerusakan yang berarti pada inang.  Mereka juga bisa disebut vermifuges (yang membuat pingsan) atau vermicides (yang membunuh).  Antelmintik digunakan untuk mengobati orang yang terinfeksi cacing, suatu kondisi yang disebut helminthiasis.  Obat ini juga digunakan untuk mengobati hewan yang terinfeksi.

Pil yang mengandung anthelmintik digunakan dalam kampanye pemberantasan cacing massal pada anak usia sekolah di banyak negara berkembang.   Obat pilihan untuk cacing yang ditularkan melalui tanah adalah mebendazole dan albendazole, untuk schistosomiasis dan cacing pita adalah prazikuantel. 

Anthelmintik Papain, juga dikenal sebagai papaya proteinase I, adalah enzim cysteine ​​protease (EC 3.4.22.2) yang terdapat pada pepaya (Carica papaya) dan pepaya gunung (Vasconcellea cundinamarcensis) efek pada Heligmosomoida bakeri.


G.1.3.1. Penggolongan cacing dan obatnya

G.1.3.1.1. Antinematoda

Ancylostoma caninum, sejenis cacing tambang , menempel pada mukosa usus.
  • Mebendazole (untuk sebagian besar infeksi nematoda)
  • Pyrantel pamoate (untuk sebagian besar infeksi nematoda)
  • Thiabendazole (untuk infeksi cacing gelang )
  • Diethylcarbamazine (untuk pengobatan filariasis limfatik )
  • Ivermectin (untuk pencegahan kebutaan sungai )
G.1.3.1.2. Anticestodes
  • Niclosamide (untuk infeksi cacing pita )
  • Praziquantel (untuk infeksi cacing pita)
  • Albendazole (spektrum luas)
G.1.3.1.3. Antitrematoda

Praziquantel

G.1.3.2. Jenis antihelminthik

Antiparasit yang secara khusus menargetkan cacing dari genus Ascaris disebut ascaricides.

Benzimidazoles :
  • Albendazole - efektif melawan cacing kremi, cacing gelang, cacing cambuk, cacing pita, cacing tambang
  • Mebendazole - efektif melawan berbagai nematoda
  • Thiabendazole - efektif melawan berbagai nematoda
  • Fenbendazole - efektif melawan berbagai parasit
  • Triclabendazole - efektif melawan cacing hati
  • Flubendazole - efektif melawan sebagian besar parasit usus

Abamektin (dan dengan ekstensi ivermectin) - efektif melawan sebagian besar cacing usus, kecuali cacing pita, di mana prazikuantel biasanya digunakan bersama untuk pengobatan cacing massal.

Diethylcarbamazine - efektif melawan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Loa loa.

Pyrantel pamoate - efektif melawan sebagian besar infeksi nematoda yang berada di dalam usus

Levamisol

Salicylanilide - pemisah mitokondria (hanya digunakan untuk infeksi cacing pipih) : 
  • Niclosamide 
  • Oxyclozanide
Nitazoxanide - dengan mudah membunuh Ascaris lumbricoides, dan juga memiliki efek antiprotozoal

Praziquantel - efektif melawan cacing pipih (misalnya cacing pita dan schistosoma)

Octadepsipeptides (misalnya Emodepside) - efektif melawan berbagai cacing gastrointestinal

Monepantel (kelas aminoacetonitrile) - efektif melawan berbagai nematoda termasuk yang resisten terhadap kelas anthelmintik lainnya

Spiroindol (misalnya derquantel) - efektif melawan berbagai nematoda termasuk yang resisten terhadap kelas anthelmintik lainnya

Artemisinin - menunjukkan aktivitas anthelmintik

G.1.3.3. Resistensi antelmintik

Kemampuan parasit untuk bertahan hidup dari pengobatan yang umumnya efektif pada dosis yang dianjurkan merupakan ancaman utama bagi pengendalian cacing parasit di masa depan pada ruminansia kecil dan kuda.  Hal ini terutama berlaku untuk nematoda, dan telah membantu memacu perkembangan turunan aminoacetonitrile untuk pengobatan terhadap nematoda yang resistan terhadap obat, serta eksplorasi doksisiklin untuk membunuh bakteri endosimbiotik Wolbachia.

Resistensi diukur dengan nilai "pengurangan jumlah telur feses" yang bervariasi untuk berbagai jenis cacing. 

Pengobatan dengan obat antihelminthic membunuh cacing yang fenotipenya membuat mereka rentan terhadap obat tersebut, tetapi parasit yang resisten bertahan dan meneruskan gen "resisten" mereka.  Varietas yang tahan terakumulasi, dan kegagalan perawatan akhirnya terjadi.

