Terjemahan

Rabu, 14 Oktober 2020

TANAMAN OBAT (HERBAL)


Herbal adalah tanaman/tumbuhan yang punyai kegunaan (nilai lebih) dalam pengobatan. Jadi, semua jenis tanaman yang mengandung bahan (zat aktif) berguna untuk pengobatan bisa digolongkan sebagai herbal. Herbal kadang-kadang disebut juga sebagai tanaman obat, sehingga dalam perkembangannya dimasukkan sebagai salah satu bentuk pengobatan alternatif. Jadi Herba adalah seluruh bagian tumbuhan di atas tanah terdiri dari batang, daun, bunga, dan buah.

Pengobatan Herbal masih banyak yang harus di teliti lebih lanjut, dikarenankan kebanyakan dari penelitian herbal secara medis belum banyak yang melibatkan percobaan terhadap tubuh manusia. Yang sebelumnya diujicobakan pada hewab percobaan. 

LD50 adalah dosis suatu obat atau bahan obat yang menyebabkan kematian 50% dari populasi hewan uji.

Obat herbal adalah obat bersifat organik atau alami, sama seperti tubuh kita. Obat herbal murni diambil dari saripati tumbuhan yang mempunyai manfaat untuk pengobatan, tanpa ada campuran bahan kimia buatan (sintetis) dan tanpa campuran hewan. Obat Herbal harus berasal dari tumbuhan (nabati) misalnya jahe, temulawak, kunyit, bawang putih, ginseng dan lain-lain. Jika suatu obat telah mengandung unsur hewani maka ia tidak dapat disebut sebagai herbal lagi, melainkan masuk dalam katagori obat tradisional/jamu yang masih dapat bercampur dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan seperti telur atau tripang.

Obat tradisional (jamu) adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.

Ramuan Obat Tradisional merupakan satu jenis tanaman atau lebih dengan zat tambahan lainnya yang bersifat inert/netral.

Contoh jamu bermerek adalah Kuku bima, Pegal linu, Gemuk sehat, Tolak angin, Tuntas, Rapet wangi, Kuldon,  Strong pas, Tolak Angin, Antangin Mint, Antangin Jahe merah, Darsi, Enkasari, Batugin elixir, ESHA, Buyung upik, Susut perut, Selangking singset, Herbakof, Curmino.

Pada jamu tidak boleh ada klaim khasiat menggunakan istilah farmakologi/medis seperti jamu untuk hipertensi, jamu untuk diabetes, jamu untuk hiperlipidemia, jamu untuk TBC, jamu untuk asma, jamu untuk infeksi jamur candida, jamu untuk impotensi dll.

Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah distandarisasi.

Contoh OHT yang beredar di Indonesia adalah Antangin JRG, OB Herbal, Mastin, Lelap, Diapet

Farmakope adalah buku resmi yang dikeluarkan oleh suatu negara yang berisi standarisasi, panduan dan pengujian sediaan obat.

Farmakope (dari tipografi usang pharmacopœia, secara harfiah berarti "pembuatan obat"), dalam pengertian teknis modern, adalah buku yang berisi petunjuk untuk mengidentifikasi obat majemuk, dan diterbitkan oleh otoritas pemerintah atau  masyarakat medis atau farmasi.

Fitofarmakologi adalah studi dan praktik pemberantasan patologi tumbuhan yang berasal dari Verbandes Deutscher Pflanzenärzte (1928-1939), (Perkumpulan Dokter Tumbuhan Jerman), dipimpin oleh Otto Appel, yang dikenal sebagai Penyelenggara Perlindungan Tanaman Jerman, yang pada awalnya mendefinisikan terminologi Phyto-Medicine atau Plant-Medicine.  Deutsche Phytomedizinische Gesellschaft (German Phytomedicine Society) adalah asosiasi praktisi phytomedicine Jerman.  Program akademik di phytomedicine, seperti di Universitas Hohenheim, mempertimbangkan hubungan timbal balik antara mikroorganisme patogen dan tanaman, metode pengendalian penyakit, dan program penelitian.

Pada tahun 1936, istilah fitofarmakologi digunakan untuk bidang studi obat-obatan yang mempengaruhi tumbuhan.

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin, VipAlbumin plus, Rheumaneer.

Memang fitofarmaka merupakan obat herbal yang diresepkan oleh para dokter mengingat sudah teruji baik pada hewan maupun manusia.

Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba (E.coli, Clostridia, Salmonella, Shigella), aflatoksin total, cemaran logam berat (Arsen, Timbal, Kadmium dan Merkuri), ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku (bagi OHT) dan bahan aktif (bagi fitofarmaka), serta residu pelarut (jika digunakan pelarut selain etanol). Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM yang melakukan pengujian tersebut.

Untuk menjamin keamanan obat tradisional, BPOM memberikan daftar bahan apa saja yang dilarang untuk diproduksi dalam obat tradisional antara lain : biji saga, biji kecubung, herba efedra, gandarusa, daun tembelekan, daun kratom, daun/buah Nerium oleander, daun komfre, hewan kodok kerok serta mineral sulfur, arsen dan merkuri. Sulfur boleh dibuat untuk obat luar. Di dalam lampiran Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 terdapat bahan tambahan yang diperbolehkan untuk ditambahkan dalam obat tradisional dan pada kadar berapa (bahan pengawet, bahan pemanis alami dan buatan, bahan pewarna alami dan sintetik, bahan antioksidan, bahan lain-lain missal pengemulsi, penstabil dll).

Berhati-hatilah untuk menggunakan obat herbal, pastikan logo yang tertera dan pastikan obat herbal tersebut telah terdaftar secara resmi di BPOM dengan cara cek kebenaran obat herbal pada website pom.go.id — daftar produk — cek produk BPOM (masukkan nomor regristasi atau nama produk atau merk). BPOM juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan cara melakukan cek atas : Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluwarsa (KLIK). Masyarakat dapat pula memberikan pengaduan melalui website pom.go.id — pengaduan (mengisi formulir) atau telpon 1500533.

Perlu diketahui pula bahwa pada obat tradisional (jamu dan obat tradisional impor atau lisensi), terdapat ketentuan iklan agar tidak menyesatkan masyarakat yaitu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman. Di dalamnya tertera ketentuan larangan mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomyelitis, penyakit kelamin, impotensi, tifus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit hati serta penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua iklan obat tradisional hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang yang disetujui dalam pendaftaran oleh BPOM. Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan kata-kata: tokcer, cespleng, manjur; tidak boleh memberikan garansi kesembuhan dan tidak boleh memuat pernyataan atau testimoni dari profesi kesehatan, pakar, peneliti, panutan atau sesepuh. Masyarakat jangan mudah percaya pada obat tradisional yang dapat mengobati semua penyakit dan terdapat testimoni dari seseorang atau sekelompok orang. 

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Rimpang (akar tinggal) adalah modifikasi dari batang tumbuhan yang tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah, bercabang-cabang, memiliki tunas dan akar baru dari ruas-ruas/nodenya. Ujung tunas tersebut dapat muncul ke atas tanah dan tumbuh menjadi  tumbuhan baru.

Pada zaman sekarang, dengan berkembangnya teknologi kedokteran yang semakin pesat dan banyaknya riset penelitian berkaitan dengan obat-obatan, maka semakin membuka mata kita bahwa ternyata alam secara alami telah menyediakan obat yang berkhasiat untuk berbagai penyakit (sesuai dengan khasiat tanaman obat yang dikenal secara empiris atau secara penelitian). Di Indonesia yang kekayaan hayatinya berlimpah ruah, obat-obatan herbal tidaklah sulit dicari. Walaupun umumnya obat berbahan dasar herbal tidak menimbulkan efek samping negatif, tetapi ada beberapa bahan yang menimbulkan efek samping negatif. Pengobatan herbal lebih dipercaya oleh kebanyakan orang Indonesia karena penggunaan obat kimia sintetis, lambat laun dapat menimbulkan efek samping pada tubuh manusia.

Banyak jenis obat herbal, mulai dari herbal untuk perawatan kecantikan, perawatan kesehatan, herbal untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, hingga herbal untuk pengobatan penyakit-penyakit khusus.

Obat herbal merupakan obat yang dibuat dari bahan-bahan alami terutama dari tumbuhan. Penggunaan daun, akar, batang, biji sampai buah bisa dikategorikan obat herbal yang tentunya bertolak belakang dengan obat kimia.

Sebenarnya unsur kimia yang terkandung di dalam obat tradisional menjadi dasar pengobatan modern. Berarti, pembuatan obat-obatan melalui pabrikasi menggunakan rumus kimia yang telah disentetis dari kandungan bahan alami ramuan tradisional

Obat herbal di Indonesia saat ini sebagaian besar dibuat sendiri dan diproses secara tradisional. Padahal baik negera berkembang seperti Malaysia dan negara maju seperti Jerman dan  negera Eropa lainnya telah mengembangkan obat herbal secara massal. Obat herbal yang diproduksi secara masal melalui pabrikasi lebih higeienis dan terbukti mampu mengobati penyakit secara komprehensif (menyeluruh) dan memperbaiki organ tubuh yang terserang penyakit tersebut.

Sifat menyeluruh pada obat herbal, membuat obat-obatan herbal ini punya tiga manfaat :
  • Mencegah terjadinya suatu penyakit. Sebagaimana vitamin yang dikemas secara modern, obat herbal juga memilik fungsi mencegah terjadinya suatu penyakit. Pencegahan lebih mudah dilakukan daripada penyembuhan suatu penyakit. Misalnya minum herbal kunyit asam bisa mencegah terjadinya panas dalam. 
  • Menyembuhkan penyakit yang telah menyerang tubuh. Selain mencegah terjadinya suatu penyakit, obat herbal tertentu juga punya manfaat penyembuh penyakit. Manfaat ini sesuai dengan kandungan yang terdapat dalam masing-masing bahan obat herbal tersebut. 
  • Memperbaiki sistem imun dan memperbaiki organ yang rusak akibat terserang penyakit. Obat herbal bukan hanya menyembuhkan penyakit begitu saja, juga bermanfaat lebih luas dengan memperbaiki dan menyeimbangkan sistem imun tubuh yang lemah setelah terserang penyakit. Manfaat lainnya dirasakan penderita suatu penyakit tertentu yang telah sembuh. Obat herbal memperbaiki organ tubuh yang diserang penyakit sampai benar-benar berfungsi normal seperti sediakala. Misalnya, pada penyandang jerawat membandel yang kemudian jerawatnya mengering dan kulit menjadi mulus seperti sediakala dengan mengkonsumsi obat herbal secara teratur.  

A. PERBEDAAN ANTARA OBAT HERBAL DAN OBAT KIMIA 

Perkembangan zaman sudah modern dan teknologi semakin canggih tentunya semua orang membutuhkan apa saja ingin secara cepat dan instan. Kita ambil contohnya yaitu Obat. Mungkin berbagai macam obat sangatlah banyak namun yang kita ketahui obat dibedakan menjadi dua yaitu Obat herbal/ tradisional dan obat kimia/sintetis. Tentunya kedua obat itu sama tujuan yaitu untuk mengobati, namun ada beberapa perbedaan.

A.1. OBAT KIMIA

Obat Kimia yaitu obat yang mempunyai campuran bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh. Seperti obat yang beredar diwarung dan apotek . Ciri-ciri obat kimia :
  • Berasal dari paduan unsur kimia
  • Bersifat paliatif, artinya obat ini akan menyembuhkan penyakit dan cenderung spekulatif
  • Hanya menyembuhkan penyakit yang bersifat akut.
  • Memiliki efek samping yang lebih besar daripada obat herbal,  yang menimbulkan iritasi lambung, hati, ginjal, dll. dan bila obat tersebut terjadi pengendapan akan menjadi racun yang berbahaya.
  • Bersifat sympthomatis, artinya obat ini hanya ditujukan untuk penyakit itu saja dan hanya menghilangkan gejalanya.
  • Diproduksi menggunakan alat cangging dan tentunya tercampur bahan kimia lain.
  • Reaksi penyembuhan yang cepat, namun jika dikonsumsi secara terus menerus setiap waktu maka akan beresiko melemahkan organ tubuh yang lain.
  • Harga lebih mahal
A.2. OBAT HERBAL

Obat herbal tradisional yaitu obat yang diolah secara turun temurun dari nenek moyang kita dengan bahan alami dari alam tanpa campuran kimia. Ciri-ciri obat herbal :
  • Berasal dari tumbuhan
  • Tidak menyembuhkan satu gejala penyakit tapi menyembuhkan ke organ tubuh lain dan sampai ke akarnya.
  • Diproduksi asli tanpa campuran bahan kimia dan bebas toksin. Contohnya seperti jamu.
  • Bersifat kuratif, artinya bena-benar bersifat menyembuhkan.
  • Tidak menimbulkan efek samping, asalkan diracik oleh herbalis yang ahli.
  • Terbuat dari rempah-rempah atau bahan alami yang tentunya memiliki khasiat yang luar biasa.
  • Reaksi lambat tapi bersifat konstruktif.
  • Hanya untuk mencegah, pemulihan, dan mengobati penyakit yang memerlukan pengobatan yang lama.
  • Harga lebih terjangkau
B. DAUN SEBAGAI KOMPONEN PENGOBATAN HERBAL

Salah satu komponen obat herbal adalah daun. Daun meruapakan salah satu bahan pembuat obat herbal yang memang berasal dari tumbuhan, Sebagai bagian tumbuhan tentu saja daun banyak mengandung manfaat yang terdapat pada keseluruhan tumbuhan itu sendiri. Karena di dalam daun terdapat proses fotosintesis, yaitu : proses pemasakan makanan bagi tumbuhan yang selanjutnya disalurkan ke seluruh anggota tubuh tumbuhan. 

Daun salah satu komponen pengobatan herbal punya banyak jenis macam, dan ragam manfaat. Mengenali dan mengetahui manfaat daun-daun di sekitar kita merupakan pengalaman berharga yang perlu diasah. Sebab lebih dari setengah jenis herbal di dunia ini ada dan tumbuh di Indonesia. Bila nenek moyang kita mengembangkan pengobatan herbal tradisional seperti jamu dan parem, selayaknya kita mengetahuinya. Banyak kisah sukses pebisnis ramuan herbal baik sebagai obat maupun sebagai perawatan kecantikan yang kemudian mendunia. Sebutkanlah nama-nama perusahaan seperti Nyonya Meneer, Jamu Iboe, sampai Mustika Ratu dan Group Martha Tilaar. 

