Terjemahan

Kamis, 26 November 2020

PENULARAN PENYAKIT MELALUI MAKANAN, AIR, DAN LINGKUNGAN

PETA SITUS     HOME

Penelitian di lab. agen patogen untuk pengendalian dan pencegahan penyakit menular

Memberi edukasi kepada masyarakat untuk bisa menjaga diri dan melindungi kesehatan masyarakat secara nasional dan internasional melalui pencegahan dan pengendalian penyakit secara mandiri, kecacatan, dan kematian yang disebabkan oleh infeksi yang ditularkan melalui makanan, ditularkan melalui air, dan lingkungan.

Perubahan dalam masyarakat, teknologi, lingkungan kita, dan mikroorganisme itu sendiri mempengaruhi terjadinya dan kompleksitas penyakit bawaan makanan, ditularkan melalui air, lingkungan dan mikotik (jamur), sehingga tantangan yang selalu berubah.

Misalnya pada tahun 1980-an, E. coli O157 pertama kali muncul dan menyebar untuk mencemari berbagai jenis makanan. Pendekatan pencegahan — termasuk pengawasan dan pemantauan yang ditingkatkan, kebijakan penarikan yang agresif, dan pengurangan kontaminasi di seluruh rantai makanan — ditargetkan pada jenis E. coli ini dan beberapa patogen lain serta menunjukkan beberapa keberhasilan. Faktanya, angka kasus E. coli O157 yang dikonfirmasi laboratorium menurun cukup untuk memenuhi  target Orang Sehat pada 2010 yaitu <1 kasus untuk setiap 100.000 orang yang tinggal dalam suatu komunitas.

Di sisi lain, Salmonella multiresisten merupakan tantangan yang berkembang bagi kesehatan manusia dan hewan. Penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera dan tifus, meskipun sebenarnya sekarang jarang dijumpai, menyebabkan kecacatan yang tidak perlu dan kematian secara global. Infeksi jamur sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun dan sulit untuk didiagnosis serta diobati. Infeksi hewan dapat menyebar ke manusia melalui kontak langsung dan melalui jalur yang kurang jelas. Adaptasi mikroba menghasilkan patogen baru — atau yang sebelumnya tidak dikenali —.

Bakteri enterik (usus) biasanya masuk ke tubuh melalui mulut. Mereka diperoleh melalui makanan dan air yang terkontaminasi, melalui kontak dengan hewan atau lingkungan mereka, melalui kontak dengan kotoran orang yang terinfeksi. Setiap tahun, jutaan kasus penyakit bawaan makanan dan ribuan kematian terkait, dan beban penyakit bahkan lebih tinggi di negara berkembang. Banyak dari beban ini dapat dicegah dengan ilmu pengetahuan dan alat pencegahan yang lebih baik serta protokol kesehatan untuk pencegahan penyakit menular.

Dan kejadian luar biasa terakhir di akhir tahun 2019 merebaknya wabah virus Corona. Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, salah satu jenis koronavirus. Penderita COVID-19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan kesulitan bernafas. 

Infeksi menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan (droplet) dari saluran pernapasan yang sering dihasilkan saat batuk atau bersin. Jarak jangkauan droplet biasanya hingga 1 meter. 

Droplet bisa menempel di benda, namun tidak akan bertahan lama di udara. Waktu dari paparan virus hingga timbulnya gejala klinis antara 1-14 hari dengan rata-rata 5 hari. 

A. PENANGGULANGAN WABAH

Wabah virus corona yang terjadi, jika kita rujuk pada sejarah nabi merupakan wabah yang sudah terjadi dengan kondisi yang hampir sama, sehingga penanganannya pun sama. Karena itu, untuk mengatasi wabah tersebut salah satunya adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta. Dengan demikian, metode karantina telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah. Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah.                  

Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular. Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi.

Indonesia tidak mengambil kebijakan lockdown untuk mengantisipasi virus corona. Pemerintah lebih memilih kebijakan social distancing atau pembatasan sosial, dari sisi penanganan, lockdown memang dianggap lebih cepat. Tetapi, lockdown memberi dampak yang besar khususnya di ekonomi, karena kalau lockdown kegiatan ekonomi lumpuh sama sekali, tida ada aktivitas, kondisi masyarakat Indonesia 60-70 pekerja di Indonesia merupakan pekerja informal. Mereka kebanyakan memperoleh pendapatan secara harian. Saat lockdown, maka akan ada pertanyaan mereka mendapat pendapatan dari mana? kalau tidak bekerja nggak dapat makanan. Perputaran pendapatan setiap hari, kalau lockdown akan terkena dampak signifikan. Jika mengambil kebijakan lockdown untuk Indonesia dalam menanggulangi menyebarnya virus corona, negara harus kuat dalam menghadapinya, negara harus mempersiapkan anggaran untuk kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan pokok, selama masa lockdown.

Negara juga harus mempersiapkan kebutuhan dalam hal kesehatan seluruh warganya, untuk mengetahui sejauh mana proses penyebarannya dan cara menanggulanginya. Terrmasuk persiapan-persiapan dalam skala yang besar lainnya. Lalu, bagaimana dengan kebijakan social distance? Social distance pada dasarnya adalah praktik bersosialisasi dalam jarak terbatas. Saat terpaksa harus keluar rumah karena keperluan mendesak, praktik social distance ini mengharuskan menjaga jarak dengan orang lain paling tidak hingga 1,5 meter. Social distance juga berarti sebisa mungkin harus melakukan aktivitas dari rumah saja, tanpa melakukan kontak fisik dengan orang lain. Ini berarti beberapa pertemuan keluarga, kerabat, atau teman harus benar-benar dibatasi. Jika pertemuan-pertemuan ini tidak begitu penting, sebaiknya tetap beraktivitas di rumah selama yang dibutuhkan. Kebijakan dengan membatasi kontak sosial jika tidak tersosialisasikan dengan masif, hasilnya tidak akan maksimal, karena kultur masyarakat Indonesia berbeda dengan negara-negara lain, kultur masyarakat Indonesia, apalagi di daerah pedesaan adalah bermasyarakat, dengan ciri khasnya setiap hari berkumpul, jika tidak bermasyarakat maka akan dikucilkan. Karena itu, butuh pemahaman dan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menerapkan kebijakan agar masyarakat juga menyadari, sehingga dengan sendirinya sadar arti penting menjaga kesehatan dengan kondisi saat ini, yaitu adanya virus corona.