G.1.4. Antiamoebics

Rifampisin
Amfoterisin B

G.1.5. Antijamur

Fumagillin (untuk mikrosporidiosis )

G.2. PENGGUNAAN MEDIS

Antiparasit mengobati penyakit parasit, yang berdampak pada sekitar 2 miliar orang.

G.2.1. ADMISISTRASI

Antiparastik dapat diberikan melalui berbagai cara tergantung pada obat tertentu, termasuk oral, topikal, dan intravena. 

Resistensi terhadap antiparasit semakin mengkhawatirkan, terutama dalam kedokteran hewan. Uji telur menetas dapat digunakan untuk menentukan apakah parasit yang menyebabkan infeksi menjadi kebal terhadap perawatan obat standar. 

G.3. SEJARAH PENGEMBANGAN OBAT

Antiparasit awal tidak efektif, sering kali bersifat toksik bagi pasien, dan sulit diberikan karena sulitnya membedakan antara inang dan parasit. 

Antara tahun 1975 dan 1999 hanya 13 dari 1.300 obat baru yang antiparasit, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa insentif yang ada tidak memadai untuk mendorong pengembangan pengobatan baru untuk penyakit yang secara tidak proporsional menargetkan negara-negara berpenghasilan rendah. Hal ini menyebabkan sektor publik dan kemitraan publik-swasta (PPP) baru, termasuk investasi oleh Bill and Melinda Gates Foundation . Antara 2000 dan 2005, dua puluh agen antiparasit baru dikembangkan atau dalam pengembangan. Senyawa yang mengandung logam adalah subjek dari pendekatan lain. 

G.4. RISET OBAT ANTI PARASIT

Dalam dekade terakhir, triazolopyrimidines dan kompleks logamnya telah dipandang sebagai obat alternatif untuk antimonial komersial yang ada, mencari penurunan efek samping dan pengembangan resistensi obat parasit.

G.5. OBAT ANTI PARASIT DARI HERBAL 
    
Untuk mengobati infeksi parasit kita perlu tahu jenis parasitnya dan penyakit yang ditumbulkannya, lalu kita bisa menentukan obat yang tepat untuk infeksi parasit tertentu.
    
G.5.1. RAMUAN HERBAL I

Namun, jangan berkecil hati ... Anda bisa membuat ramuan bahan herbal alami yang bisa mengatasi infeksi berbagai jenis infeksi parasit dengan spektrum yang luas terutama jenis protozoa dan cacing mau pun ectoparasit.

Ramuan HERBAL :
~ Morinda Citrifolia, atau buah mengkudu, yang memiliki berbagai macam manfaat diantaranya meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penyakit jantung, sebagai anti inflamasi, antioksidan serta anti tumor dan kanker. Selain itu ...
~ Granati Pericarpium atau kulit buah delima, yang membantu menghancurkan virus patogen, jamur dan bakteri, serta meredakan sakit tenggorokan. Secara bersamaan, bahan-bahan tersebut saling melengkapi satu sama lain dan memiliki efek yang sangat positif untuk menyingkirkan parasit.
Note : 
~ Mengkudu bisa diblender sampai halus. Lalu kulit buah delima dicincang lebut atau diparut lalu direbus ... air rebusan dicampur dengan mengkudu yang sudah diblender halus... dimimum setiap hari 3x2 s/d 3x3 gelas sampai parasit hilang dari tubuh
~ Masing-masing 1 buah (baik mengkudu maupun kulit buah delima) untuk satu hari, dosis bisa ditingkatkan 
~ Kulit buah delima direbus dicampur air yang disesuaikan jumlah gelas (3x2 s/d 3x3 gelas), disaring  dan diendapkan lalu sari airnya  dicampur dengan jus mengkudu ( mengkudu yang sudah diblender) .

G.5.2. BAHAN ALAMI YANG DAPAT MENDETOKS TUBUH DARI PARASIT

G.5.2.1. Bawang putih

Bawang putih terkenal sebagai antibiotik alami paling ampuh, yang dapat memusnahkan lebih dari 60 tipe jamur dan 20 tipe bakteri.

Begitupun memusnahkan beberapa jenis virus. Bawang dapat menghilangkan parasit dan sangat efektif untuk mengontrol infeksi jamur sekunder.

Sebab ia kaya akan antioksidan, mencegah oksidasi yang disebabkan oleh racun parasit.

Kandungannya yang dapat membunuh parasit adalah allicin dan ajoene, termasuk pula parasit varietas satu sel, cacing kremi dan cacing kait.

Namun kandungan allicin ini tidak efektif sebagai detoks jika bawang putih rusak atau dicincang.

Enzim allinase bekerja pada allisin kimiawi, mengubahnya menjadi allicin.

Karena itu, gunakan bawang putih yang dihaluskan atau dijus untuk efek terbaik.

G.5.2.2. Cengkeh

Cengkeh merupakan tumbuhan herbal yang paling memiliki sifat antimikroba.