Di mana kita bisa memperoleh daun-daun ajaib berkhasiat herbal? Daun-daun berkhasiat herbal baik sebagai obat maupun bahan baku perawatan kecantikan bisa ditemui di sekitar kita, antara lain:  
  • Menanamnya di pot atau halaman rumah 
  • Mendapatkannya di pusat penjualan tanaman obat keluarga (TOGA): 
  • Mendapatkannya di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup dan atau Kebun Raya. 
B.1. CARA MEMPERLAKUKAN DAUN-DAUN AJAIB BERKHASIAT HERBAL

Sebelum menggunakan daun-daun sebagai obat herbal, terlebih dahulu kita perlu mengetahui sungguh-sungguh benarkah daun tersebut yang dimaksudkan dalam buku-buku tentang pengetahuan herbal? Cara memastikan hendaknya kita terlebih dahulu menyesuaikan dengan ciri khas daun seperti yang tertera di gambar halaman situs ini dan menanyakan kepada ahlinya. Misalnya, kita menggali informasi ke ahli pengobatan herbal dan ke pembudidaya tanaman herbal. Hal ini perlu dilakukan karena ada beberapa tanaman yang memiliki daun dengan bentuk serta warna sama. Kesalahan mengidentifikasi daun yang akan digunakan sebagai obat herbal akan berakibat fatal terhadap proses penyembuhan penyakit. Bisa saja penyakit tidak segera sembuh atau bisa juga keracunan karena yang diambil adalah daun beracun. 

Perlakuan berikutnya terhadap daun-daun yang akan digunakan sebagai obat herbal, yaitu dengan mencuci bersih di bawah ar mengalir. Bagaimanapun daun tumbuh di luar ruangan, bahkan ada yang tergeletak di tanah seperti daun sosor bebek Jadi kita perlu menghilangkan kotoran yang melekat pada daun-daun tersebut sebelum mengolahnya menjadi ramuan herbal. 

Selain dimasak dengan cara direbus, daun-daun yang akan digunakan sebagai bahan ramuan herbal juga bisa diproses dengan terlebih dahulu dikeringkan. Cara memperlaklukannya sama dengan daun yang akan direbus atau dikonsumsi basah. Sebelum dikeringkan, daun dicuci bersih di bawah air mengalir. Setelah bersih, daun dijemur di terik matahari dalam wadah higienis yang ditutup kasa agar tidak dihinggap: lalat dan debu Setelah kering benar, daun bisa diangin-anginkan dan kemudian diletakkan dalam stoples kering Usahakan menggunakan stoples kaca yang tertutup rapat. Simpan daun dalam stoples dengan terlebih dahulu diberi label jenis tanaman, manfaat, dan tanggal pengeringan. Hal ini memudahkan kita apabila hendak mengambil sebagai bahan ramuan herbal dan juga menjaga kebersihan daun-daun yang dikeringkan. 

B.2. BENTUK DAN MACAM DAUN 

Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya.

Tabel  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun 
No
Istilah
Penjelasan Istilah
Bentuk Daun
1
Deltate
Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi
2
Elliptical
Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun
3
Elliptical Oblong
Berbentuk antara ellips sampai memanjang
4
Lanceolate
Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun
5
Oblong
Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar
6
Oblong lanceolate
Berbentuk antara memanjang sampai lanset
7
Oblong obovate
Berbentuk antara memanjang sampai bulat telur sunsang
8
Oblong cylindric
Berbentuk antara memanjang sampai silindris (bulat)
9
Oblong elliptic
Berbentuk antara memanjang sampai ellips
10
Oblonceolate
Bentuk lanset sungsang
11
Obovate
Bentuk bulat telur sungsang
12
Orbicular
Bundar, panjang sama dengan lebar
13
Ovate
Bentuk bulat telur, bagian terlebar dekat pangkal daun
14
Reniform
Bentuk ginjal, pendek dan lebar, seperi daun waru
Pangkal dan Ujung Daun
1
Accuminate
Meruncing
2
Acute
Runcing
3
Cuneate
Bentuk segitiga sungsang (baji)
4
Obtuse
Tumpul
5
Rounded
Bundar, membusur penuh
6
Truncate
Terpotong
Permukaan Daun
1
Glabrous
Tanpa rambut, gundul, licin
2
Pubescens
Berbulu pendek, lembut
3
Rugose
Berkeriput, tulang daun tenggelam
4
Tomentose
Berambut seperti wool, ikal
Tata Daun
1
Alternate
Berseling, hanya satu helai daun melekat pada setiap buku, daun tertata mengitari ranting seperti spiral
2
Opposite
Daun berpasangan dan berhadapan (bersilang) pada lingkaran ranting (buku) yang sama
3
Sub-opposite
Modifikasi dari alternate, dimana daun tertata sehingga tampak seperti bersilang (opposite)
4
Verticillate
Lebih dari dua daun pada buku yang sama (berlingkar)

Agar dapat dipahami secara lebih jelas, macam-macam bentuk daun jika digambarkan adalah sebagai berikut:

Gambar Bentuk Daun
Adapun macam-macam bentuk permukaan daun adalah sebagai berikut:
Bentuk Permukaan Daun
Bentuk ujung, pangkal, dan tepi daun pun berbeda-beda seperti yang digambarkan oleh gamber berikut:

Bentuk Ujung Daun
Bentuk Pangkal Daun
Bentuk Tepi Daun

C. POTENSI EFEK SAMPING PADA PENGOBATAN HERBAL

Pemanfaatan obat-obatan herbal tentunya ditujukan untuk memperoleh aksi terapeutik yang sesuai. Adapun aksi etek farmakologis dijelaskan secara lengkap bahasan selanjutnya. 

Seperti halnya obat-obatan sintesis buatan pabrik, obat herbal mampu menimbulkan efek farmakologis dikarenakan adanya kesesuaian aksi (onset) terhadap mekanisme yang dituju, seperti inhibisi penghambatan enzimatik, pelapisan kelenjar, mekanisme kompetisi, lisis (kematian) sel dan lain sebagainya. Seperti halnya obat-obatan sintetik, obat herbal juga mengalami proses absorbsi (penyerapan) di saluran cerna/permukaan kelenjar, distribusi (peredaran) dan ekskresi (pembuangan). 

Untuk mencapai efek terapeutik yang tepat dan efektif tentunya diperlukan kesesuaian dosis sesuai jenis serta tingkat keseriusan dari penyakit yang dialami.

Obat-obatan herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintetik, karena struktur herbal masih besar sehingga masih dapat dicerna oleh tubuh. Alasan lain yang mendukung mengapa obat-obatan herbal relatif lebih aman adalah pada obat-obatan herbal struktur kimia dari sediaan yang digunakan masih kompleks. Kompleksitas struktur ini mampu meminimalkan efek yang ditimbulkan dari situs (bagian) aktif dari struktur tersebut. Ketika situs aktif dari suatu struktur berinteraksi dengan reseptor tubuh, maka akan timbul efek samping yang tentunya tidak dinginkan. Kompleksitas struktur pada herbal akan meminimalkan efek samping baik dengan cara menekan efek yang timbul ataupun dengan cara melemahkan interaksi situs- reseptor yang terjadi, akibatnya obat herbal tidak semujarab obat-obat sintesis buatan pabrik.

Meskipun obat herbal relatif aman dibandingkan obat sintesis, akan tetapi tdak serta merta menghilangkan potensi munculnya efek samping yang dapat merugikan kesehatan. Kandungan herbal tentunya sama dengan kandungan yang ada pada obat-obatan sintesis sehingga memungkinkan pula timbulnya efek samping sebagaimana terapi dengan menggunakan obat-obatan sintesis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalkan efek yang tidak dunginkan adalah : 
  • Keamanan obat herbal pada umumnya. 
  • Kandungan racun yang mungkin dikandung tanaman herbal yang digunakan. 
  • Efek yang merugikan pada organ tertentu, seperti sistem kardiovaskuler, sistem Saraf, hati, ginjal, dan kulit. 
E. WASPADAI EFEK SAMPING HERBAL/JAMU WAKTU PASIEN MAU OPERASI DAN PERIOPERATIF SERTA INTERAKSI OBAT RESEP DOKTER

Keamanan pasien dan meluasnya penggunaan herbal dan suplemen. Meskipun jamu dan suplemen termasuk dalam bidang perawatan medis alternatif dan non-tradisional, penggunaannya umum.  Lebih dari 4 miliar orang, atau 80% dari populasi dunia, menggunakan pengobatan herbal sebagai sumber perawatan primer mereka.  Penggunaan yang luas ini memberikan penjelasan tentang asupan umum pengobatan herbal dan suplemen dengan obat yang diresepkan.  Pasien yang menelan jamu dan suplemen saat minum obat resep mungkin berisiko, terutama jika mereka bersiap untuk menjalani prosedur pembedahan.  Sebagai bagian rutin dari perawatan pra operasi, dokter meninjau riwayat medis pasien sebelumnya, berdasarkan laporan pasien, serta obat yang diresepkan.  Meskipun beberapa dokter bertanya kepada pasien apakah mereka sedang mengonsumsi obat atau suplemen herbal, pasien tidak boleh secara bebas mengungkapkan konsumsi suplemen "alami" kecuali ditentukan untuk melakukannya.

Ada banyak masalah klinis yang terkait dengan potensi interaksi obat-obatan perioperatif yang meliputi ketidakstabilan jantung, ketidakseimbangan elektrolit, perdarahan berkepanjangan, dan sedasi berlebihan.  Obat-obatan herbal dapat mempengaruhi mekanisme penyerapan, metabolisme, distribusi, dan ekskresi bila diberikan dengan obat resep, karena enzim yang memetabolisme obat dapat diinduksi atau dihambat.

Misalnya, Forst f.  (Piperaceae), nama umum Kava, menghambat saluran natrium dan kalsium, sehingga secara langsung menurunkan resistensi pembuluh darah dan tekanan darah.  Kava menunjukkan antagonisme dopaminergik, yang dapat menghasilkan efek neurologis yang merugikan dan menyebabkan sedasi perioperatif yang berlebihan.  Ada juga risiko interaksi obat-suplemen makanan, seperti asam tak jenuh ganda omega-3 dan beberapa vitamin saat mengonsumsi antiplatelet atau antikoagulan.  Kombinasi ini menempatkan pasien pada risiko perdarahan, seperti juga interaksi antara antikoagulan dan vitamin A, E, dan koenzim Q10 (CoQ10), serta vitamin K.

Perdarahan intraoperatif yang berlebihan dan tidak terduga dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi herbal dan suplemen.  Pendarahan ini mungkin disebabkan oleh produk yang mengandung Allium sativum (bawang putih), Ginkgo biloba (gingko), Zingiber officinale (jahe), Salvia miltiorrhiza (danshen), Panax ginseng (ginseng), dan Hypericum perforatum (St John's Wort).  Namun herbal dan suplemen lain dapat memperpanjang atau melawan efek anestesi dan kemungkinan disebabkan oleh modulasi neurotransmisi asam gamma-aminobutirat (GABA).

Pusat farmakovigilensi di Universitas Florence, Italia mengumpulkan data penilaian pra operasi dari 478 pasien dari tiga rumah sakit.  Dari pasien tersebut, 50% menggunakan obat herbal dan 23% terpapar interaksi obat-herbal yang berpotensi berbahaya.  Dalam studi lain yang mengikuti 299 pasien rawat inap Israel, 25% pasien mengonsumsi suplemen herbal atau makanan dan dalam 72% kasus ini, tim rumah sakit tidak mengetahui asupan herbal atau suplemen pasien.  Pasien mengutip alasan untuk tidak memberi tahu tim pengobatan tentang asupan jamu atau suplemen sebagai "tidak penting, bukan obat, kurangnya pemahaman dokter, atau kurangnya pertanyaan dokter".

Perlu juga dicatat bahwa banyak wanita telah melaporkan menggunakan jamu selama kehamilan, saat menyusui, dan memberikan pengobatan alami untuk anak-anak dengan keyakinan bahwa jamu dan suplemen lebih aman daripada obat kimia.  Taktik periklanan strategis dari industri nutraceutical multi-miliar dolar telah membuka jalan bagi konsumen untuk berpegang teguh pada gagasan bahwa natural identik dengan aman.  Dengan cara yang sama bahwa obat-obatan diiklankan secara luas kepada publik, nutraceuticals tersedia dengan cara "klaim kesehatan yang tidak memadai dan pemasaran yang agresif".

Herbal dan suplemen juga memiliki efek yang tidak diinginkan, namun diatur oleh peraturan yang berbeda dari rekan farmasi mereka.  Meskipun diatur oleh FDA, suplemen tidak memerlukan persetujuan untuk dijual, yang memungkinkan produsen untuk memutuskan apakah produk mereka aman untuk dijual atau tidak (U. S. Food and Drug Administration, 2014).  Peraturan jamu dan suplemen belum memantau penghapusan racun dalam suplemen, daftar kontraindikasi, teknik pembuatan, produk asal, atau konsentrasi kimia.  Selain itu, kejadian merugikan yang tidak dilaporkan terkait dengan penggunaan herbal dan suplemen tetap menjadi masalah yang memprihatinkan.

Banyak jamu dan suplemen telah dipelajari dalam uji klinis, tetapi masih banyak yang harus dipahami tentang efek sinergisnya dan lebih banyak suplemen, yang saat ini digunakan, belum dipelajari.  Karena kesenjangan dalam penelitian ini, selain kurangnya kepercayaan dan komunikasi antara pasien dan dokter, pasien mungkin menggunakan suplemen alami yang mereka anggap tidak berbahaya dan, sebaliknya, menyebabkan kerusakan yang tidak perlu bagi diri mereka sendiri.  Analisis sediaan herbal harus memperhatikan formulasi multi senyawa yang sinergis dan tidak dapat dipahami hanya dengan cara reduksionis.

Profesional perawatan kesehatan perlu secara rutin bertanya kepada pasien, jika mereka belum melakukannya, herbal dan suplemen alami apa yang mereka konsumsi.  Pasien perlu diberitahu bahwa berbagi penggunaan suplemen dengan penyedia layanan kesehatan mungkin berperan penting dalam menjaga kesehatan dan menghindari efek samping, terutama perioperatif.  Upaya penelitian baru untuk mempelajari campuran herbal sinergis dan suplemen individu, belum dipelajari tetapi dalam penggunaan saat ini, akan berkontribusi pada basis pengetahuan yang dapat membantu dokter dan pasien membuat keputusan kesehatan yang terinformasi.