Kebijakan negara dalam proses penanganan kasus virus corona, jika merujuk pada kebijakan Rasulullah Muhammad Saw, kemudia diterapkan dalam konteks kekinian, menurut hemat penulis masih sangat relevan, apa lagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama muslim, akan lebih banyak menerima dibanding menolaknya, tinggal disesuaikan dan disiapkan mulai dari Struktur, Substansi dan Kultur, sehingga kebijakannya dapat diterima masyarakat Indonesia. Misalnya melibatkan tokoh agama dalam mensosialisasikan kebijakan social distance/pembatasan sosial, pembatasan aktivitas dengan masyarakat bertujuan memberikan manfaat yang lebih besar dibanding mudharatnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepadaku : "Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah) dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid.”

Hadits ini dapat dijadikan dasar demi kepentingan bersama untuk menanggulangi merebaknya virus corona. Apalagi virus corona ini sangat reaktif terhadap orang dewasa, dan mekanisme penularan dan strategi pengobatan masih belum jelas. Maka alternatif lockdown sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW sangat efektif untuk dilakukan segera.

Berdasarkan al-Maqashid as-Syari’ah pada prinsipnya hukum syariat bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan tersebut dapat tercapai apabila mencari dan mengumpulkan segala sesuatu yang bermanfaat, dan menghindarkan diri dari segala yang merusak. Dalam terminologi ushul fiqh dikenal dengan kaidah dar’ul mafasid muqoddam ‘alâ jalbil masholih (menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan) dan adh-dhororu yuzalu (bahaya haruslah dihilangkan).

Islam juga tidak menghendaki kemudharatan kepada umatnya. Karena itu, setiap kemudharatan wajib hukumnya untuk dihilangkan, sehingga pencegahan terhadap hal-hal yang mendatangkan kemudharatan lebih dikedepankan daripada menarik suatu kemaslahatan di dalamnya. Termasuk mencegah merebaknya virus corona ini harus dilakukan dengan segala upaya termasuk mengambil risiko yang bahayanya lebih sedikit untuk menghindarkan diri dari bahaya yang lebih besar. Dengan demikian baik kebijakan lockdown maupun social distancing merupakan salah satu cara untuk mengindarkan diri dari mafsadat (keburukan) yang ditimbulkan wabah virus corona yang telah menjadi pendemi global.

Ajaran Islam sarat tuntunan berpola hidup sehat baik secara jasmani maupun rohani. Mulai dari ajaran menghindari penyakit dan segera berobat apabila sakit, bersabar dan banyak istighfar bila mendapatkan musibah, pantang berputus asa, dan merawat serta memperlakukan orang yang sedang sakit dengan cara baik. Jika sedang tertimpa musibah, termasuk jika sedang sakit, diperintahkan untuk banyak bersabar sambil berikhtiar (QS. Luqman [31]: 7) dan memelihara dirinya sendiri dari berbagai bencana dan penyakit yang mengancam dirinya (QS. Al-Baqarah [2]: 195). Kesemuanya itu sangat penting dilakukan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu ikhtiar untuk menyetop penyebaran virus tersebut.

Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan mengeluarkan peraturan tentang penanggulangan wabah penyakit :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR 

BAB II KELOMPOK DAN JENIS PENYAKIT MENULAR Pasal 4 

(1) Berdasarkan cara penularannya, Penyakit Menular dikelompokkan menjadi: 

a.penyakit menular langsung, dan 

b. penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit. 

(2) Penyakit menular langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: 

a. Difteri 

b. Pertusis 

c. Tetanus 

d. Polio 

e. Campak 

f. Typhoid 

g. Kolera 

h. Rubella 

i. Yellow Fever 

j. Influensa 

k. Meningitis 

l. Tuberkulosis 

m. Hepatitis 

n. penyakit akibat Pneumokokus 

o. penyakit akibat Rotavirus 

p. penyakit akibat Human Papiloma Virus (HPV)

q. penyakit virus ebola, 

r. MERS-CoV, 

s. Infeksi Saluran Pencernaan: 

t. Infeksi Menular Seksual, 

u. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), 

v. Infeksi Saluran Pernafasan, 

w. Kusta

x. Frambusia. 

(3) Jenis penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf p merupakan penyakit menular langsung yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). 

(4) Jenis penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: 

a. Malaria

b. Demam Berdarah 

c. Chikungunya, 

d. Filariasis dan Kecacingan, 

e. Schistosomiasis, 

f. Japanese Enchepalitis 

g. Rabies, 

h. Antraks 

i. Pes, 

j. Toxoplasma, 

k. Leptospirosis, 

l. Flu Burung (Avian Influenza), dan 

m. West Nile. 

(5) Menteri dapat menetapkan jenis Penyakit Menular selain jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN  WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN

BAB II

JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT 

MENIMBULKAN WABAH

Bagian Kedua

Umum

Pasal 3

Penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah 

didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan, 

ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka 

di masyarakat.

Pasal 4

(1) Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah

sebagai berikut:

a. Kolera

b. Pes

c. Demam Berdarah Dengue

d. Campak

e. Polio

f. Difteri

g. Pertusis

h. Rabies

i. Malaria

j. Avian Influenza H5N1

k. Antraks

l. Leptospirosis

m.Hepatitis

n. Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009

o. Meningitis

p. Yellow Fever

q. Chikungunya

(2) Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah ditetapkan oleh Menteri.

A.1.  KLB (KEJADIAN LUAR BIASA)

Status Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah status yang ditetapkan pada suatu daerah yang diyakini telah terpapar suatu penyakit dengan situasi mulai mengkhawatirkan. Penetapan KLB diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Dalam aturan tersebut, KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

A.2. LOCK DOWN (MENGUNCI SUATU WILAYAH)

Lockdown artinya mengunci akses masuk maupun keluar dari dan ke suatu wilayah, daerah hingga negara. Situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Lockdown juga bisa berarti negara yang menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.

Tujuannya, agar virus corona tidak menyebar lebih jauh lagi.

Jika suatu wilayah dikunci, maka semua fasilitas publik harus ditutup dalam kurun waktu tertentu.

Di antaranya sekolah, trasnportasi umum, perkantoran bahkan pabrik, bahkan aktivitas warga juga dibatasi.

A.3.. SOCIAL DISTANCING DAN PHYSICAL DISTANCING

Sosial distancing merupakan tindakan menjaga jarak untuk mengurangi penyebaran covid-19.

Misalnya, menjauhi segala bentuk perkumpulan, menjaga jarak antar manuasia, dan menghindari berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang.

Hal tersebut, dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular.

Social distancing mulanya dicetuskan sebagai sebuah cara untuk menekan bahkan memutus rantai penyebaran wabah penyakit menular. 