Sifat antimikroba mereka disebabkan oleh kandungan caryophyllene.

Mereka memasuki aliran darah dan menghancurkan parasit mikroskopik dan parasit larva dan telur.

Cengkeh mengobati kolera, malaria, tuberkulosis, kudis dan parasit lainnya, virus, bakteri, dan jamur, termasuk Candidia, dan semua spesies Shigella, Staphylococcus, dan Streptococcus.

G.5.2.3. Jahe

Ini membantu pencernaan dan meningkatkan sirkulasi, jadi ini juga mengobati gas dan mual yang terkait dengan parasit yang mati.

Ini juga meningkatkan produksi asam lambung, yang menghancurkan parasit dan melindungi infeksi.

Untuk menghilangkan lendir, gunakan jahe segar, dan gunakan olahan jahe untuk mengobati masalah pencernaan.

G.5.2.4. Biji Ketimun

Biji ketimun sangat baik dalam menghilangkan cacing pita di dalam saluran pencernaan.

Ini sangat baik untuk membuat parasit minggat dari tubuh.

Ketimun mengandung enzim bermanfaat yang membunuh cacing pita.

Caranya, giling biji mentimun menjadi bubuk dan tambahkan satu sendok teh ke smoothie Moms setiap hari.

G.5.2.5. Biji Labu Mentah

Lemak alami yang dikandungnya beracun bagi telur parasit, dan Curcurbitin yang dikandungnya memiliki aktivitas anti-parasit yang kuat, karena melumpuhkan cacing sehingga mereka menurunkan dinding usus.

Benih ini digunakan oleh ilmuwan China dalam pengobatan schistosomiasis akut dan infestasi cacing pita.

Kocok setengah cangkir dalam penggiling kopi dan tambahkan ke salad atau smoothies.

G.5.2.6. Pepaya

Pepaya secara efektif menghancurkan banyak cacing parasit, termasuk cacing pita.

Bagian yang paling ampuh adalah biji.

Menurut The University of Maryland Medical Center, kombinasi madu dan biji pepaya dapat membersihkan tubuh dari parasit.

Untuk efek terbaik, kupas pepaya dan fermentasi dalam cuka sari apel selama 24 jam, lalu konsumsilah 8 ons pepaya dan minum 2 ons air garam selama 4 hari.

Ini adalah resep untuk smoothie pepaya yang disarankan oleh Chaudhary MD, ahli saraf dan praktisi Ayurveda:

Giling benih pepaya berukuran sedang di penggiling kopi, tambahkan satu sendok makan minyak kelapa murni organik, secangkir santan dan bebereapa potongpepaya.

Kemudian, campurkan semuanya, dan minum setiap hari ini selama seminggu.

G.5.2.7. Kunyit

Kunyit adalah salah satu ramuan yang paling bermanfaat yang dapat Moms gunakan.

Sebab kunyit berkhasiat sebagai antikanker yang kuat, anti-inflamasi, penyembuhan luka, sifat mengusir cacing, dan detoksifikasi.

Untuk penyerapannya lebih baik, campurkan dengan minyak kelapa dan lada hitam.

Bahan ini dapat membuat parasit minggat dari tubuh Moms.

Sementara itu, melansir verywellhealth, ada pula cara alami lain yang bisa dilakukan agar parasit minggat dari dalam tubuh, salah satunya dengan diet.

G.5.3. DIET DALAM PENGOBATAN INFEKSI PARASIT USUS

Diet terkadang direkomendasikan dalam pengobatan parasit usus.
Caranya yaitu meliputi:
  • Hindari konsumsi kopi, gula rafinasi, alkohol, dan biji-bijian olahan untuk sementara waktu
  • Masukkan lebih banyak bawang putih ke dalam makanan sehari-hari
  • Perbanyak konsumsi wortel, ubi jalar, labu, dan makanan lain yang tinggi beta-karoten 
  • Tingkatkan kembali bakteri bermanfaat dalam usus dengan makan makanan kaya probiotik seperti yogurt
  • Konsumsi makanan yang kaya vitamin C dan vitamin B
  • Beberapa praktisi kesehatan juga menyarankan pembersihan usus atau detoksifikasi.
Namun, jika parasit dalam tubuh tak kunjung minggat maka Moms perlu melakukan pemeriksaan ke dokter untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

Melansir medicalnewstoday, dalam beberapa kasus, parasit bisa sembuh sendiri, terutama pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat.

Tapi, bila parasit menyebabkan gejala atau mengakibatkan komplikasi, dokter kemungkinan akan memesan obat antiparasit yang dapat membunuh parasit.

PETA SITUS (SITE MAPS) Info Kesehatan

Perhatian : Informasi ini bukanlah resep atau nasihat medis. Situs / Blog ini bukan pengganti dokter. Jika Anda perlu bantuan atau hendak be...