F. KAPAN WAKTU TERBAIK UNTUK MENGKONSUMSI HERBAL/JAMU? 

Herbal mau pun jamu bisa dikonsumsi setiap hari dan sebelum makan. Setiap hari, boleh 2-3 kali sehari sebelum makan,.

Ada berbagai racikan jamu yang bisa menjadi pilihan, antara lain kunyit asam, beras kencur ditambah lemon, hingga sambiloto.

Hanya saja, bagi yang memiliki keluhan semisal di lambung, sebaiknya meminum jamu setelah makan.

Kalau ada keluhan nyeri lambung sebaiknya minuman-minuman jamu atau herbal tersebut diminum sesudah makan, kecuali misalnya dia tidak ada keluhan lambung bisa diminum duluan minuman jamu herbalnya sebelum makan.

Bagi yang kadar kolesterol jahat dalam darahnya tinggi, konsumsi jamu disarankan untuk menurunkan kadar LDL. Jenis jamunya bisa terserah Anda. Karena hampir semua jamu-jamu itu menurunkan kadar kolesterol LDL.

G. TAKARAN DAN DOSIS HERBAL

Dosis dan takaran ini memang tidak ada yang bisa memastikan, terlebih jika produk atau bahan herbalnya masih dalam bentuk bubuk, teh, dedaunan, atau ekstrak yang jumlah kandungan dari bahan aktif yang digunakan belum diketahui dengan pasti. Hal ini tentu berkaitan dengan keamanan dan keefektifan penggunaannya belum benat-benar bisa kita pastikan. 

Beberapa obat yang berasal dari kandungan herbal memang ada yang sudah melalui uji klinis dari perusahan yang memperoduksinya dan disetujui untuk peredarannya oleh BPOM. Untuk obat dari bahan herbal seperti ini umumnya sudah mencantumkan aturan pakai tersendiri. 

Namun jika produk atau bahan herbal tersebut "pure" maka akan sulit menentukan takaran pastinya. Sehingga memang paling aman untuk tidak menekankan penggunaannya dalam takaran atau dosis pasti tertentu. 

Ini maksudnya yang belum dalam bentuk sediaan obat seperti jamu, obat herbal atau fitofarmaka. Kalau untuk yang sudah teregistrasi BPOM, sudah tercantum cara pemakaiannya. 

Namun kalau ingin membuat ramuan sendiri dimana khasiatnya sudah terbukti secara empiris mungkin bisa mengacu pada beberapa pedoman (LIHAT POINT H). Misalnya, Buku pedoman BPOM silahkan berkunjung ke situs resmi perpustakaan BPOM bisa download e-book, buku Farmakope, Fitofarmaka dll.  

H. PETUNJUK UMUM DAN KRETERIA

H.1. PETUNJUK UMUM
Tumbuhan dalam formularium ini merupakan tumbuhan obat asli Indonesia yang sudah memiliki bukti keamanan (LD50) dan manfaatnya terbukti secara empiris.

Ramuan obat tradisional tidak boleh digunakan dalam keadaan kegawatdaruratan dan keadaan yang potensial membahayakan jiwa.

Obat tradisional tidak boleh digunakan sebagai obat mata, intravaginal, dan parenteral serta tidak boleh mengandung alkohol lebih dari 1%.

Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat (BKO).

Perebusan simplisia dilakukan selama 15 menit sampai mendidih (90-98 ℃) dengan api kecil disebut infus/infusa, sedang perebusan simplisia selama 30 menit sampai mendidih (90-98 ℃) dengan api kecil disebut dekokta.

Alat merebus simplisia tidak boleh menggunakan logam, kecuali stainless steel.
 
Alat merebus simplisia sebaiknya terbuat dari kaca, keramik, atau porselen.

Seduhan menggunakan air mendidih yang dituangkan ke dalam simplisia, ditutup dan didiamkan 5-10 menit.

Simplisia yang digunakan harus dicuci bersih sebelum diproses lebih lanjut.

Satuan takar dalam penggunaan ramuan obat tradisional :
  • 1 genggam setara dengan 80 g bahan segar
  • bahan kering (simplisia) setara dengan 40-60 % dari bahan segar
  • 1 ibu jari setara dengan 8 cm atau 10 g bahan segar
  • 1 cangkir setara dengan 100mL
  • 1 gelas = 1 gelas belimbing setara dengan 200mL
  • 1 sendok makan (sdm) setara dengan 15mL
  • 1 sendok teh (sdt) setara dengan 5mL
Penyimpanan simplisia pada tempat yang kering, sejuk (8-15 ℃) dan dalam wadah yang tertutup rapat

Saringan yang digunakan terbuat dari bahan plastik/nilon, stainless steel, atau kain kassa (yang biasanya untuk sablon).

Bahan yang digunakan dalam formularium ini, bila tidak dinyatakan lain, maka yang dimaksud adalah bahan kering (simplisia).

Bila keluhan belum teratasi atau muncul keluhan lain dalam penggunaan, masyarakat harus menghentikan dan berkonsultasi ke tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan pengobatan tradisional atau tenaga komplementer yang memiliki kompetensi untuk itu.

Penggunaan ramuan obat tradisional di dalam FROTI (FORMULARIUM RAMUAN OBAT TRADISIONAL INDONESIA) yang bersamaan dengan pengobatan konvensional harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh dokter.

H.2. KRITERIA
  • Obat tradisional dalam formularium ini mempunyai data keamanan yang dibuktikan minimal dengan data toksisitas akut (LD50).
  • Data manfaat bersumber dari literatur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Sediaan berbentuk simplisia tunggal.
H.3. PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL INDONESIA
H.3.1. RAMUAN UNTUK SAKIT KEPALA TUJUH KELILING 
H.3.1.1. INGGU / Ruta angustifolia (L) Pers

Gambar Tumbuhan Inggu

1) Nama daerah
  • Sumatera: arunda (Melayu); 
  • Jawa: inggu (Sunda), godong minggu (Jawa Tengah); 
  • Sulawesi: anruda busu (Makassar)
2) Bagian yang digunakan: herba segar
3) Manfaat: sakit kepala tujuh keliling
4) Larangan: belum dilaporkan
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: belum dilaporkan
7) Interaksi: -
8) Dosis: 1 x 5 g herba/hari.
9) Cara pembuatan/penggunaan: Bahan dihaluskan, ditempelkan pada pelipis, biarkan sampai kering. 

H.3.1.2. BANGLE / Zingiber purpureum Roxb
Gambar Tumbuhan Bangle

1) Nama daerah
  • Sumatera: mungle (Aceh), bungle (Batak), banlai (Minangkabau); 
  • Jawa: panglai (Sunda), pandiang (Madura); 
  • Bali: banggele; 
  • Nusa Tenggara: bangulai (Bima), 
  • Kalimantan: banglas (Dayak); 
  • Sulawesi: kekundiren (Minahasa), panini (Bugis); 
  • Maluku: unin makei (Ambon).
2) Bagian yang digunakan: rimpang segar
3) Manfaat: sakit kepala tujuh keliling
4) Larangan: belum dilaporkan
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: belum dilaporkan
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 2 x 5 g rimpang/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan dihaluskan, tambahkan sedikit air sampai menjadi adonan seperti bubur, dipakai di pelipis dan biarkan sampai kering.

H.3.2. RAMUAN UNTUK SAKIT KEPALA SEBELAH
H.3.2.1. KENCUR / Kaempferia galanga L.
Gambar Tumbuhan Kencur

1) Nama daerah
  • Sumatera: ceuku (Aceh), kaciwer (Batak), cakue (Minangkabau); 
  • Jawa: cikur (Sunda), kencor (Madura); 
  • Nusa Tenggara: cekur (Sasak), soku (Bima);
  • Sulawesi: hume pete (Gorontalo), cakuru (Makassar), ceku (Bugis); 
  • Maluku: asuli (Ambon), bataka (Ternate); 
  • Irian: ukap (Marind)
2) Bagian yang digunakan: daun segar
3) Manfaat: sakit kepala sebelah 
4) Larangan: alergi, kehamilan, gangguan usus menahun
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: alergi
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 1 x 3 daun/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan dihaluskan, ditempelkan pada pelipis (sisi yang sakit) biarkan sampai kering.

H.3.2.2. TEH / Camellia sinensis L.
Gambar Tumbuhan Teh

1) Nama daerah:
  • Jawa: teh (Jawa), nteh (Sunda);
  • Nusa Tenggara: rembiga (Sasak), kore (Bima), krokoh (Flores); kapauk (Roti); 
  • Sulawesi: rambega (Bugis).
2) Bagian yang digunakan: pucuk daun 
3) Manfaat: sakit kepala sebelah
4) Larangan: iritasi lambung, susah tidur, kecemasan dan jantung berdebar
5) Peringatan: hati-hati teh mengandung kafein
6) Efek samping: minum 5 cangkir atau lebih/hari, yang mengandung ±100 mg kafein dapat menyebabkan gangguan pencernaan, rasa lemah, gelisah, gemetar  sukar tidur, bingung, jantung berdebar debar, sesak nafas dan  kadang-kadang sembelit.
7) Interaksi: obat-obat yang diminum bersama teh akan terganggu absorpsinya di usus.
8) Dosis: 3 x 8 g pucuk daun/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan :
Bahan diseduh dengan 1 cangkir air mendidih, diamkan, saring dan dapat ditambahkan dengan sedikit air jeruk nipis dan/atau madu kemudian diaduk rata dan diminum sekaligus.

H.3.3. RAMUAN UNTUK PENURUN DEMAM
H.3.3.1. SAMBILOTO / Andrographis paniculata (Burm. f) Nees
Gambar Tumbuhan Sambiloto
1) Nama daerah:
  • Sumatera: ampadu, pepaitan (Melayu); 
  • Jawa: ki oray, ki peurat, takilo (Sunda) bidara, sadilata, sambilata, sambiloto (Jawa)
2) Bagian yang digunakan: herba segar
3) Manfaat: penurun demam
4) Larangan: kehamilan, menyusui, alergi, anak dengan supervisi dokter
5) Peringatan: reaksi anafilaksis
6) Efek samping: alergi, muntah, mual dan kehilangan selera makan
7) Interaksi: obat pengencer darah, penekan sistem imun, isoniazid (INH)
8) Dosis: 3 x 10-15 g herba/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi separuhnya.  Dinginkan, saring, tambahkan madu secukupnya, minum sekaligus.

H.3.3.2. TAPAK LIMAN / Elephantopus scaber L.
Gambar Tumbuhan Tapak Liman
1) Nama daerah
  • Sumatera: tutup bumi. 
  • Jawa: balagaduk, jukut cancang, tapak liman (Sunda); tampak liman, tapak liman, tapak tangan (Jawa); talpak tana (Madura).
2) Bagian yang digunakan: daun
3) Manfaat: demam
4) Larangan: kehamilan, menyusui dan anak
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: dosis besar menimbulkan gemetar dan kelemahan otot
7) Interaksi: obat kencing manis
8) Dosis: 1 x 2 daun/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
bahan direbus dengan 2 gelas air menjadi separuhnya, dinginkan, saring, dan diminum sekaligus.

H.3.3.3. CABE JAWA / Piper retrofractum Vahl.
Gambar Tumbuhan Cabe Jawa
1) Nama daerah
  • Sumatera: lada panjang, cabai panjang;
  • Jawa: cabean, cabe alas, cabe areuy, cabe sula; madura cabhi jhamo, cabe ongghu, cabe solah; 
  • Sulawesi: cabia (Makassar).
2) Bagian yang digunakan: buah 
3) Manfaat: demam
4) Larangan: alergi
5) Peringatan: minyak atsiri menyebabkan iritasi kulit dan mukosa membran.
6) Efek samping: belum dilaporkan
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 2 x 3-4 g buah/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan dihaluskan menjadi serbuk, seduh dengan 1 cangkir air mendidih, diamkan, diminum selagi hangat.

H.3.4. RAMUAN UNTUK SELESMA
H.3.4.1. SAMBILOTO / Andrographis paniculata (Burm. f) Nees
Gambar Tanaman Sambiloto
1) Nama daerah
  • Sumatera: ampadu, pepaitan (Melayu); 
  • Jawa: ki oray, ki peurat, takilo (Sunda) bidara, sadilata, sambilata, sambiloto (Jawa)
2) Bagian yang digunakan: herba
3) Manfaat: selesma
4) Larangan: kehamilan, menyusui, anak dan alergi. 
5) Peringatan: air perasan menimbulkan bengkak pada mata.
6) Efek samping: perut tidak enak, mual muntah, kehilangan selera makan, gatal, alergi.
7) Interaksi: isoniazid (INH), obat jantung, obat pengencer darah, obat kencing manis, daun salam.
8) Dosis: 3 x 1-2 g herba/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan dihaluskan menjadi serbuk, seduh dengan air mendidih, saring dan minum selagi hangat.

H.3.4.2. JAHE MERAH / Zingiber officinale Rosc. var. rubrum
Gambar Tumbuhan Jahe Merah
1) Nama daerah
  • Sumatera: halia (Aceh), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung); 
  • Jawa: jae (Jawa), jhai (Madura); 
  • Kalimantan : lai (Dayak); 
  • Nusa Tenggara: jae (Bali), reja (Bima); 
  • Sulawesi: melito (Gorontalo), pese (Bugis); 
  • Maluku: sehi (Ambon), siwei (Buru), geraka (Ternate), gora (Tidore); 
  • Papua: lali (Kalana fat), manman (Kapaur).
2) Bagian yang digunakan: rimpang segar
3) Manfaat: selesma
4) Larangan: kehamilan dan anak usia di bawah 2 tahun
5) Peringatan: dikonsumsi saat kehamilan, dapat menggugurkan kandungan, dosis besar >6 g dapat menimbulkan borok lambung.
6) Efek samping: meningkatkan asam lambung
7) Interaksi: obat pengencer darah, obat penurun kolesterol
8) Dosis: 3 x 1 sendok teh sehari, minimal selama 3 hari
9) Cara pembuatan/penggunaan: kupas 3 rimpang diperas.