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, social distancing adalah menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain dan menghindari kerumunan untuk mencegah penularan penyakit.

Hal tersebut penting dilakukan soalnya dapat memperlambat penularan penyakit seperti Covid-19.

Dengan menerapkan social distancing, diharapkan jumlah orang yang terinfeksi enggak melonjak dalam waktu yang sama.

Sehingga, rumah sakit bisa melayani pasien dengan optimal dan sesuai dengan daya tampung yang ada.

Selain menjaga jarak dan menghindari kerumunan, kita juga harus menerapkan social distancing dalam beberapa cara. Misalnya, meminimalisir kontak fisik, jadi sementara sebaiknya kita enggak berjabat tangan atau melakukan kontak fisik semacamnya dulu.

Sebaiknya kita kurangi kegiatan di luar rumah. Kita bisa bekerja, belajar, dan beribadah di rumah untuk sementara waktu demi kebaikan bersama.

Sebisa mungkin kita pergi ke luar rumah hanya saat memang dalam keadaan mendesak.

Pada Jumat (20/3/2020), Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengganti istilah social distancing tersebut dengan physical distancing.

Alasannya adalah untuk menegaskan bahwa ada perintah untuk tetap tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran virus corona.

Namun demikian, imbauan tersebut bukan berarti membuat kita harus memutus kontak dengan orang lain secara sosial.

Nah, dengan menggunakan istilah physical distancing diharapkan imbauan WHO tersebut dapat lebih jelas dipahami maksudnya,.

Intinya kita tetap harus menjaga jarak fisik untuk memastikan tidak menyebarkan penyakit.

A.4. PSBB (PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR)

Pembatasan sosial berskala Besar (PSBB) adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai "Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi." PSBB merupakan salah satu jenis penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, dan karantina wilayah.

Tujuan PSBB yaitu mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.

Pembatasan kegiatan yang dilakukan paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. PSBB dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota setelah mendapatkan persetujuan Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri.

A.5. WORK FROM HOME / WFH (BEKERJA DARI RUMAH)

Work for home yaitu bekerja dari rumah demi mengurangi risiko tertular virus corona.

Apabila memungkinkan, setiap orang bisa menyelesaikan pekerjaan kantor dari rumah melalui sistem online.

Sama seperti sekolah dan ibadah dapat dilakukan di rumah untuk mengurangi risiko tertularnya covid-19.

A. 6. KARANTINA

Karantina artinya hampir sama dengan isolasi, yakni membatasi seseorang agar tidak berinteraksi dengan orang lain. Bedanya, karantina digunakan untuk seseorang yang telah terpapar virus corona namun belum menunjukkan gejala sakit.

Meski belum menunjukkan adanya gejala-gejala telah terinfeksi, orang itu harus dikarantina guna memastikan tidak terinfeksi virus corona.

A.7. ISOLASI 

Isolasi artinya tindakan pemisahan pasien berpenyakit menular dari orang lainnya. Istilah isolasi biasanya digunakan untuk seseorang yang telah menunjukkan gejala terinfeksi virus corona dan berpeluang untuk menginfeksi orang lain, sehingga perlu dipisahkan agar virus tidak menyebar.

Dalam situasi ini, pemerintah 'memaksa' menutup sejumlah tempat dan kawasan umum guna menekan penyebaran virus corona. AKtivitas warga juga akan dibatasi dan diharuskan untuk tetap berada di dalam rumah.

A.8. LOCAL TRANSMISSION (KASUS DARI DALAM NEGERI)

Orang atau pasien yang tertular penyakit (misalnya, virus corona) di dalam wilayah, di mana kasus tersebut ditemukan dapat disebut dengan local transmission. sebagaimana dilansir akun Instagram BNPB.

Contoh, ketika si A dinyatakan positif corona di Indonesia dan tertularnya pun juga di Indonesia.

A.9. IMPORTED CASE (KASUS DARI LUAR NEGERI)

Orang yang dinyatakan positif berpenyakit menular (misalnya, corona) di dalam negeri namun tertular/terjangkiti ketika orang tersebut berada di luar negeri.

A.10. SANITASI, DISINFEKTAN-ANTISEPTIK-PASTEURISASI-STERILISASI-AUTOKLAF, HAND SANITIZER DAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD) TERHADAP PENYAKIT MENULAR

Untuk menjaga lingkungan tentu diperlukan sanitasi yang baik. Di samping itu, kita juga harus memastikan lingkungan kita benar-benar aman dan bermacam-macam mikroorganisme terutama bersifat patogen dapat dibunuh, dihambat perkembangannya, dan atau dilumpuhkan dengan berbagai cara memakai disinfektan, antiseptik, pasteurisasi, sterilisasi dan autoklaf. 

Namun, pada lingkungan yang tercemar atau terpapar patogen maupun harus kontak langsung dengan pasien yang terpapar penyakit menular semisal penderita covid-19  kita juga perlu memakai alat perlindungan diri (APD).

A.10.1. SANITASI
Sistem sanitasi: pengumpulan, pengangkutan, perawatan, pembuangan atau penggunaan kembali.

Secara umum, pengertian sanitasi ini merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia dalam mewujudkan serta juga menjamin kondisi lingkungan (terutama lingkungan fisik, ialah tanah, air, serta udara) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Pendapat lain juga mengatakan arti sanitasi ini merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, terutama dalam penyediaan air minum bersih serta juga pembuangan limbah yang memadai. Sanitasi tersebut dapat membantu mencegah timbulnya penyakit dengan cara pengendalian faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit.

Dengan kata lain, sanitasi ini merupakan perilaku manusia yang disengaja dalam membudayakan kebiasaan hidup bersih serta juga sehat untuk mencegah manusia terkontaminasi langsung dengan bahan-bahan kotor serta berbahaya dengan harapan dapat menjaga serta juga memperbaiki tingkat kesehatan manusia.

A.10.1.1.  PENGERTIAN SANITASI MENURUT PARA AHLI

Supaya dapat lebih memahami mengenai apa itu arti sanitasi, maka kita bisa atau dapat merujuk kepada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya :
  • Menurut Edward Scoot Hopkins (1983). Pengertian sanitasi merupakan suatu cara pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan.
  • Menurut Richard Sihite (2000:4). Pengertian sanitasi merupakan suatu usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan atau aktivitas kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
  • Menurut Azrul Azwar MPH. Pengertian sanitasi merupakan suatu cara pengawasan terhadap segala bentuk faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
  • Menurut World Health Organization (WHO). Pengertian sanitasi merupakan suatu pengendalian seluruh faktor lingkungan fisik manusia yang dapat/bisa menimbulkan akibat buruk terhadap kehidupan manusia, baik fisik atau juga mental.
  • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dikemukakan bahwa sanitasi ini merupakan suatu usaha untuk membina serta juga menciptakan sebuah keadaan yang baik pada bidang kesehatan, terutama pada kesehatan masyarakat
A.10.1.2. RUANG LINGKUP SANITASI

Sanitasi ini berhubungan dengan sarana serta juga pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia, serta juga pemeliharaan kondisi higienis dengan melalui pengelolaan sampah serta juga limbah cair.