H.3.5. RAMUAN UNTUK MIMISAN
H.3.5.1. SIRIH / Piper bettle (L)
Gambar Tumbuhan Sirih
1) Nama daerah
  • Sumatera: ranub (Aceh), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba); 
  • Kalimantan : uwit (Dayak); 
  • Jawa: seureuh (Sunda), suruh (Jawa), sere (Madura); 
  • Bali: base, sedah; 
  • Nusa Tenggara: nahi (bima), kuta (Sumba); 
  • Sulawesi: gapura (Bugis), sangi (Talaud); 
  • Maluku: amu (Ambon); 
  • Papua: afo (Sentani).
2) Bagian yang digunakan: daun segar
3) Manfaat: mimisan
4) Larangan: belum dilaporkan
5) Peringatan: penderita sebaiknya dalam posisi berbaring
6) Efek samping : penggunaan lokal pada muka selama 3 hari dapat menyebabkan iritasi seperti kemerahan dan rasa  menyengat
7) Interaksi: -
8) Dosis: secukupnya
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Bahan ditumbuk, peras dengan sepotong kasa, sumbat hidung yang mimisan dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air perasan daun sirih.

H.3.6. RAMUAN UNTUK BAU MULUT
H.3.6.1. AKAR WANGI / Chrysopogon zizanoides (L.) Roberty

Gambar Tumbuhan Akar Wangi
1) Nama daerah:
  • Sumatera: urek usa (Minangkabau), hapias (Batak); 
  • Jawa: narwastu atau usar (Sunda), larasetu (Jawa), karabistu (Madura); 
  • Nusa Tenggara : nausina fuik (Roti); 
  • Sulawesi: tahele (Gorontalo), sere ambong (Bugis); 
  • Maluku: babuwamendi (Halmahera), garamakusu batawi (Ternate), baramakusu butai (Tidore).
2) Bagian yang digunakan: akar
3) Manfaat: bau mulut
4) Larangan: anak, kehamilan dan menyusui
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: alergi
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 2 x 60 g akar/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
bahan direbus dengan 2 gelas air hingga menjadi separuhnya, dinginkan, saring, dan gunakan untuk berkumur.

H.3.6.2. KEMANGI / Ocimum canum Sims (L.)
Gambar Tumbuhan Kemangi
1) Nama daerah
  • Jawa: araung, (Sunda), Lampes (Jawa Tengah), Kemangek (Madura); 
  • Bali: Uku-Uku (Bali); 
  • Nusa Tenggara: Lufe-lufe (Ternate)
2) Bagian yang digunakan: herba 
3) Manfaat : bau mulut
4) Larangan : anak, kehamilan dan menyusui
5) Peringatan : alergi
6) Efek samping : belum dilaporkan
7) Interaksi : belum dilaporkan
8) Dosis : 1 x 6 g/hari, pagi sebelum makan
9) Cara pembuatan/penggunaan:
bahan diseduh dengan 1 cangkir air mendidih, diamkan, saring, dapat ditambahkan gula merah atau madu secukupnya.

H.3.7. RAMUAN UNTUK SAKIT GIGI
H.3.7.1. GAMBIR / Uncaria gambir Roxb. Nauclea gambir W. Hunter
Gambar Gambir tanaman penyirih penghasil devisa
1) Nama daerah
  • Sumatera : gambee, kacu, sontang, pengilom, sepelet; 
  • Jawa : santun, ghambhir; 
  • Kalimantan : kelare, abi; 
  • Nusa Tenggara: tagambe, gambele; 
  • Maluku: kampir, ngamir, gabere.
2) Bagian yang digunakan:ekstrak kering dari daun
3) Manfaat : sakit gigi
4) Larangan : anak 
5) Peringatan : dosis besar peroral (200 mg/kgbb) dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan hati (jangan ditelan).
6) Efek samping : penggunaan lebih dari ukuran satu ibu jari akan menyebabkan sembelit
7) Interaksi : -
8) Dosis: 2 x 1 potong (ukuran ±1-2 cm)/hari 
9) Pembuatan ekstrak:
  • Buat ekstrak dengan merebus langsung menggunakan air. 
  • Masukkan satu bagian daun uncaria gambir segar ke dalam wadah nirkarat (stainless steel), tambahkan 5 bagian air, rebus 
  • selama 1 jam dihitung setelah mendidih sambil sesekali diaduk. 
  • Saring air rebusan, peras ampas daun dengan alat sistem ulir. 
  • Tampung hasil perasan dan gabungkan dengan air rebusan, endapkan selama 2 x 24 jam. saring dan peras endapan yang diperoleh hingga masa berbentuk pasta kekuningan. Cetak dan potong, keringkan pada suhu 60°C.
10) Cara pembuatan/penggunaan:
  • Bahan diseduh dengan setengah gelas air mendidih sampai larut, dinginkan. 
  • Gunakan untuk berkumur.
H.3.7.2. PATAH TULANG / Euphorbia tirucalli L.

Gambar tumbuhan Patah Tulang
1) Nama daerah
  • Jawa: patah tulang (Jawa)
2) Bagian yang digunakan: batang segar
3) Manfaat : sakit gigi
4) Larangan : jangan ditelan 
5) Peringatan : jangan kena mata karena menyebabkan erosi hingga kebutaan
6) Efek samping : iritasi pada mukosa dan/atau kulit
7) Interaksi : belum diketahui
8) Dosis : 1 x 1-3 tetes getah/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
Patahkan batang, tampung getah 1-3 tetes pada kapas, sisipkan pada gigi yang sakit .

H.3.8. RAMUAN UNTUK GONDONGAN 
H.3.8.1. MENIRAN / Phyllanthus niruri (Val.)
Gambar tumbuhan Meniran
1) Nama daerah
  • Sumatera: sidukuang anak (Minang);
  • Jawa: meniran ijo, memeniran(Sunda), meniran (Jawa); 
  • Ternate: gosau ma dungi.
2) Bagian yang digunakan: herba
3) Manfaat: gondongan
4) Larangan: kehamilan
5) Peringatan: dosis tinggi dapat menimbulkan aborsi. pemakaian berlebih dapat menyebabkan impotensi.
6) Efek samping: tekanan darah turun, kadar gula darah turun, gangguan keseimbangan elektrolit 
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 3 x 10 g herba/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan:
bahan direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi 1 gelas, dinginkan, saring, dan diminum sekaligus

H.3.9. RAMUAN UNTUK PANAS DALAM
H.3.9.1. ALANG-ALANG / Imperata cylindrica L 
Gambar Tumbuhan Alang-alang
1) Nama daerah
  • Sumatera: rih (Batak), alalang (Minangkabau), neleleng laku (Aceh); 
  • Jawa: ki eurih (Sunda), lalang (Madura); 
  • Bali: ambengan; 
  • Nusa Tenggara: re (Sasak), atindalo (Bima), witu (Sumba); 
  • Papua: kalepip (Kalana)
2) Bagian yang digunakan: akar
3) Manfaat: meredakan panas dalam
4) Larangan: belum dilaporkan
5) Peringatan: alergi
6) Efek samping: pusing , mual, peningkatan buang air kecil
7) Interaksi: belum dilaporkan.
8) Dosis: 1x40-70 g akar/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan: bahan direbus dengan 2 gelas air sampai menjadi setengahnya, kemudian diminum selagi hangat.

H.3.9.2. DAUN CINCAU / Cyclea barbata L.Miers
Gambar tumbuhan Cincau
1) Nama daerah
  • Sumatera: cincao (Melayu); 
  • Jawa: camcao (Jawa Tengah)
2) Bagian yang digunakan: daun segar
3) Manfaat: panas dalam
4) Larangan: belum dilaporkan 
5) Peringatan: belum dilaporkan
6) Efek samping: belum dilaporkan
7) Interaksi: belum dilaporkan
8) Dosis: 1 x150 g daun/hari
9) Cara pembuatan/penggunaan: 
Bahan ditumbuk atau diremas-remas dengan air secukupnya, peras, saring, tampung dalam loyang, diamkan hingga terbentuk gel. Potong sesuai selera, dapat ditambahkan santan dan gula merah secukupnya.


Sabtu, 10 Oktober 2020

PENGERTIAN DAN DEFINISI INFEKSI

Infeksi (jangkitan) adalah serangan dan perbanyakan diri yang dilakukan oleh patogen pada tubuh makhluk hidup. Patogen penyebab infeksi di antaranya mikroorganisme seperti virus, prion, bakteri, dan fungi/jamur. Sementara itu, parasit seperti cacing dan organisme uniseluler juga dapat menyebabkan infeksi, meskipun terkadang istilah infeksi dan infestasi dipakai bergantian untuk menyebut serangan agen parasitik. Serangan patogen-patogen tersebut, maupun racun yang mereka hasilkan, dapat menimbulkan penyakit pada organisme inang. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dihasilkan oleh infeksi.

Individu terinfeksi dapat melawan infeksi menggunakan sistem imun mereka. Mamalia yang terinfeksi bereaksi dengan sistem imun bawaan, yang sering kali melibatkan peradangan, dan kemudian diikuti oleh sistem imun adaptif.

Obat-obatan khusus yang digunakan untuk mengobati infeksi termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, antiprotozoa, dan antelmintik. Penyakit infeksi mengakibatkan 9,2 juta kematian pada tahun 2013 (sekitar 17% dari semua kematian). Cabang kedokteran yang berfokus pada infeksi juga disebut penyakit infeksi.

A. PENYEBAB
Infeksi disebabkan berbagai entitas biologi yang dikenal dengan sebutan "agen infeksi". Kata sifat "patogenik" disematkan kepada entitas biologi yang mampu menimbulkan penyakit, misalnya bakteri patogenik dan cacing patogenik. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak semua bakteri dan cacing bersifat patogenik; banyak di antara mereka yang mampu hidup dan berkembang biak tanpa menyerang dan menimbulkan penyakit pada organisme lain. Entitas biologi yang mengakibatkan penyakit disebut sebagai patogen, dan sering disinonimkan dengan agen infeksi.

Penyakit infeksi disebabkan organisme infeksius, seperti bakteri, virus, fungi, prion, dan parasit. Dalam penggunaan medis, agen infeksi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : 
  • Mikroorganisme patogenik (bakteri, virus, prion, fungi) dan 
  • Parasit (seperti cacing, protozoa, dan artropoda).
Meskipun secara konseptual serupa dengan infeksi, tetapi serangan parasit pada tubuh manusia atau hewan biasanya disebut infestasi alih-alih infeksi. Umumnya, istilah infestasi digunakan menyebut serangan ektoparasit (parasit yang hidup di luar tubuh inangnya), misalnya kutu, tungau, caplak, dan pinjal, yang menginvasi bagian luar tubuh inangnya dalam jumlah besar.

B. KLASIFIKASI
B.1. Infeksi Klinis, Infeksi Subklinis, Infeksi Laten
Kata infeksi dapat menunjukkan adanya patogen tertentu (tidak peduli seberapa sedikit), tetapi juga sering digunakan untuk menyatakan infeksi yang tampak secara klinis (dengan kata lain, kasus penyakit infeksi). Penggunaan ini kadang-kadang menciptakan beberapa ambiguitas atau mendorong diskusi penggunaan kata infeksi; untuk menyiasatinya, para tenaga kesehatan biasanya menyebut kolonisasi (bukan infeksi) ketika mereka menyatakan keberadaan patogen, tanpa adanya infeksi yang tampak secara klinis (tidak ada penyakit).
  • Infeksi klinis, yaitu : infeksi yang menimbulkan gejala dan tanda yang terlihat jelas.
  • Infeksi subklinis (infeksi diam), yaitu : infeksi yang aktif tetapi tidak menghasilkan gejala yang nyata.  
  • Infeksi laten, yaitu :  Infeksi yang tidak aktif atau dorman. Misalnya, infeksi bakteri laten adalah tuberkulosis laten. Beberapa infeksi virus juga bisa bersifat laten, contoh virus laten berasal dari keluarga Herpesviridae
Beberapa istilah berbeda digunakan untuk menggambarkan infeksi. 
  • Pertama, infeksi akut, yaitu infeksi dengan gejala yang berkembang dengan cepat; jalannya penyakit bisa cepat atau berlarut-larut.
  • Kedua, infeksi subakut adalah infeksi dengan gejala yang memakan waktu lebih lama dibandingkan infeksi akut tetapi timbul lebih cepat dibandingkan infeksi kronis.
  • Ketiga,  infeksi kronis, ketika gejala penyakit berkembang secara bertahap, selama beberapa minggu atau bulan, dan lambat untuk disembuhkan. 
  • Infeksi laten adalah jenis infeksi yang dapat terjadi setelah fase akut; organisme patogennya ada tetapi gejalanya tidak; setelah beberapa waktu penyakit ini dapat muncul kembali. 
  • Infeksi fokal didefinisikan sebagai tempat infeksi awal suatu patogen sebelum mereka menyebar melalui aliran darah ke area lain tubuh.
B.2. Primer VS Oportunistik
Di antara berbagai mikroorganisme, hanya relatif sedikit yang mengakibatkan penyakit pada orang yang sehat. Penyakit infeksi dihasilkan dari interaksi antara sejumlah patogen dan sistem pertahanan inang yang mereka infeksi. Tampilan dan tingkat keparahan penyakit yang dihasilkan patogen tergantung pada kemampuan patogen tersebut untuk merusak inang dan juga kemampuan inang untuk melawan patogen. Akan tetapi, sistem kekebalan inang juga dapat mengakibatkan kerusakan pada inang itu sendiri dalam upaya untuk mengendalikan infeksi. Oleh karena itu, dokter mengklasifikasikan mikroorganisme atau mikrob infeksius berdasarkan status pertahanan inang, baik sebagai patogen primer atau sebagai patogen oportunistik.
B.2.1.  Patogen primer
Patogen primer menyebabkan penyakit sebagai akibat dari keberadaan atau aktivitas mereka di dalam inang yang normal dan sehat, dan virulensi intrinsiknya (keparahan penyakit yang disebabkannya), sebagian, merupakan konsekuensi dari kebutuhan patogen untuk bereproduksi dan menyebar. Banyak patogen primer manusia yang paling umum hanya menginfeksi manusia, tetapi, banyak penyakit serius diakibatkan oleh organisme yang berasal dari lingkungan atau yang menginfeksi inang nonmanusia.
B.2.2. Patogen oportunistik
Patogen oportunistik dapat mengakibatkan penyakit infeksi pada inang dengan sistem pertahanan yang tertekan (defisiensi imun) atau jika mereka memiliki akses yang tidak biasa ke bagian dalam tubuh (misalnya melalui trauma). Infeksi oportunistik dapat diakibatkan oleh mikrob yang biasanya bersentuhan dengan inang, seperti bakteri atau fungi patogenik di usus atau saluran pernapasan bagian atas, dan mereka juga dapat berasal dari inang lain (seperti pada kolitis akibat Clostridium sulitile) atau dari lingkungan sebagai akibat dari cedera (misalnya infeksi luka pembedahan atau patah tulang). Penyakit oportunistik membutuhkan kerusakan pertahanan inang, yang dapat terjadi sebagai akibat dari cacat genetik (seperti penyakit granuloma kronik), paparan obat antimikrob atau bahan kimia imunosupresif (seperti yang mungkin terjadi setelah keracunan atau kemoterapi), paparan radiasi pengion, atau sebagai akibat dari penyakit infeksi dengan aktivitas imunosupresif (seperti campak, malaria, atau AIDS). Patogen primer juga dapat mengakibatkan penyakit yang lebih parah pada inang dengan imunitas yang tertekan dibandingkan bila terjadi pada inang yang imunitasnya memadai.
B.2.3. Infeksi primer versus infeksi sekunder
Infeksi primer adalah infeksi yang (atau secara praktis dapat dipandang) menjadi akar penyebab masalah kesehatan saat ini. Sebaliknya, infeksi sekunder adalah sekuela (gejala sisa) atau komplikasi dari penyebab utama. Sebagai contoh, tuberkulosis paru sering merupakan infeksi primer, tetapi infeksi yang terjadi hanya akibat luka bakar atau trauma tajam (sebagai akar penyebab) yang memungkinkan akses patogen ke jaringan dalam, merupakan infeksi sekunder. Patogen primer sering menyebabkan infeksi primer dan juga sering menyebabkan infeksi sekunder. Biasanya, infeksi oportunistik dipandang sebagai infeksi sekunder (karena defisiensi imun atau cedera adalah faktor predisposisinya).
B.2.4. Jenis infeksi lain
Jenis infeksi lain, yaitu terdiri dari :
  • Infeksi campuran adalah infeksi yang disebabkan oleh dua atau lebih patogen. Contohnya adalah apendisitis, yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis dan Escherichia coli.
  • Infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang ditularkan dari petugas kesehatan ke pasien.
  • Infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit, juga terjadi pada faslitias layanan kesehatan.
  • Terakhir, infeksi yang didapat dari masyarakat adalah infeksi yang didapat dari seluruh komunitas 
B.3. Infeksius atau tidak
Salah satu cara untuk membuktikan bahwa suatu penyakit bersifat infeksius, adalah untuk mengujinya menggunakan postulat Koch, yang mensyaratkan bahwa, 
  • pertama, agen infeksi hanya dapat diidentifikasi dari individu yang memiliki penyakit dan bukan dari kontrol yang sehat, dan 
  • kedua, bahwa individu dengan agen infeksi juga mengembangkan penyakit tersebut. 
Postulat ini pertama kali digunakan dalam penemuan bahwa spesies Mycobacterium mengakibatkan tuberkulosis.