Mengacu pada pengertian sanitasi di atas, dibawah ini merupakan beberapa hal yang termasuk dalam ruang lingkup sanitasi ialah sebagai berikut :
  • Penyediaan air bersih atau air minum (water supply), melingkupi pengawasan terhadap kualitas, kuantitas, serta juga  pemanfaatan air.
  • Pengolahan sampah (refuse disposal), melingkupi cara pembuangan sampah, peralatan pembuangan sampah serta juga cara penggunaannya.
  • Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation), hal ini melingkupi pengadaan, penyimpanan, pengolahan, serta juga penayajian makanan.
  • Pengawasan dan/atau pengendalian serangga serta binatang pengerat (insect and rodent control), hal ini melingkupi cara pengendalian serangan serta binatang pengerat.
  • Kesehatan dan juga keselamatan kerja, melakukan kegiatan atau aktivitas K3 melingkupi ruang kerja (misalnya dapur), pekerjaan, cara kerja, serta juga tenaga kerja.
A.10.1.3. TUJUAN SANITASI SECARA UMUM

Pada dasarnya sanitasi ini memiliki tujuan untuk dapat menjamin kebersihan lingkungan manusia sehingga terwujud sebuah kondisi yang sesuai dengan persyarakat kesehatan.

Selain dari itu, sanitas juga in juga memiliki tujuan dalam mengembalikan, memperbaiki, serta juga mempertahankan kesehatan manusia.

Dengan terwujudnya sebuah kondisi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan maka proses produksi itu juga  akan semakin baik serta akan menghasilkan produk yang sehat dan juga aman bagi manusia.

Secara umum, dibawah ini merupakan contoh tindakan sanitasi lingkungan:
  • Membuat serta juga mengatur saluran pembuangan air hujan di pinggir jalan.
  • Membuat dan juga mengatur saluran pembuangan limbah rumah tangga (dapur dan juga kamar mandi).
  • Membuang sampah pada tempat yang telah/sudah disediakan.
  • Penyediaan fasilitas toilet umum yang bersih serta terawat.
  • Pengelolaan limbah atau sampah dengan baik, teratur, serta berkesinambungan. Contohnya dengan memilah sampah plastik, kertas, organik, kaca, serta juga logam.
A.10.1.4. MANFAAT SANITASI BAGI MANUSIA

Sanitasi ini memberikan banyak sekali manfaat bagi lingkunan manusia, khususnya pada lingkungan fisik; tanah, air, serta udara. Secara singkat, dbawah ini merupakan beberapa manfaat sanitasi bagi kehidupan manusia:
  • Terciptanya kondisi lingkungan yang lebih bersih, sehat, serta juga nyaman bagi manusia.
  • Mencegah timbulnya penyakit-penyakit menular.
  • Mencegah atau juga meminimalisir kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan.
  • Mencegah atau juga mengurangi kemungkinan terjadinya polusi udara, contohnya bau tidak sedap.
  • Menghindari pencemaran lingkungan.
  • Mengurangi jumlah persentase orang sakit pada suatu daerah.
A.10.2. DISINFEKTAN, ANTISEPTIK, PASTEURISASI, AUTOKLAF, DAN STERILISASI

Berbagai metode untuk membersihkan, membunuh, dan menghambat mikroorganisme di lingkungan kita bisa menggunakan disinfektan, antiseptik, sterilisasi dan autoklaf. Sehingga sanitasi untuk menjamin kesehatan di mana orang kontak langsung dengan lingkungannya menjadi aman.  

A.10.2.1. DISINFEKTAN

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit  Pengertian lain dari disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh disinfektan. Disinfektan tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam celah atau cemaran mineral. Selain itu disinfektan tidak dapat membunuh spora bakteri sehingga dibutuhkan metode lain seperti sterilisasi dengan autoklaf

A.10.2.1.1. EFEKTIVITAS DISINFEKTAN

Efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lama paparan, suhu, konsentrasi disinfektan, pH, dan ada tidaknya bahan pengganggu. pH merupakan faktor penting dalam menentukan efektivitas disinfektan, misalnya saja senyawa klorin akan kehilangan aktivitas disinfeksinya pada pH lingkungan lebih dari 10. Contoh senyawa pengganggu yang dapat menurunkan efektivitas disinfektan adalah senyawa organik.

A.10.2.1.2. JENIS-JENIS DISINFEKTAN 
  • Klorin. Senyawa klorin yang paling aktif adalah asam hipoklorit. Mekanisme kerjanya adalah menghambat oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat . Kelebihan dari disinfektan ini adalah mudah digunakan, dan jenis mikroorganisme yang dapat dibunuh dengan senyawa ini juga cukup luas, meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Kelemahan dari disinfektan berbahan dasar klorin adalah dapat menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam), meskipun sebenarnya pH rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum disinfektan ini. Klorin juga cepat terinaktivasi jika terpapar senyawa organik tertentu.
  • Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, tetapi tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih dan mahal. Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C.
  • Alkohol disinfektan yang banyak dipakai untuk peralatan medis, contohnya termometer oral. Umumnya digunakan etil alkohol dan isopropil alcohol dengan konsentrasi 60-90%, tidak bersifat korosif terhadap logam, cepat menguap, dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet atau plastik.
  • Amonium kuartener merupakan garam ammonium dengan substitusi gugus alkil pada beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya. Umumnya yang digunakan adalah en:cetyl trimetil ammonium bromide (CTAB) atau lauril dimetil benzyl klorida. Amonium kuartener dapat digunakan untuk mematikan bakteri gram positif, tetapi kurang efektif terhadap bakteri gram negatif, kecuali bila ditambahkan dengan sekuenstran (pengikat ion logam). Senyawa ini mudah berpenetrasi, sehingga cocok diaplikasikan pada permukaan berpori, sifatnya stabil, tidak korosif, memiliki umur simpan panjang, mudah terdispersi, dan menghilangkan bau tidak sedap. Kelemahan dari senyawa ini adalah aktivitas disinfeksi lambat, mahal, dan menghasilkan residu.
  • Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin, dengan konsentasi efektif sekitar 8%. Formaldehida merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan. Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikrob dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat terinaktivasi oleh senyawa organik.
  • Kalium permanganat merupakan zat oksidan kuat namun tidak tepat untuk disinfeksi air. Penggunaan senyawa ini dapat menimbulkan perubahan rasa, warna, dan bau pada air. Meskipun begitu, senyawa ini cukup efektif terhadap bakteri Vibrio cholerae.
  • Fenol merupakan bahan antibakteri yang cukup kuat dalam konsentrasi 1-2% dalam air, umumnya dikenal dengan lisol dan kreolin. Fenol dapat diperoleh melalui distilasi produk minyak bumi tertentu. Fenol bersifat toksik, stabil, tahan lama, berbau tidak sedap, dan dapat menyebabkan iritasi, Mekanisme kerja senyawa ini adalah dengan penghancuran dinding sel dan presipitasi (pengendapan) protein sel dari mikroorganisme sehingga terjadi koagulasi dan kegagalan fungsi pada mikroorganisme tersebut.
A.10.2.2. ANTISEPTIK

Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia yang digunakan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan, yaitu antibiotik digunaka membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan digunakan membunuh mikroorganisme pada benda mati. Hal ini disebabkan antiseptik lebih aman diaplikasikan pada jaringan hidup, daripada disinfektan. Penggunaan disinfektan lebih ditujukan pada benda mati, contohnya wastafel atau meja. Namun, antiseptik yang kuat dan dapat mengiritasi jaringan kemungkinan dapat dialihfungsikan menjadi disinfektan contohnya adalah fenol yang dapat digunakan baik sebagai antiseptik maupun disinfektan. Penggunaan antiseptik sangat direkomendasikan ketika terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat penyebaran penyakit.


A.10.2.2.1. EFEKTIVITAS ANTISEPTIK

Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan. Konsentrasi memengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia membran bakteri, tetapi tidak akan membunuh bakteri tersebut. Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis(pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA). Lama paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.

A.10.2.2.2. JENIS-JENIS ANTISEPTIK

Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah hydrogen peroksida, garam merkuri, boric acid, dan triclosan.
  • Hidrogen peroksida (H2O2) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat namun tidak mengiritasi jaringan hidup. Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai antiseptik pada membrane mukosa. Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu dijaga kondisinya karena zat ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan oksigen.
  • Garam merkuri. Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000. Senyawa ini dapat membunuh hampir semua jenis bakteri dalam beberapa menit. Kelemahan dari senyawa ini adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan karena daya kerja antimikrobanya yang sangat kuat.
  • Asam Borat merupakan antiseptik lemah, tidak mengiritasi jaringan. Zat ini dapat digunakan secara optimum saat dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:20.
  • Triclosan adalah antiseptik yang efektif dan populer, bisa ditemui dalam sabun, obat kumur, deodoran, dan lain-lain. Triclosan mempunyai daya antimikroba dengan spektrum luas (dapat melawan berbagai macam bakteri) dan mempunyai sifat toksisitas minim. Mekanisme kerja triclosan adalah dengan menghambat biosintesis lipid sehingga membran mikrob kehilangan kekuatan dan fungsinya.
A.10.2.3. PASTEURISASI

Pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan, biasanya cair, dengan suhu tertentu untuk jangka waktu tertentu, dan kemudian pendinginan segera. Proses ini memperlambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Proses pemanasan anggur untuk tujuan pelestarian telah dikenal di Cina sejak 1117 dan didokumentasikan di Jepang pada tahun 1568 dalam buku harian Tamonin-nikki, tapi versi modern diciptakan oleh kimiawan Perancis dan mikrobiologi Louis Pasteur. 

Tes pasteurisasi pertama diselesaikan oleh Louis Pasteur dan Claude Bernard pada bulan April 1862. Proses pada awalnya dipahami sebagai cara untuk mencegah anggur dan bir dari souring.

Tidak seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh semua mikro-organisme dalam makanan. Sebaliknya pasteurisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah patogen yang layak sehingga mereka tidak menyebabkan penyakit (dengan asumsi produk yang dipasteurisasi disimpan sebagai ditunjukkan dan dikonsumsi sebelum tanggal kedaluwarsa). 

Produk yang bisa dipasteurisasi, antara lain : susu, anggur, bir, jus buah, cider (sari buah apel), madu, telur, minuman olahraga, makanan kaleng dan lain-lain.

Skala komersial sterilisasi makanan tidak umum karena hal itu merugikan mempengaruhi rasa dan kualitas produk. Produk makanan tertentu, seperti produk susu, yang dipanaskan untuk memastikan mikroba patogen dihancurkan.

Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif cukup rendah (dibawah 1000C) dengan tujuan untuk menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, penggunaan panas yang tidak terlalu tinggi juga dapat mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C. 

Proses pasteurisasi sedikit memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara membunuh semua mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses pasteurisasi, maka untuk memperpanjang umur simpannya produk yang telah dipasteurisasi biasanya disimpan di refrigerasi (suhu rendah). 

Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak kontinyu (batch) dan kontinyu. Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan steril dengan teknik pengisian hot filling. 

Sementara pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan menggunakan pelat pemindah panas (plate heat exchanger). Proses berlangsung tanpa terputus: bahan yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan dan langsung dikemas. 

Cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat dibandingkan metode batch. Proses sterilisasi menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu tertentu untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh pada kondisi normal. 

Proses ini lebih intens dari proses pasteurisasi, menggunakan suhu di atas 1000C dengan waktu yang lebih lama sehingga bisa mempengaruhi penampakan dan rasa produk. Sterilisasi komersial tidak sama dengan sterilisasi absolut. Pada sterilisasi komersial, proses sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal (disuhu ruang).

Harus diingat, bahwa beberapa mikroorganisme bisa membentuk spora yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Pada kondisi penyimpanan yang benar, spora ini tidak bergerminasi, tetapi pada suhu penyimpanan yang salah (suhu penyimpanan diatas suhu penyimpanan normal), maka spora tersebut dapat bergerminasi dan menyebabkan kerusakan makanan kaleng. 

Clostridium botulinum menjadi target utama dari proses sterilisasi komersial untuk pangan yang pHnya diatas 6.4, atau awnya diatas 85%. Ketidakcukupan proses sterilisasi (suhu tidak tercapai atau waktu sterilisasi kurang) akan menyebabkan spora C. botulinum bergerminasi dan tumbuh serta memproduksi toksin botulin yang sangat mematikan didalam makanan kaleng tersebut. 



Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan tergantung pada jenis wadah yang digunakan, dan kondisi (jenis, komposisi dan kekentalan) bahan pangan yang akan disterilisasi. 

Sebagai contoh, proses sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek dari proses sterilisasi kornet. Cairan (kuah) soup akan membantu mempercepat proses pindah panas (heat transfer) secara konveksi. 

Pada sterilisasi kornet, proses pindah panas terjadi secara konduksi sehingga proses pemanasan berjalan lambat. 

Produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat disimpan pada suhu ruang, misalnya kornet dan cocktail buah kalengan. Produk juga harus dilengkapi dengan keterangan tanggal kadaluarsa pada labelnya.


A.10.2.3.1. TUJUAN DAN METODE PASTURISASI

Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian suhu. Pasteurisasi memiliki tujuan :

  • Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya mycobacterium tuberculosis dan coxiella bunetti, dan mengurangi populasi bakteri.
  • Untuk memperpanjang daya simpan alat-alat medis.
  • Dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk susu.
  • Pada susu proses ini dapat meng-in active-kan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.

Metode pasteurisasi yang umum digunakan adalah pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time, HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 75 °C dengan alat Plate Heat Exchanger. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time, LTLT), yakni proses pemanasan susu pada suhu 61 °C selama 30 menit. 

Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memanaskan susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.

Metode UHT dapat digunakan untuk jus buah, sup kalengan, sup, krim dan cairan lainnya.

Sejauh ini yang paling umum metode UHT digunakan untuk mengawetkan susu. Susu terlebih dahulu dipanaskan selama 2-3 detik di suhu 135 sampai 150 °C dan segera didinginkan sampai 4-5 °C . Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti aslinya. Semua kuman atau mikroorganisme termasuk bakteri patogen (patogen) dihancurkan oleh suhu ultra tinggi. Susu ini dapat disimpan setidaknya enam minggu.

Ada anggapan bahwa susu UHT lebih baik daripada susu bubuk meskipun hal ini sebenarnya tidak tepat. Susu bubuk sendiri berasal susu segar yang kemudian dikeringkan, umumnya menggunakan spray dryer atau roller dryer. Secara umum, susu bubuk mengandung nutrisi yang sama dengan susu segar sebagai contoh kandungan protein dan kalsiumnya yang setara dengan susu segar. Namun, kandungan beberapa jenis vitamin (seperti vitamin B dan C) pada susu bubuk memang lebih rendah. Akan tetapi hal ini bukan masalah karena proses fortifikasi vitamin dan mineral biasa dilakukan guna menjamin kelengkapan nutrisi pada produk akhir susu bubuk. Susu bubuk juga memiliki keunggulan dalam hal umur simpan yang panjang (hingga 1 tahun jika kondisi penyimpanan baik) dan lebih mudah ditransportasikan.

Kelebihan susu UHT dibandingkan yang lain adalah:

  • Aman untuk dikonsumsi, karena telah bebas dari mikrob pembusuk dan mikrob penyebab penyakit,
  • Memiliki warna, rasa dan penampakan yang mirip susu sapi segar,
  • Susu bersifat awet dan tanpa bahan pengawet,
  • Sangat praktis untuk dikonsumsi dan tidak membutuhkan kulkas,
  • Mengandung zat gizi yang sangat bermanfaat bagi pemeliharaan kesehatan tubuh yang optimal.

Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu lama (High Temperature Long Time, HTLT) dilakukan dengan cara pemanasan alat-alat medis selama 20 menit pada temperatur 85 – 100 °C dengan menggunakan pemanas (heater). Sedangkan pasteurisasi dengan temperatur rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time, LTLT) dilakukan dengan cara proses pemanasan alat – alat medis pada temperatur kurang dari 85 °C selama 10 menit.

A.10.2.3.2. PASTEURISASI SUSU

Pasteurisasi biasanya terkait dengan susu. Pasteurisasi (yaitu, panas dan tegang) krim untuk meningkatkan kualitas menjaga mentega dipraktekkan di Inggris sebelum 1773 dan telah diperkenalkan ke Boston, New England, oleh 1773, meskipun tidak secara luas dipraktekkan di AS untuk dua puluh tahun ke depan. Masih ditulis sebagai sebuah proses baru di surat kabar Amerika sebagai sebagai akhir 1802.

Pasteurisasi susu disarankan oleh Franz von Soxhlet pada tahun 1886 . Ini adalah alasan utama untuk kehidupan rak diperpanjang susu. Suhu Tinggi Waktu Pendek (HTST) pasteurisasi susu biasanya memiliki kehidupan rak berpendingin dua sampai tiga minggu, sedangkan ultra-pasteurisasi susu dapat bertahan lebih lama, kadang-kadang dua sampai tiga bulan. 

Ketika ultra-perlakuan panas (UHT) yang dikombinasikan dengan penanganan kontainer steril dan teknologi (seperti kemasan aseptik), bahkan dapat disimpan selama 6-9 bulan unrefrigerated


Susu pasteurisasi adalah susu segar yang telah mengalami pemanasan pada suhu di bawah 100oC. Standar pasteurisasi menggunakan suhu 62oC selama 3 menit atau suhu 71oC selama 15 detik. Pemanasan tersebut bertujuan mematikan bakteri – bakteri patogen, sehingga susu pasteurisasi dalam jangka waktu tertentu aman untuk diminum tanpa harus dipanaskan lagi. Pada penyimpanan dingin ± 4oC, susu pasteurisasi tidak rusak dalam waktu ± 7 hari.

A.10.2.4. AUTOKLAF

Autoklaf adalah alat pemanas tertutup digunakan mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi ((121°C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit. Peningkatan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah akan membunuh microorganisme. Autoklaf terutama ditujukan membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100 °C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, di mana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 °C.

Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai 121 °C. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoklaf akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa autoklaf diuji dengan indicator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus

Fungsi autoklaf dalam dunia medis sangat membantu dalam membunuh sebuah mikroorganisme. Karena suhu yang ada dalam autoklaf sangat tinggi. Mikroorganisme yang dapat dicegah menggunakan autoklaf di antaranya adalah endospora atau sel resisten yang diproduksi bakteri. Endospora ini memang mampu bertahan dalam lingkungan dan suhu tertentu.

Namun, keberadaannya dapat dimusnahkan menggunakan autoklaf dengan suhu 100 derajat celcius pada titik didih air bertekanan normal. Sementara untuk suhu 121 derajat celcius bisa dimusnahkan dalam kurun waktu 45 menit saja. Selain digunakan dalam dunia medis, autoklaf jenis tertentu bisa digunakan dalam keperluan lain seperti tato, tindik, dan perawatan kaki.