Akan tetapi, postulat Koch biasanya tidak dapat diuji dalam praktik modern karena alasan etis. Membuktikan penyakit akan memerlukan infeksi eksperimental pada individu yang sehat menggunakan patogen yang diproduksi sebagai kultur murni. Sebaliknya, bahkan penyakit yang jelas-jelas infeksius tidak selalu memenuhi kriteria tersebut; misalnya, Treponema pallidum, bakteri penyebab sifilis, tidak dapat dikultur secara in vitro, tetapi mikroorganisme ini dapat dikultur dalam testis kelinci. Belum diketahui dengan jelas mengapa kultur murni diperoleh dari hewan yang menjadi inang dibandingkan dengan perolehan dari kultur lempeng.
 
Epidemiologi, atau studi dan analisis tentang siapa, mengapa, dan di mana penyakit terjadi, dan apa yang menentukan berbagai populasi memiliki penyakit, merupakan alat penting lain digunakan memahami penyakit infeksi. Ahli epidemiologi dapat menentukan perbedaan di antara kelompok-kelompok dalam suatu populasi, seperti apakah kelompok usia tertentu memiliki tingkat infeksi yang lebih besar atau lebih kecil; apakah kelompok yang tinggal di lingkungan yang berbeda lebih mungkin terinfeksi; dan oleh faktor-faktor lain, seperti jenis kelamin dan ras. Para peneliti juga dapat menilai apakah wabah penyakit bersifat : 
  • Sporadik (keadaan penyebaran penyakit di suatu daerah yang tidak merata dan hanya dijumpai di sana sini), tidak tentu, kadang-kadang. Atau hanya terjadi sesekali; 
  • bersifat Endemik, dengan tingkat yang stabil dari kasus reguler yang terjadi di suatu daerah; 
  • Epidemi, dengan jumlah kasus yang muncul cepat, dan luar biasa tinggi di suatu wilayah; 
  • atau Pandemi, yang merupakan epidemi global. 
Jika penyebab penyakit infeksi tidak diketahui, epidemiologi dapat digunakan membantu melacak sumber infeksi.

B.4. Kemampuan menular
Penyakit infeksi kadang-kadang disebut penyakit menular ketika mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit atau sekresi mereka (misalnya influenza). Dengan demikian, penyakit menular adalah bagian dari penyakit infeksi, terutama penyakit yang mudah berpindah atau ditransmisikan. Jenis penyakit menular lain memiliki rute infeksi yang lebih khusus, seperti penularan melalui vektor atau hubungan seksual, biasanya tidak dianggap sebagai "menular", dan sering kali tidak memerlukan isolasi medis (kadang-kadang disebut karantina) bagi penderitanya. Namun, konotasi khusus dari kata "menular" dan "penyakit menular" (mudah ditransmisikan) tidak selalu dipertimbangkan dalam penggunaan populer. Penyakit infeksi biasanya ditularkan antar individu melalui kontak langsung. Jenis kontak yang dimaksud yaitu dari orang ke orang dan penyebaran percikan atau tetesan. Kontak tidak langsung seperti penularan melalui udara, benda yang terkontaminasi, makanan dan air minum, kontak orang dengan hewan (yang bertindak sebagai reservoir), gigitan serangga, dan lingkungan yang terkontaminasi, merupakan cara lain penularan penyakit infeksi.

B.5. Lokasi anatomis
Infeksi dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi atau sistem organ yang terinfeksi, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi kulit, infeksi saluran pernapasan, infeksi odontogenik (infeksi yang berasal dari gigi atau jaringan yang berdekatan), infeksi vagina, dan infeksi intraamniotik. Selain itu, lokasi peradangan yang menjadi tempat infeksi dapat dijadikan penamaan radang tersebut, misalnya pneumonia, meningitis, dan salpingitis.

C. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda klinis infeksi tergantung pada masing-masing penyakit. Beberapa tanda infeksi mempengaruhi keseluruhan tubuh secara umum, seperti kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, keringat malam, kedinginan, sakit, dan nyeri. Beberapa tanda lain bersifat khusus untuk bagian tubuh tertentu, seperti ruam kulit, batuk, atau keluarnya cairan dari hidung.

Dalam kasus-kasus tertentu, penyakit infeksi mungkin asimtomatik (tidak bergejala) untuk sebagian besar atau bahkan keseluruhan proses penyakit. Pada kasus ini, individu lain dapat menderita penyakit, sebagai penderita sekunder, setelah mengalami kontak dengan pembawa penyakit yang asimtomatik. Suatu infeksi tidak selalu identik dengan penyakit infeksi, karena beberapa infeksi tidak menimbulkan penyakit pada inang.

D. PATOFISIOLOGI
Ada serangkaian peristiwa yang terjadi selama infeksi. Rantai peristiwa tersebut meliputi beberapa tahapan, yang melibatkan agen infeksi, reservoir, masuknya agen ke inang yang rentan, keluarnya agen dari inang tersebut, dan penularan ke inang baru. Masing-masing mata rantai harus terjadi secara berurutan agar infeksi dapat berkembang. Pemahaman terhadap langkah-langkah ini membantu petugas kesehatan mengendalikan infeksi dan mencegahnya agar tidak terjadi

D.1. Kolonisasi
Infeksi dimulai ketika suatu organisme berhasil memasuki tubuh, lalu tumbuh dan memperbanyak diri. Hal ini disebut kolonisasi. Sebagian besar manusia tidak mudah terinfeksi. Orang-orang dengan sistem imun yang lemah lebih rentan terhadap infeksi kronis atau persisten, sedangkan individu dengan sistem imun yang tertekan sangat rentan terhadap infeksi oportunistik. Umumnya, patogen masuk ke dalam tubuh inang melalui mukosa pada lubang tubuh, seperti rongga mulut, hidung, mata, genitalia, anus, dan bisa juga masuk melalui luka terbuka. Beberapa patogen dapat tumbuh di tempat awal masuk, tetapi banyak yang bermigrasi dan menyebabkan infeksi sistemik pada organ yang berbeda. Beberapa patogen tumbuh di dalam sel inang (intraseluler) sedangkan yang lain tumbuh bebas dalam cairan tubuh.

Kolonisasi luka mengacu pada mikroorganisme yang tidak bereplikasi di dalam luka, sedangkan pada luka terinfeksi, mikroorganisme mengalami replikasi dan mengakibatkan kelukaan jaringan. Semua organisme multiseluler dikolonisasi sampai tingkat tertentu oleh organisme ekstrinsik, dan sebagian besar kolonisasi ini berada dalam hubungan mutualisme atau komensalisme. Contoh hubungan mutualisme adalah spesies bakteri anaerob, yang melakukan kolonisasi pada usus mamalia, dan contoh komensalisme adalah berbagai spesies Staphylococcus yang ada pada kulit manusia. Tak satu pun dari kolonisasi ini dianggap infeksi. Perbedaan antara infeksi dan kolonisasi sering kali hanya masalah keadaan. Organisme nonpatogenik dapat menjadi patogenik dalam kondisi spesifik, dan bahkan organisme yang paling virulen (ganas) membutuhkan kondisi tertentu untuk menimbulkan infeksi yang membahayakan. Di dalam tubuh, beberapa bakteri seperti Corynebacteria sp. dan streptococci viridans, mencegah adhesi dan kolonisasi bakteri patogenik sehingga mereka memiliki hubungan simbiosis dengan inang, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan luka.


Langkah-langkah infeksi oleh patogen
Variabel yang terlibat dan memengaruhi hasil akhir infeksi meliputi rute masuknya patogen, akses yang diperolehnya untuk memasuki bagian tubuh tertentu inang, virulensi intrinsik patogen, jumlah patogen di awal inokulasi, dan status kekebalan inang. Sebagai contoh, beberapa spesies stafilokokus tidak berbahaya pada kulit, tetapi ketika mereka berada dalam tempat yang biasanya steril, misalnya di dalam kapsul sendi atau peritoneum, mereka akan berkembang biak tanpa perlawanan dan menyebabkan kerusakan.

Dalam beberapa dekade terakhir, kromatografi gas–spektrometri massa, analisis RNA ribosomal 16S, omik, dan teknologi canggih lainnya telah menjelaskan bahwa kolonisasi mikrob sangat umum, bahkan dalam lingkungan yang manusia anggap hampir steril. Karena kolonisasi bakteri merupakan hal yang normal, sulit untuk mengetahui luka kronis mana yang dapat dikategorikan terinfeksi dan seberapa besar risiko perkembangannya. Meskipun sejumlah besar luka ditemukan dalam praktik klinis, evaluasi tanda dan gejala dengan data yang berkualitas masih terbatas. Sebuah tinjauan luka kronis mengkuantifikasi pentingnya peningkatan rasa nyeri sebagai indikator infeksi. Tinjauan tersebut menunjukkan bahwa temuan yang paling berguna adalah peningkatan rasa nyeri, tetapi tidak adanya rasa nyeri tidak otomatis menghilangkan kemungkinan infeksi.

D.2. Penyakit
Penyakit dapat muncul jika mekanisme pertahanan inang terganggu dan agen penginfeksi menyebabkan kerusakan pada inang. Mikroorganisme dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan melepaskan berbagai racun atau enzim yang merusak. Sebagai contoh, Clostridium tetani melepaskan racun yang melumpuhkan otot, dan Staphylococcus melepaskan racun yang menghasilkan syok dan sepsis. Tidak semua agen infeksi menyebabkan penyakit pada semua inang, misalnya, kurang dari 5% orang yang terinfeksi virus polio akan menderita penyakit polio. Di sisi lain, beberapa agen infeksi bersifat sangat ganas. Prion yang menyebabkan penyakit sapi gila dan penyakit Creutzfeldt-Jakob selalu membunuh semua hewan dan orang yang terinfeksi.

Infeksi persisten terjadi karena tubuh tidak dapat membersihkan patogen setelah infeksi awal. Infeksi persisten ditandai oleh adanya agen penginfeksi secara terus-menerus, sering kali sebagai infeksi laten yang berulang kali kambuh sebagai infeksi aktif. Ada beberapa virus yang mengakibatkan infeksi persisten dengan menginfeksi sel-sel tubuh yang berbeda. Beberapa virus yang sekali masuk tidak pernah meninggalkan tubuh. Contoh yang khas adalah virus herpes, yang cenderung bersembunyi di saraf dan menjadi aktif kembali dalam keadaan tertentu.

Infeksi persisten menyebabkan jutaan kematian secara global setiap tahun. Infeksi kronis oleh parasit merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di banyak negara terbelakang.

D.3. Penularan
Agar agen penginfeksi dapat bertahan dan mengulangi siklus infeksi pada inang lain, mereka (atau keturunannya) harus meninggalkan inang atau reservoir yang ditempatinya dan menyebabkan infeksi di tempat lain. Penularan infeksi dapat terjadi melalui banyak rute :
  • Kontak tetesan atau percikan, yang juga dikenal sebagai rute pernapasan, dan infeksi yang diakibatkannya dapat disebut penyakit bawaan udara. Jika orang yang terinfeksi batuk atau bersin dan partikelnya sampai ke orang lain, mikroorganisme, yang tersuspensi dalam tetesan yang hangat dan lembab, dapat masuk ke dalam tubuh melalui permukaan hidung, mulut atau mata.
  • Penularan fekal–oral, yaitu ketika bahan makanan atau air menjadi terkontaminasi partikel feses (oleh orang-orang yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan atau limbah yang tidak diolah dilepaskan ke dalam air minum) sehingga orang-orang yang makan dan minum menjadi terinfeksi. Patogen yang ditularkan melalui metode ini di antaranya Vibrio cholerae, spesies Giardia, Rotavirus, Entamoeba histolytica, Escherichia coli, dan cacing pita. Sebagian besar patogen ini menyebabkan gastroenteritis.
  • Penularan seksual, dengan penyakit yang dihasilkan disebut penyakit menular seksual.
  • Penularan melalui mulut. Penyakit yang ditularkan terutama melalui kontak oral langsung seperti ciuman, atau melalui kontak tidak langsung seperti dengan berbagi gelas minum atau rokok.
  • Penularan melalui kontak langsung, Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak atau sentuhan langsung termasuk tinea pedis, impetigo, dan kutil.
  • Penularan melalui benda mati, misalnya makanan, air, dan tanah yang terkontaminasi.
  • Penularan vertikal, yaitu penularan langsung dari ibu ke embrio, janin, atau bayi selama kehamilan atau persalinan. Hal ini bisa terjadi ketika ibu mendapat infeksi sebagai penyakit penyerta dalam kehamilan.
  • Penularan iatrogenik, karena prosedur medis seperti injeksi atau transplantasi bahan yang terinfeksi.
  • Penularan melalui vektor, yaitu organisme yang tidak menderita penyakit tetapi ikut menularkan infeksi dengan membawa patogen dari satu inang ke inang lainnya.
Hubungan antara virulensi dan penularan sangat kompleks; jika suatu penyakit bersifat fatal, inang dapat mati sebelum patogen dapat ditularkan ke inang lain. 

E. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit infeksi terkadang melibatkan identifikasi agen infeksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam praktiknya, sebagian besar penyakit infeksi minor seperti kutil, abses kulit, infeksi sistem pernapasan, dan diare didiagnosis berdasarkan manifestasi klinisnya dan diobati tanpa mengetahui agen penyebabnya secara spesifik. Kesimpulan tentang penyebab penyakit ini didasarkan pada kemungkinan penderitanya melakukan kontak dengan agen tertentu, keberadaan mikroorganisme dalam suatu komunitas, dan pertimbangan epidemiologis lainnya. Dengan upaya yang memadai, semua agen infeksi dapat diidentifikasi secara spesifik. Namun, manfaat identifikasi sering kali lebih kecil dibandingkan biaya yang perlu dikeluarkan untuk identifikasi, karena sering kali tidak ada perawatan khusus untuk penyakit tersebut, penyebabnya jelas, atau hasil infeksinya tidak berbahaya.

Diagnosis penyakit infeksi hampir selalu dimulai oleh riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Teknik identifikasi yang lebih terperinci melibatkan kultur agen infeksi yang diisolasi dari penderitanya. Kultur memungkinkan identifikasi organisme penginfeksi dengan memeriksa karakteristik mikroskopis mereka, dengan mendeteksi keberadaan zat yang dihasilkan oleh patogen, dan dengan secara langsung mengidentifikasi organisme dengan genotipnya. Teknik lain (seperti sinar-X, pemindaian tomografi terkomputasi (CT), pemindaian PET atau MRI) digunakan untuk menghasilkan gambar kelainan internal yang dihasilkan dari pertumbuhan agen infeksi. Gambar tersebut berguna dalam mendeteksi, misalnya, abses tulang atau ensefalopati spongiformis yang ditimbulkan oleh prion

E.1. Diagnosis simtomatik
Diagnosis dibantu oleh gejala yang muncul pada setiap individu yang menderita penyakit infeksi, tetapi metode ini biasanya membutuhkan teknik diagnostik tambahan untuk mengonfirmasi kecurigaan tersebut. Beberapa tanda klinis tertentu, yang disebut tanda patognomonik, merupakan karakteristik khusus yang menjadi indikasi suatu penyakit; tetapi hal ini jarang terjadi. Tidak semua infeksi bersifat simtomatik. Pada anak-anak, adanya sianosis, pernapasan cepat, perfusi perifer yang buruk, atau ruam petekie meningkatkan risiko infeksi serius hingga lebih dari 5 kali lipat.

E.2. Kultur mikrob
Kultur mikrobiologi adalah metode utama digunakan mendiagnosis penyakit infeksi. Dalam kultur mikrob, media pertumbuhan digunakan untuk memfasilitasi pertumbuhan agen tertentu. Spesimen dari jaringan atau cairan yang diduga berpenyakit diambil untuk kemudian dikultur untuk mendeteksi keberadaan agen infeksi. Kebanyakan bakteri patogenik mudah tumbuh pada agar nutrien, suatu media padat yang mengandung karbohidrat dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Satu bakteri akan memperbanyak diri membentuk sebuah koloni berupa gundukan yang terlihat di permukaan agar. Koloni ini dapat tumbuh terpisah dari koloni lain atau menyatu dengan koloni lain pada agar tersebut. Variasi ukuran, warna, bentuk dan bentuk koloni merupakan hasil dari karakteristik spesies maupun galur bakteri, serta lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Bahan-bahan lain sering ditambahkan ke plat agar untuk membantu identifikasi. Zat tambahan tersebut memungkinkan pertumbuhan beberapa bakteri dan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya, atau mengalami perubahan warna sebagai respons terhadap bakteri tertentu dan bukan bakteri yang lain. Plat bakteriologis seperti ini biasanya digunakan dalam identifikasi klinis bakteri infeksius. Biakan mikrob juga dapat digunakan dalam identifikasi virus. Media yang digunakan untuk menumbuhkan virus adalah sel hidup yang dapat diinfeksi oleh virus yang dimaksud. Dalam proses identifikasi virus, akan tercipta suatu zona kematian sel, yang diakibatkan oleh pertumbuhan virus, yang disebut "plak". Parasit eukariotik juga dapat ditumbuhkan dalam kultur.

Apabila tidak ada teknik kultur plat yang sesuai, beberapa mikroorganisme membutuhkan hewan hidup sebagai media pertumbuhan. Bakteri seperti Mycobacterium leprae dan Treponema pallidum dapat tumbuh pada hewan, meskipun teknik serologis dan mikroskopis membuat penggunaan hewan hidup tidak diperlukan lagi. Virus juga biasanya diidentifikasi menggunakan media lain selain hewan hidup. Beberapa virus dapat tumbuh dalam telur berembrio. Metode identifikasi lain yang bermanfaat adalah xenodiagnosis, atau penggunaan vektor untuk mendukung pertumbuhan agen infeksi. Penyakit Chagas tidak mudah didiagnosis karena sulit untuk menunjukkan keberadaan agen penyebab penyakit ini, yaitu Trypanosoma cruzi, pada penderitanya. Oleh karena itu, diagnosis definitif sulit ditegakkan. Dalam kasus ini, xenodiagnosis melibatkan penggunaan vektor T. cruzi, yaitu Triatominae, serangga yang tidak terinfeksi, yang mengisap darah seseorang yang diduga terinfeksi. Serangga tersebut kemudian diperiksa untuk mendeteksi keberadaan T. cruzi dalam ususnya.

E.3. Mikroskopi
Alat utama lain untuk mendiagnosis penyakit infeksi adalah mikroskop. Hampir semua teknik kultur yang dibahas di atas bergantung, pada titik tertentu, pada pemeriksaan mikroskopis untuk mengidentifikasi agen infeksi secara definitif. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan instrumen sederhana, seperti mikroskop cahaya majemuk, atau dengan instrumen serumit mikroskop elektron. Spesimen yang diperoleh dari penderita penyakit dapat dilihat langsung di bawah mikroskop cahaya, dan sering kali dapat membantu identifikasi dengan cepat. Mikroskop juga sering digunakan bersama dengan teknik pewarnaan biokimia, dan dapat bersifat sangat spesifik ketika dikombinasikan dengan teknik berbasis antibodi. Suatu antibodi dapat dilabel dengan teknik fluoresens sehingga dapat diarahkan untuk mengikat dan mengidentifikasi antigen spesifik yang ada pada patogen. Mikroskop fluoresens kemudian digunakan untuk mendeteksi antibodi tersebut, yang telah berikatan dengan antigen di dalam sampel klinis atau sel yang dikultur. Teknik ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit virus, yang tidak mampu diidentifikasi oleh mikroskop cahaya.

Prosedur mikroskopis lainnya juga dapat membantu mengidentifikasi agen infeksi. Hampir semua sel mudah diwarnai dengan sejumlah bahan pewarna dasar akibat tarikan elektrostatik antara molekul seluler bermuatan negatif dengan muatan positif pada pewarna. Pada mikroskop, sel biasanya terlihat transparan dan pemberian warna akan meningkatkan kontras antara sel dengan latar belakangnya. Pewarnaan sel dengan zat warna seperti Giemsa atau kristal ungu memungkinkan seorang pengguna mikroskop untuk menggambarkan ukuran, bentuk, komponen internal dan eksternal sel, serta hubungannya dengan sel-sel lain. Perbedaan respons bakteri terhadap pewarnaan dapat dimanfaatkan untuk mengelompokkan mikroorganisme. Dua metode pewarnaan, yaitu pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam, merupakan pendekatan standar yang digunakan untuk mengklasifikasikan bakteri dan untuk mendiagnosis penyakit. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi kelompok bakteri Firmicutes dan Actinobacteria, yang berisi banyak bakteri patogenik penting. Sementara itu, prosedur pewarnaan asam-cepat dapat mengidentifikasi genus Mycobacterium dan Nocardia.

E.4. Uji biokimia
Identifikasi agen infeksi juga bisa menggunakan uji biokimia untuk mengetahui karakter produk metabolik atau enzimatik dari agen infeksi tertentu. Karena bakteri memfermentasi karbohidrat dengan pola tertentu sesuai dengan karakteristik genus dan spesiesnya, deteksi produk fermentasi biasanya untuk mengidentifikasi bakteri. Asam, alkohol, dan gas juga biasanya dideteksi dalam uji ini ketika bakteri ditumbuhkan dalam media cair atau padat.

Isolasi enzim dari jaringan yang terinfeksi juga membantu diagnosis penyakit infeksi. Sebagai contoh, manusia tidak dapat membuat enzim replikase RNA atau transkriptase balik, dan keberadaan enzim-enzim ini merupakan tanda infeksi virus tertentu. Kemampuan protein hemaglutinin yang dimiliki virus untuk mengikat sel-sel darah merah hingga dapat dideteksi juga merupakan uji biokimia untuk mengetahui infeksi virus, walaupun hemaglutinin bukanlah suatu enzim dan tidak memiliki fungsi metabolik.

Uji serologis merupakan metode pengujian yang sangat sensitif, spesifik, dan sering kali sangat cepat untuk mengidentifikasi mikroorganisme tertentu. Pengujian ini didasarkan pada kemampuan suatu antibodi untuk berikatan secara khusus pada suatu antigen. Antigen ini biasanya berupa protein atau karbohidrat yang dihasilkan atau dimiliki oleh agen infeksi. Ikatan ini kemudian memicu serangkaian peristiwa yang dapat diamati dengan jelas dalam berbagai cara, tergantung pada jenis pengujiannya. Misalnya, "sakit tenggorokan" biasanya didiagnosis dalam beberapa menit, dengan mendeteksi antigen yang dibuat oleh bakteri penyebabnya, Streptococcus pyogenes, yang diambil dari tenggorokan pasien dengan kapas. Uji serologis, jika tersedia, biasanya merupakan rute identifikasi yang disukai. Meskipun demikian, uji serologis butuh biaya pengembangan yang mahal dan reagen yang digunakan dalam tes sering kali harus disimpan dalam kondisi dingin. Beberapa uji serologis bisa berbiaya sangat mahal, meskipun ketika digunakan secara luas, misalnya dengan "uji cepat", metode ini bisa menjadi murah.

Teknik serologis telah dikembangkan secara kompleks menjadi imunoasai. Imunoasai dapat menggunakan ikatan antibodi–antigen sebagai dasar untuk menghasilkan sinyal radiasi partikel atau elektromagnetik, yang dapat dideteksi oleh beberapa instrumen. Sinyal yang sebelumnya tidak diketahui dapat dibandingkan dengan standar yang memungkinkan penghitungan jumlah antigen target. Imunoasai dapat mendeteksi atau mengukur antigen milik agen infeksi atau protein yang dihasilkan oleh inang terinfeksi sebagai respons terhadap agen asing. Sebagai contoh, imunoasai A dapat mendeteksi keberadaan protein permukaan dari partikel virus, sedangkan imunoasai B dapat mendeteksi atau mengukur antibodi yang dihasilkan oleh sistem imun organisme yang dibuat untuk menetralisir dan menghancurkan virus.

Suatu instrumen dapat digunakan untuk membaca sinyal yang sangat kecil yang dihasilkan oleh reaksi sekunder dari ikatan antigen–antibodi. Instrumen tersebut dapat mengontrol pengambilan sampel, penggunaan reagen, waktu reaksi, deteksi sinyal, penghitungan hasil, dan manajemen data untuk menghasilkan proses otomatis yang hemat biaya untuk mendiagnosis penyakit infeksi.

E.5. Diagnosis berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan metode mendeteksi keberadaan segmen asam nukleat (DNA atau pun RNA atau dalam koridor molekuler) dalam spesimen yang diuji. Teknologi  berdasarkan metode ini akan menjadi standar emas untuk berbagai diagnosis penyakit karena beberapa alasan. 
Pertama, pendataan agen infeksi telah berkembang sehingga hampir semua agen infeksi penting telah diidentifikasi. 
Kedua, agen infeksi harus memperbanyak diri (melipatgandakan asam nukleatnya) di dalam tubuh manusia untuk menimbulkan penyakit. Amplifikasi asam nukleat dalam jaringan yang terinfeksi ini memungkinkan deteksi agen infeksi dengan menggunakan PCR.
Ketiga, unsur penting untuk melakukan PCR, yaitu primer, berasal dari genom agen infeksi, dan seiring waktu genom tersebut akan diketahui.

Dengan demikian, teknologi saat ini telah mampu mendeteksi agen infeksi dengan cepat dan spesifik. Satu-satunya kesulitan untuk menjadikan PCR sebagai alat diagnosis standar adalah biaya yang cukup tinggi dan penerapannya yang tidak mudah. Beberapa penyakit juga tidak cocok didiagnosis dengan PCR, contohnya adalah penyakit klostridial (tetanus dan botulisme). Penyakit-penyakit ini pada dasarnya adalah keracunan biologis oleh sejumlah kecil bakteri infeksius yang menghasilkan neurotoksin yang sangat kuat. Tidak terjadi perbanyakan agen infeksi yang signifikan, yang akan membatasi kemampuan PCR untuk mendeteksi keberadaan bakteri-bakteri tersebut.