A.10.2.4.1. Jenis-jenis

Terdapat tiga jenis autoklaf, yaitu gravity displacement, prevacuum/high vacuum, dan steam-flush pressure-pulse. Perbedaan ketiga jenis autoklaf ini terletak pada bagaimana udara dihilangkan dari dalam autoklaf selama proses sterilisasi.

A.10.2.4.1.1. Gravity Displacement Autoclave

Udara dalam ruang autoklaf dipindahkan hanya berdasarkan gravitasi. Prinsipnya adalah memanfaatkan keringanan uap dibandingkan dengan udara, sehingga udara terletak di bawah uap. Cara kerjanya dimulai dengan memasukan uap melalui bagian atas autoklaf sehingga udara tertekan ke bawah. Secara perlahan, uap mulai semakin banyak sehingga menekan udara semakin turun dan keluar melalui saluran di bagian bawah autoklaf, selanjutnya suhu meningkat dan terjadi sterilisasi. Autoklaf ini dapat bekerja dengan cakupan suhu antara 121-134 °C dengan waktu 10-30 menit.

A.10.2.4.1.2. Prevacuum atau High Vacuum Autoclave

Autoklaf ini dilengkapi pompa yang mengevakuasi hampir semua udara dari dalam autoklaf. Cara kerjanya dimulai dengan pengeluaran udara. Proses ini berlangsung selama 8-10 menit. Ketika keadaan vakum tercipta, uap dimasukkan ke dalam autoklaf. Akibat kevakuman udara, uap segera berhubungan dengan seluruh permukaan benda, kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga proses sterilisasi berlangsung. Autoklaf ini bekerja dengan suhu 132-135 °C dengan waktu 3-4 menit.

A.10.2.4.1.3. Steam-Flush Pressure-Pulse Autoclave 

Autoklaf ini menggunakan aliran uap dan dorongan tekanan di atas tekanan atmosfer dengan rangkaian berulang. Waktu siklus pada autoklaf ini tergantung pada benda yang disterilisasi.

A.10.2.5. STERILISASI (MIKROBIOLOGI)

Sterilisasi adalah proses mematikan, pemusnahan atau eliminasi semua mikroorganisme, bakteri, kapang,  virus, termasuk spora bakteri, yang sangat resisten. Baik secara kimia atau secara fisika serta mencegah organisme tersebut agar tidak kembali hidup.

A.10.2.5.1. METODE STERILISASI

A.10.2.5.1.1.  METODE STERILISASI PANAS 

Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan autoklaf atau pemanasan kering dengan oven.
  • Sterilisasi uap tekanan tinggi . Metode sterilisasi yang efektif untuk mensterilkan instrumen dan alat- alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Contoh, autokalf
  • Sterilisasi panas kering (oven). Membutuhkan listrik terus-menerus, kurang efektif di daerah terpencil, digunakan pada benda-benda gelas atau logam, karena akan melelehkan bahan lainnya.
A.10.2.5.1.2. STERILISASI UAP PANAS

Penguapan adalah sterilan yang efektif karena 2 alasan yaitu : 
  • Pertama, uap pekat adalah sebuah kendaraan energi termal yang sangat efektif. 
  • Kedua, uap adalah sterilan yang efektif karena lapisan luar mikroorganisme bersifat protektif dan resistan dapat dilemahkan oleh uap,sehingga terjadi koagulasi pada bagian mikroorganisme yang sensitif.
A.10.2.5.1.2.1. Kelebihan

Paling efektif ,waktu sterilisasi lebih pendek daripada panas kering atau siklus kimia.

A.10.2.5.1.2.2. Kekurangan 

Membutuhkan sumber panas yang terus-menerus, membutuhkan peralatan yang butuh perawatan serius, bahan plastik tidak tahan suhu tinggi.

A.10.2.5.1.3. STERILISASI KIMIA

Digunakan apabila dengan sterilisasi panas kering atau sterilisasi tekanan tinggi akan merusak objek tersebut atau peralatan tidak tersedia.

A.10.2.5.1.3.1. Kelebihan
 
Larutan glutyaraldehid dan formaldehid tidak begitu mudah dinonaktifkan oleh materi organik, kedua larutan ini digunakan untuk instrumen yang tidak tahan sterilisasi panas,seperti leparoskop                                  

A.10.2.5.1.3.2. Kekurangan 

Glutaraldehid mahal harganya. Formaldehid tidak dapat dicampur dengan clorin karena memproduksi gas berbahaya.

A.10.2.5.2. MACAM-MACAM STERILISASI

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi

A.10.2.5.2.1. STERILISASI SECARA MEKANIK

Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotic.

A.10.2.5.2.1.1. Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi)

Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena panas atau mudah menguap (volatile).

Cairan yang disterilisasi dilewatkan kesuatu saringan (ditekan dengan gaya setrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini.
  • Sterilkan saringan (dapat menggunakan saringan bekerfeld, chamberland zitz), membrane penyaring (kertas saring) dan Erlenmeyer penampung.
  • Pasang atau rakit alat-alat tersebut secara aseptis, lalu isi corong dengan larutan yang akan disterilkan.
  • Hubungkan katup Erlenmeyer dengan pompa vakum kemudian hidupkan pompa
  • Setelah semua larutan melewati membrane filter dan tertampung dierlenmeyer, maka larutan dapat dipindahkan kedalam gelas penampung lain yang steril dan tutup dengan kapas atau alumunium foil yang steril.
A.10.2.5.2.2. STERILISASI SECARA FISIK

Sterilisasi secara fisik bisa menggunakan pemanasan dan penyinaran Ultra Violet. 

A.10.2.5.2.2.1. STERILISASI PEMANASAN

Sterilisasi pemanasan bilasa pemanasan langsung dibakar kontak dengan api, dengan oven, uap air panas, dan uap air bertekanan.

A.10.2.5.2.2.1.1. API LANGSUNG

Pemijaran (dengan api langsung) : membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L.

A.10.2.5.2.2.1.2. OVEN 

Panas kering : sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800 C. sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya Erlenmeyer, tabung reaksi.

Sterilisasi dengan udara panas (dry heat sterilization). Sterilisasi dengan metode ini biasanya digunakan untuk peralatan gelas seperti cawan petri, pipet ukur dan labu Erlenmeyer.
  • Alat gelas yang disterilisasi dengan udara panas tidak akan timbul kondensasi sehingga tidak ada tetes air (embun) didalam alat gelas.
  • Bungkus alat-alat gelas dengan kertas peyung atau alumunium foil
  • Atur pengatur suhu oven menjadi 1800 C dan alat disterilkan selama 2-3 jam.
A.10.2.5.2.2.1.3. UAP AIR PANAS

Uap air panas : konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.