E.6. Pengurutan metagenomika
Dalam bidang sains, para peneliti dengan kreativitasnya telah menghasilkan banyak temuan dan inovasi termasukdi bidang bioteknologi. Era pembacaan seluruh rantai DNA (Deoxyribose-Nucleic Acid) atau genom satu spesies makhluk hidup telah "sering" dilakukan dinegara maju. Genom dari berbagai makhluk hidup bahkan manusia serta ratusan spesies mikroba telah selesai dibaca.Namun, 
tampaknya babak pembacaan genom satu spesies makhluk hidup telah mencapai klimaks bagi sebagian peneliti. Saat ini,sebagian dari mereka mulai beralih pada tantangan lain yaitu  membaca seluruh DNA dari suatu ekosistem lengkap (bukan hanya satu organisme), yang dikenal dengan pendekatan metagenom. Ilmu yang mempelajari metagenom ini disebut metagenomika.

Metagenomik merupakan cara yang sangat tepat untuk mengetahui komunitas mikroa yang tidak dapat dikulturkan atau unculturable pada lingkungan tertentu.

Mengingat banyaknya bakteri, virus, dan patogen lain yang menyebabkan penyakit ganas dan mengancam jiwa, kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab infeksi dengan cepat merupakan hal penting meskipun sering kali dijumpai tantangan. Sebagai contoh, lebih dari setengah kasus ensefalitis, penyakit berat yang memengaruhi otak, tidak terdiagnosis, meskipun telah dilakukan pengujian ekstensif menggunakan metode laboratorium klinis yang canggih. Metagenomika pun dikembangkan untuk penggunaan klinis untuk mendiagnosis infeksi dengan sensitif dan cepat menggunakan pengujian tunggal. Pengujian ini mirip dengan PCR; namun, amplifikasi materi genetik dilakukan dengan tidak bias dan tidak menggunakan primer untuk agen infeksi tertentu. Langkah amplifikasi ini diikuti oleh pengurutan dan penjajaran menggunakan basis data besar dari ribuan genom organisme dan virus.

Pengurutan metagenomika terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis penderita yang mengalami imunodefisiensi. Lebih banyak lagi agen infeksi yang dapat mengakibatkan penyakit serius pada individu dengan imunosupresi, sehingga penapisan klinis harus dilakukan lebih luas. Selain itu, ekspresi gejala sering kali tidak khas sehingga diagnosis klinis yang didasarkan pada manifestasi klinis menjadi lebih sulit. Ditambah lagi, metode diagnostik yang mengandalkan deteksi antibodi cenderung tidak dapat diandalkan. Pengujian yang luas dan sensitif untuk mendeteksi keberadaan materi infeksius lebih diinginkan dibandingkan deteksi antibodi.

E.7. Indikasi pengujian
Identifikasi agen infeksi spesifik biasanya dilakukan ketika ia bisa membantu pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk menambah pengetahuan tentang proses penyakit sebelum langkah-langkah terapi atau pencegahan yang efektif dikembangkan. Sebagai contoh, pada awal 1980-an, sebelum kemunculan zidovudin untuk pengobatan AIDS, perkembangan penyakit ini diikuti dengan memantau komposisi sampel darah penderitanya, walaupun hasilnya tidak menawarkan pilihan pengobatan lebih lanjut. Beberapa studi tentang kemunculan HIV di komunitas-komunitas tertentu memungkinkan pengembangan hipotesis mengenai jalur penularan virus. Dengan memahami bagaimana penyakit ini ditularkan, sumber daya dapat ditargetkan ke masyarakat dengan risiko terbesar untuk mengurangi jumlah infeksi baru. Identifikasi serologis, dan kemudian identifikasi genotipik atau molekuler, dari HIV juga memungkinkan pengembangan hipotesis mengenai asal-usul waktu dan lokasi virus, serta segudang hipotesis lainnya. Perkembangan alat diagnostik molekuler telah memungkinkan dokter dan peneliti untuk memantau kemanjuran pengobatan dengan obat antiretrovirus. Diagnosis molekuler sekarang telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi HIV pada orang sehat, jauh sebelum timbulnya penyakit, dan telah digunakan untuk menunjukkan adanya orang yang secara genetik kebal terhadap infeksi HIV. Meskipun untuk sementara masih belum ada obat untuk menyembuhkan AIDS, ada manfaat terapeutik dan prediktif yang besar untuk mengidentifikasi HIV dan memantau tingkat virus dalam darah orang yang terinfeksi, baik untuk penderita maupun masyarakat luas.

F. PENCEGAHAN
Beberapa metode seperti mencuci tangan dan mengenakan alat pelindung diri seperti masker dapat membantu mencegah infeksi dari satu orang ke orang lain. Teknik aseptik diperkenalkan dalam kedokteran pada akhir abad ke-19 dan sangat mengurangi insiden infeksi yang disebabkan oleh pembedahan. Sering mencuci tangan tetap menjadi cara paling penting untuk mencegah penyebaran organisme yang tidak diinginkan. Beberapa bentuk pencegahan lain seperti menerapkan pola hidup higienis, menjaga sanitasi, berolahraga dengan teratur, mengonsumsi diet seimbang, dan serta memasak makanan dengan baik juga penting untuk mencegah infeksi.

Zat antimikrob yang digunakan untuk mencegah penularan infeksi meliputi:
  • Antiseptik, yang diaplikasikan pada jaringan hidup, misalnya kulit.
  • Disinfektan, yang menghancurkan mikroorganisme pada benda mati.
  • Antibiotik, dalam konteks profilaksis bila diberikan sebagai pencegahan dan bukan sebagai pengobatan infeksi. Namun, penggunaan antibiotik jangka panjang mengakibatkan resistansi. Pemakaian antibiotik lebih banyak dari yang diperlukan, memungkinkan bakteri bermutasi sehingga menjadi kebal.
Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat penularan penyakit infeksi adalah mengenali perbedaan sifat berbagai penyakit. Beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan diantaranya virulensi patogen, jarak yang ditempuh oleh penderitanya, dan tingkat penularan. Galur virus Ebola pada manusia, misalnya, membunuh penderitanya dengan cepat. Akibatnya, para penderita penyakit ini tidak punya kesempatan untuk bepergian jauh dari zona infeksi awal. Selain itu, virus ini harus menyebar melalui lesi kulit atau membran permeabel seperti mata. Dengan demikian, tahap awal penyakit Ebola tidak terlalu menular karena korbannya hanya mengalami pendarahan internal. Sebagai hasil dari karakteristik di atas, penyebaran penyakit Ebola sangat cepat dan biasanya tetap dalam area geografis yang relatif terbatas. Sebaliknya, HIV membunuh korbannya dengan sangat lambat dengan menyerang sistem kekebalan tubuh mereka. Akibatnya, banyak dari korbannya menularkan virus ke orang lain bahkan sebelum menyadari bahwa mereka membawa penyakit itu. Selain itu, virulensi yang relatif rendah memungkinkan para penderitanya untuk melakukan perjalanan jarak jauh, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya epidemi.

Metode umum untuk mencegah penularan patogen yang ditularkan melalui vektor adalah pengendalian vektor tersebut. Pemutusan siklus hidup vektor akan memutus penyebaran agen infeksi yang dibawanya.

Jika infeksi hanya dicurigai dan belum dapat dipastikan, seorang individu dapat dikarantina sampai masa inkubasi selesai untuk menunggu manifestasi penyakit muncul atau memastikan orang yang dikarantina tetap sehat. Selain terhadap individu, karantina juga dapat diterapkan terhadap kelompok atau populasi. Dalam suatu komunitas, cordon sanitaire dapat dikenakan untuk mencegah infeksi menyebar di luar komunitas tersebut, atau sekuestrasi protektif untuk mencegah infeksi masuk ke dalam komunitas. Otoritas kesehatan masyarakat dapat menerapkan bentuk-bentuk pencegahan lain seperti pembatasan sosial dalam bentuk penutupan sekolah, untuk mengendalikan epidemi.

G. Imunitas
Sebagian besar patogen yang menginfeksi tidak mengakibatkan kematian inang dan patogen tersebut pada akhirnya akan hilang setelah gejala penyakit berkurang. Proses ini membutuhkan sistem imun untuk membunuh atau menonaktifkan patogen. Kekebalan spesifik yang didapat dari penyakit infeksi dapat dimediasi oleh antibodi dan/atau limfosit T. Kekebalan yang dimediasi oleh dua faktor ini dapat dimanifestasikan oleh:
  • efek langsung pada patogen, seperti bakteriolisis yang bergantung pada komplemen yang diprakarsai oleh antibodi, opsonisasi, fagositosis, dan pembunuhan, yang terjadi pada beberapa bakteri,
  • netralisasi virus sehingga mereka ini tidak bisa memasuki sel, atau
  • kinerja limfosit T, yang akan membunuh sel yang dimasuki oleh mikroorganisme.
Respons sistem imun terhadap mikroorganisme sering kali menyebabkan gejala seperti demam tinggi dan peradangan. Efek ini berpotensi lebih merusak dibandingkan kerusakan langsung yang disebabkan oleh mikrob.

Seseorang dapat menjadi resistan atau kebal terhadap suatu penyakit dengan membawa patogen secara asimtomatik, membawa organisme yang strukturnya serupa (reaksi silang), atau melalui vaksinasi. Patogen primer memberi pengetahuan tentang antigen pelindung dan kekebalan adaptif yang lebih lengkap dibandingkan patogen oportunistik. Fenomena kekebalan kelompok juga bisa tercipta untuk melindungi mereka yang rentan ketika sebagian besar populasi telah kebal dari infeksi tertentu.

Sistem imun mampu melawan patogen apabila jumlah antibodi yang spesifik terhadap antigen dan/atau sel T mencapai tingkat tertentu. Sejumlah individu mengembangkan antibodi alami dalam serumnya meskipun mereka hanya sedikit terpapar atau bahkan sama sekali tidak terpapar antigen. Antibodi alami ini memberikan perlindungan khusus kepada individu dewasa dan secara pasif diturunkan ke bayinya yang baru lahir.

G.1. Faktor genetik inang
Organisme yang menjadi target infeksi disebut inang. Dalam parasitologi, mereka yang membawa patogen (khususnya parasit) dalam fase dewasa dan bereproduksi secara seksual disebut inang definitif. Sementara itu, inang perantara merupakan sebutan bagi inang yang menjadi tempat parasit hidup dalam fase larva atau bereproduksi secara aseksual. Pembersihan patogen, baik akibat pengobatan atau terjadi secara spontan, dapat dipengaruhi oleh variasi genetik inang secara individual. Misalnya, infeksi virus hepatitis C genotipe 1 yang diobati dengan peginterferon alfa-2a atau peginterferon alfa-2b yang dikombinasikan dengan ribavirin menunjukkan bahwa polimorfisme genetik di dekat gen IL28B manusia, yang mengode interferon lambda 3, dikaitkan dengan perbedaan yang signifikan dalam pembersihan virus oleh pengobatan. Temuan ini, awalnya menunjukkan bahwa penderita hepatitis C genotipe 1 yang membawa alel varian genetik tertentu di dekat gen IL28B cenderung lebih merespons pengobatan virus dibandingkan orang lain. Laporan berikutnya menunjukkan bahwa varian genetik yang sama juga dikaitkan dengan pembersihan alami untuk virus hepatitis C genotipe 1. 

H. PENGOBATAN
Obat antiinfeksi dapat menekan infeksi yang menyerang tubuh. Ada beberapa jenis obat antiinfeksi yang luas, tergantung pada jenis organisme yang ditargetkan; obat-obat ini meliputi antibakteri (antibiotik), antivirus, antijamur, dan antiparasitik (termasuk antiprotozoal dan antelmintik). Antibiotik dapat diberikan melalui mulut, injeksi, atau dioleskan, tergantung pada tingkat keparahan dan jenis infeksi. Infeksi berat pada otak biasanya diobati dengan antibiotik intravena. Kadang-kadang, sejumlah antibiotik digunakan bersamaan jika ada resistansi terhadap satu antibiotik. Antibiotik hanya bekerja melawan bakteri dan tidak berefek pada virus. Cara kerja antibiotik yaitu memperlambat multiplikasi bakteri atau membunuh bakteri.

Tidak semua infeksi memerlukan pengobatan. Untuk infeksi yang sembuh sendiri, pengobatan dapat menimbulkan lebih banyak efek samping dibandingkan manfaatnya. Penatalayanan antimikrob merupakan konsep bahwa penyedia layanan kesehatan harus mengobati infeksi dengan antimikrob yang bekerja dengan baik untuk patogen spesifik dalam waktu sesingkat mungkin dan hanya akan mengobati ketika patogen diketahui atau kemungkinan besar terpengaruh oleh pengobatan tersebut.

I. EPIDEMIOLOGI
Pada 2010, sekitar 10 juta orang meninggal karena penyakit menular.[41] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumpulkan informasi kematian global berdasarkan kategori kode ICD. Tabel berikut mencantumkan penyakit infeksi teratas berdasarkan jumlah kematian pada tahun 2002. Data tahun 1993 juga ditampilkan sebagai perbandingan.
Kematian di seluruh dunia akibat penyakit infeksi
UrutanPenyebab kematianKematian pada 2002
(dalam juta)
Persentase dari
seluruh kematian
Kematian pada 1993
(dalam juta)
Urutan pada 1993
N/ASemua penyakit infeksi14.725.9%16.432.2%
1Infeksi saluran pernapasan bawah3,96,9%4,11
2HIV/AIDS2,84,9%0,77
3Gastroenteritis[45]1.83.2%3.02
4Tuberkulosis (TB)1,62,7%2,73
5Malaria1,32,2%2,04
6Campak0,61,1%1,15
7Batuk rejan0,290,5%0,367
8Tetanus0,210,4%0,1512
9Meningitis0,170,3%0,258
10Sifilis0,160,3%0,1911
11Hepatitis B0.100,2%0,936
12-17Penyakit tropis (6)[46]0.130.2%0.539, 10, 16–18
Catatan: Penyebab kematian lainnya termasuk kondisi ibu dan perinatal (5,2%), kekurangan nutrisi (0,9%), kondisi tidak menular (58,8%), dan cedera (9,1%).
Tiga pembunuh teratas adalah HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria. Meskipun jumlah kematian akibat hampir semua penyakit lain menurun, kematian karena HIV/AIDS telah meningkat empat kali lipat. Penyakit anak-anak termasuk batuk rejan, poliomielitis, difteri, campak, dan tetanus. Anak-anak juga menjadi bagian besar dari kematian saluran pernapasan bawah dan diare. Pada tahun 2012, sekitar 3,1 juta orang telah meninggal karena infeksi saluran pernapasan bawah, menjadikannya penyebab kematian nomor 4 di dunia. 

J. TEORI KUMAN PENYAKIT
Pada Zaman Klasik, sejarawan Yunani Thukidides (c. 460 - c. 400 SM) adalah orang pertama yang menulis tentang wabah Athena, bahwa penyakit dapat menyebar dari orang yang terinfeksi ke orang lain. Dalam bukunya On the Different Types of Fever (c. 175 M), tabib Yunani-Romawi Galen berspekulasi bahwa wabah disebarkan oleh "benih wabah tertentu", yang ada di udara. Dalam teks Sushruta Samhita, dokter India kuno Sushruta berteori: "Kusta, demam, konsumsi, penyakit mata, dan penyakit menular lainnya menyebar dari satu orang ke orang lain melalui penyatuan seksual, kontak fisik, makan bersama, tidur bersama, duduk bersama, dan menggunakan pakaian, karangan bunga, dan pasta yang sama." Buku ini ditulis pada sekitar abad keenam SM.

Teori dasar penularan penyakit diajukan oleh dokter Persia Ibnu Sina (dikenal sebagai Avicenna di Eropa) dalam Qanun Kedokteran (1025), yang kemudian menjadi buku teks medis paling otoritatif di Eropa hingga abad ke-16. Dalam Buku IV Qanun tersebut, Ibnu Sina membahas epidemi, menguraikan teori miasma klasik dan berusaha mencampurnya dengan teori penularan awal miliknya sendiri. Ia menyebutkan bahwa seseorang dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui napas, setelah mencatat penularan tuberkulosis, dan menjelaskan metode penularan penyakit melalui air dan debu. Konsep penularan tak kasatmata kemudian dibahas oleh beberapa cendekiawan Islam pada Dinasti Ayyubiyah yang menyebutnya sebagai najis ("zat tidak murni"). Sarjana fikih Ibnu al-Haj al-Abdari (c. 1250–1336), saat membahas makanan dan kebersihan Islam, memberi peringatan tentang bagaimana penyakit dapat mencemari air, makanan, dan pakaian, dan dapat menyebar melalui pasokan air, dan menyiratkan bahwa mungkin penularan diakibatkan oleh partikel yang tak terlihat.

Ketika Maut Hitam mencapai Al-Andalus pada abad ke-14, tabib Arab Ibnu Khatima (c. 1369) dan Ibnu al-Khatib (1313–1374) berhipotesis bahwa penyakit menular disebabkan oleh "tubuh kecil" dan menjelaskan bagaimana mereka dapat ditularkan melalui pakaian, bejana, dan anting-anting. Gagasan penularan menjadi lebih populer di Eropa selama Renaisans, terutama melalui tulisan dokter Italia Girolamo Fracastoro.[66] Antony van Leeuwenhoek (1632–1723) memajukan ilmu mikroskop dengan menjadi orang pertama yang mengamati mikroorganisme dan memungkinkan visualisasi bakteri dengan mudah.

Pada pertengahan abad ke-19, John Snow dan William Budd melakukan pekerjaan penting, yaitu menunjukkan penularan tipus dan kolera melalui air yang terkontaminasi. Keduanya mendapat nama seiring dengan menurunnya epidemi kolera di kota-kota mereka setelah menerapkan langkah-langkah pencegahan kontaminasi air. Louis Pasteur membuktikan tanpa keraguan bahwa penyakit tertentu disebabkan oleh agen infeksi, dan mengembangkan vaksin untuk rabies. Robert Koch menyajikan studi ilmiah tentang penyakit menular dengan dasar ilmiah yang dikenal sebagai postulat Koch. Edward Jenner, Jonas Salk, dan Albert Sabin mengembangkan vaksin yang efektif untuk cacar dan polio. Alexander Fleming menemukan antibiotik pertama di dunia, penisilin, yang kemudian dikembangkan oleh Florey dan Chain. Gerhard Domagk mengembangkan sulfonamida, obat antibakteri sintetis berspektrum luas yang pertama.



Kamis, 01 Oktober 2020

PENGENALAN ISTILAH PENGOLAHAN OBAT HERBAL


Berikut ini trik dan tips beberapa istilah pengolahan obat herbal yang sangat umum digunakan, yaitu :
  1. Merebus, sebagai mana merebus masakan maka merebus bahan herbal juga berarti mencampur bahan-bahan obat herbal dengan air seperti yang disyaratkan. Sebelum merebus cuci bersih semua bahan herbal dan rebuslah sesuai ketentuan. Misalnya, rebus dengan air 2 gelas sampai tersisa 1 gelas. Berarti merebus bahan berbal awalnya dengan air 2 gelas, rebus dengan api kecil sampai air tersisa 1 gelas saja.
  2. Disangrai, yaitu : menggoreng tanpa minyak. Biasanya menyangrai bahan herbal dilakukan di wajan tanah liat. Menyangrai sebaiknya menggunakan api kecil agar bahan-bahan herbal tidak terlalu hangus.
  3. Digeprak, umumnya dilakukan pada bahan-bahan herbal semacam rimpang, bisa jahe, temulawak, kunyit, ataupun kunci. Digeprak sama dimemarkan dengan menggunakan palu atau uleg-uleg. Pastikan alas untuk menggeprak dan alat penggepraknya telah dicuci dan higienis.
  4. Ditumbuk, salah satu cara mencampur bahan-bahan herbal agar menjadi ramuan obat. beberapa bahan ditumbuk secara bersamaan, biasanya menggunakan alat lumpang atau alu. Lumpang bisa dibuat dari besi, batu, atau pun kayu. Lumpang batu biasanya banyak dipilih sebagai alat untuk menumbuk bahan herbal, Sebab selain kuat, lekas halus, lumpang batu juga tidak mempengaruhi komposisi dan cita rasa bahan herbal.
  5. Dipipis, sama seperti ditumbuk tetapi menggunakan cara diuleg. Alat yang digunakan bukan lumpang, tetapi semacam cobek atau berpermukaan agak datar. Memipis biasa dilakukan di atas cobek batu yang datar dengan bantuan uleg-uleg atau batu kecil. Jika bahan herbal yang ditumbuk kebanyakan terakhirnya dicampur air lalu direbus, bahan yang dipipis biasanya langsung diperas atau diambil sekaligus napasnya sebagai obat luar. Misalnya, dalam pembuatan bedak dingin, lulur, dan bedak jerawat. Semua dilakukan dengan cara dipipis.
  6. Diseduh, ramuan herbal yang telah dibuat dalam bentuk serbuk biasanya dikomsumsi dengan cara diseduh air panas. Cara menyeduh, yaitu dengan memasukkanterlebih dahulu serbuk herbal ke dalam gelas kemudian didihkan air dan dituangkan sampai jumlah yang diinginkan. Jangan menggunakan air yang belum mendidih karena resiko justru terkena penyakit perut.
  7. Menyaring, sebagaimana menyaring kelapa untuk santan juga dilakukan pada beberapa obat herbal yang disyaratkan demikian. Biasanya ramuan herbal disaring agar ampasnya tidak ikut tertelan karena sebagai ampas tersebut justru bisa mengendap dan mengganggu fungsi ginjal. Saringan sebaiknya dipilih dengan bahan plastik tebal atau stainless steel. Usahakan menghindari saringan berbahan aluminium karena mudah berkarat dan bisa membuat ramuan herbal terkontaminasi logam tersebut.

PENGENALAN BAHAN-BAHAN YANG BIASA DIGUNAKAN SEBAGAI CAMPURAN RAMUAN HERBAL


Berikut ini trik dan tips beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai campuran ramuan herbal. Tetapi tidik harus dicampurkan, sifatnya sebagai komplemen (pelengkap) saja ... kalau memang perlu dicampurkan untuk meningkatkan khasiat herbal yang berkaitan langsung dengan penyakit pasien, yaitu : 
  1. Garam, salah satu bahan utama yang dicampurkan dalam ramuan herbal yang bermanfaat penetralisasi rasa pahit, menambah aroma, dan membantu penyembuhan penyakit. Bahkan pada masyarakat Jawa, dikatakan pemberian garam pada makanan dan ramuan herbal dapat mengusir benda-benda atau makhluk gaib (astral) yang turut mengganggu seseorang sehingga terkena penyakit tertentu. Penggunaan garam dapar ini biasanya hanya sedikit, ukurann ya sepucuk sendok teh untuk satu liter ramuan herbal. Pilihlah garam yang bersih dan terbebas dari kotoran seperti pasir dan sejenisnya,
  2. Gula Batu, berbentuk kristal padat yang rasanya kurang manis dibandingkan dengan gula pasir. Pemberian gula batu sebagai bahan pemanis pada ramuan herbal lebih disyaratkan dibandingkan dengan pemberian gula pasir atau gula merah. Gula batu sebenarnya terbuat dari gula pasir yang dipanaskan sehingga mengkristal, perubahan rasa sedikit tampak karena gula batu tak semanis gula pasir. Walau pun kurang manis, gula batu banyak digunakan sebagai penambah rasa pada teh ataupun ramuan herbal.
  3. Madu, merupakan produk dihasilkan lebah. Lebah hanya memakan makanan bersih, lebah hanya bermain di tempat yang bersih, dan lebah rajin bekerja. Karena kebersihan dan kualitas si penghasil madu tersebut, maka madu telah lama dinyatakan sebagai obat berbagai macam penyakit. Rasa madu yang manis menjadi penambah aroma dan penetralisasi rasa pahit yang ditimbulkan sebagaian bahan ramuan herbal. Pilih hanya madu asli sebagai salah satu bahan ramuan herbal. Madu buatan atau hanya essence justru akan menimbulkan efek kurang baik bagi tubuh seperti batuk dan pilek.  
  4. Jeruk Nipis, memiliki rasa asam yang segar bersifat antioksidan. Sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan capuran ramuan herbal. Biasanya jeruk nipis digunakan sebanyak satu potong kecil untuk satu gelas ramuan herbal yang siap diminum.
  5. Asam Jawa, yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, lekas mengeringkan luka luar atau dalam tubuh, dan menetralisir aroma pahit menjadi agak segar. Buah asam jawa matang dikupas merupakan salah satu bahan campuran pada beberapa ramuan herbal, baik yang diminum atau dioleskan.
  6. Beras, berfungsi pengikat pada ramuan herbal yang dioleskan. Sedangkan bagi ramuan herbal yang diminum untuk menambah aromah lebih wangi dan mengandung berbagai vitamin terutama vitamin E.
  7. Berbagai Jenis Rimpang, berfungsi sebagai bahan campuran ramuan herbal. Jahe, kunyit, kencur, kunci, dan temulawak. Masing-masing rimpang punya ciri khas berupa rasa, bentuk, bau, dan kegunaannya. Misalnya : Jahe bermanfaat menghanyatkan tubuh dan menghilangkan masuk angin serta perut kembung. Temulawak bermanfaat penjaga hati dan menambah nafsu makan. Kencur untuk meredakan batuk, lengkuas (jawa : Laos) sebagai obat penghilang lelah atau pegal, serta digunakan sebagai obat luar untuk penyakit panu. Rimpang lainnya juga memiliki segudang manfaat. 




STANDAR PENGOLAHAN RAMUAN HERBAL

Berikut ini beberapa trik dan tips dalam mengolah bahan herbal menjadi jamu yang sangat bermanfaat untuk imunitas tubuh.
  1. Jangan lupa cuci tangan. Hal yang paling penting adalah kebersihan si pembuat jamu. Gunakan pakaian yang bersih, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik, baik sebelum maupun sesudah mengolahnya. Jangan lupa juga gunakan masker ya.
  2. Cuci bahan-bahan yang akan dibuat ramuan herbal di bawah air mengalir, baik daun, batang, akar maupun bahan-bahan lain yang langsung didapat dari alam
  3. Pilih bahan-bahan yang terbaik dan masih baru, tidak kadaluarsa, tidak berjamur, tidak berbau apek, dan tidak berubah warna
  4. Pastikan air yang digunakan bersih dan matang. Pilih air yang bersih , gula yang bersih dan berkualitas tinggi sebagai campuran bahan ramuan herbal. Selama membuat jamu, pastikan kamu menggunakan air yang bersih. Lalu rebus air untuk merebus bahan sampai benar-benar mendidih dan matang.
  5. Cuci bersih peralatan pengolahan sebelum digunakan untuk membuat ramuan herbal. Pastikan alat yang dipakai bersih, maka sebelum mengolah bahan tersebut menjadi jamu, pastikan tempat dan alat yang akan dipakai bersih dan steril. 
  6. Pilih panci atau bejana berbahan dasar tanah liat atau teflon, disarankan untuk menggunakan peralatan yang terbuat dari stainless steel. Jangan memilih aluminium atau logam yang bisa mempengaruhi komposisi ramuan herbal
  7. Perhatikan cara penyimpanan bahannya. Saat akan menyimpannya, pastikan bahan jamu segar ini sudah dicuci bersih dengan air mengalir dan dikeringkan. Setelah itu, simpan di tempat yang bersih dan kering.
  8. Simpan hasil jamu dengan baik dan bersih. Setelah jamunya jadi, gunakan wadah atau botol yang bersih dan sesuai untuk standar aman makanan. Jangan pakai wadah atau botol bekas air mineral yang sekali pakai. Simpan jamu pada suhu yang sejuk dan jangan disimpan terlalu lama, nanti nggak bisa dikonsumsi deh. Hal penting sebelum mengkonsumsinya, pastikan tidak ada perubahan warna, bau, dan rasa pada jamu setelah disimpan.

Selain itu, ada hal penting lain yang perlu diperhatikan jika mengkonsumsi racikan herbal yang dibuat sendiri, yaitu :
  • Pastikan tidak ada reaksi alergi yang muncul.
  • Takaran dan kombinasi harus sesuai, tidak berlebihan.
  • Jangan asal diberikan pada bayi, anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia, dan orang dengan penyakit penyerta.
  • Hati-hati jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
  • Akan lebih baik untuk berkonsultasi dengan dokter untuk penggunaan jamu dan obat secara bersamaan.

PETA SITUS (SITE MAPS) Info Kesehatan

Perhatian : Informasi ini bukanlah resep atau nasihat medis. Situs / Blog ini bukan pengganti dokter. Jika Anda perlu bantuan atau hendak be...