A.10.2.5.2.2.1.4. UAP AIR PANAS BERTEKANAN 

Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya.

A.10.2.5.2.2.2. PENYINARAN DENGAN UV

Sunar ultra violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior safety cabinet dengan disinari lampu UV

A.10.2.5.2.3. STERILISASI SECARA KIMIAWI 

Biasanya menggunakan senyawa desinfektan seperti yang dijelaskan sebelumya.

A.10.2.5.3. PERBEDAAN STERILISASI DAN DISINFEKSI

A.10.2.5.3.1. Sterilisasi
  • Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
  • Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas kering.
  • Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid selama 10 jam.
A.10.2.5.3.2. DESINFEKTAN  

Pada perlakuan desinfeksi tingkat tinggi :
  • Semua mikroba, sebagian dari spora bakteri terbunuh.
  • Dapat dilakukan dengan pendidihan selama 20 menit atau dengan penjenuhan dengan jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya dengan mengunakan glutaraldehid atau  H2O2
Sedangkan pada perlakuan desinfeksi tingkat rendah, akan menghilangkan jumlah mikroba sehingga peralatan atau permukaan badan aman untuk dipegang. Desinfeksi ini dapat dilakukan dengan beberapa macam disinfektan

A.10.3. SANITIZER DAN HAND SANITIZER

Sanitizer atau penyanitasi merupakan upaya yang sengaja dirancang (by desain) sebagai tindakan perlindungan diri menjaga kesehatan sebagaiman telah dijelaskan pada point SANITASI. Dalam lingkup yang diperkecil aktivitas manusia bersentuhan langsung memakai tangan. 

Aktivitas menggunakan tangan ini perlu diproteksi dari mikroorganisme patogen yang menyebarkan penyakit menular baik bersentuhan dengan diri kita sendiri, orang lain (jabat tangan atau bersentuhan), benda sekitar, binatang, dan lingkungan kita. Yang semua itu bisa jadi pembawa (perantara) mikroorganisme patogen.

Karena itu, diperlukan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sebagai pembersih tangan; baik yang disediakan di suatu tempat, mau pun yang mobile dan protable bisa dibawah ke mana-mana. Tidak seperti mencuci tangan pakai air mengalir dan sabun cuci tangan, walaupun lebih disukai karena bisa membersihkan tangan yang kotor dengan tuntas.  

Nama lain hand sanitizer (pembersih tangan atau pen(s/y)anitasi tangan) adalah antiseptik tangan, desinfektan tangan , antiseptik , handrub

Hand sanitizer adalah cairan, gel, atau busa yang umumnya digunakan untuk mengurangi agen infeksi di tangan.  Di kebanyakan tempat , mencuci tangan dengan sabun dan air biasanya lebih disukai. Hand sanitizer kurang efektif dalam membunuh jenis kuman tertentu, seperti norovirus dan Clostridium difficile dan tidak seperti sabun dan air, hand sanitizer tidak dapat menghilangkan bahan kimia berbahaya. Orang mungkin salah menyeka hand sanitizer sebelum mengering dan beberapa kurang efektif karena konsentrasi alkoholnya terlalu rendah. 

Di sebagian besar tempat perawatan kesehatan, pembersih tangan berbasis alkohol lebih disukai daripada mencuci tangan dengan sabun dan air, karena dapat ditoleransi dengan lebih baik dan lebih efektif dalam mengurangi bakteri.  Akan tetapi, mencuci tangan dengan sabun dan air harus dilakukan jika kontaminasi terlihat (kotoran), atau setelah menggunakan toilet.  Penggunaan umum pembersih tangan berbahan dasar non-alkohol tidak ada rekomendasi

Versi berbasis alkohol biasanya mengandung beberapa kombinasi isopropil alkohol , etanol (etil alkohol), atau n- propanol , dengan versi yang mengandung alkohol 60% hingga 95% paling efektif.  Hati-hati karena bahan ini mudah terbakar.  Pembersih tangan berbahan dasar alkohol bekerja melawan berbagai macam mikroorganisme tetapi tidak melawan spora .  Senyawa seperti gliserol dapat ditambahkan untuk mencegah kekeringan pada kulit. Beberapa versi mengandung wewangian; namun, hal ini tidak disarankan karena risiko reaksi alergi.  Versi berbasis non-alkohol biasanya mengandung benzalkonium klorida atau triclosan ; tetapi kurang efektif dibandingkan yang berbasis alkohol. 

Alkohol telah digunakan sebagai antiseptik setidaknya sejak tahun 1363 dengan bukti yang mendukung penggunaannya mulai tersedia pada akhir tahun 1800-an. Pembersih tangan berbahan dasar alkohol telah umum digunakan di Eropa setidaknya sejak tahun 1980-an. Versi berbasis alkohol ada dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia, obat teraman dan paling efektif yang diperlukan dalam sistem kesehatan . 

A.10.3.1. Penggunaan 

A.10.3.1.1. Masyarakat umum 

Kampanye Tangan Bersih oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menginstruksikan masyarakat untuk mencuci tangan.  Pembersih tangan berbahan dasar alkohol disarankan hanya jika sabun dan air tidak tersedia. 

 Saat menggunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol:
  • Oleskan produk ke telapak satu tangan.
  • Gosok tangan.
  • Gosokkan produk ke seluruh permukaan tangan dan jari sampai tangan kering. 
  • Jangan dekat-dekat api atau kompor gas atau benda yang terbakar selama penggunaan pembersih tangan.
Bukti terkini untuk keefektifan intervensi kebersihan tangan di sekolah berkualitas buruk. 

Pembersih tangan berbahan dasar alkohol mungkin tidak efektif jika tangan berminyak atau tampak kotor.  Di rumah sakit, tangan petugas kesehatan seringkali terkontaminasi patogen, namun jarang kotor atau berminyak.  Sebaliknya, dalam lingkungan komunitas, minyak dan kotoran biasa terjadi dari aktivitas seperti menangani makanan, berolahraga, berkebun, dan aktif di luar ruangan.  Demikian pula, kontaminan seperti logam berat dan pestisida (umumnya ditemukan di luar ruangan) Tidak dapat dihilangkan dengan pembersih tangan.  Pembersih tangan juga dapat tertelan oleh anak-anak, terutama jika berwarna cerah.

Beberapa pembersih tangan yang tersedia secara komersial (dan resep online untuk ramuan buatan sendiri) memiliki konsentrasi alkohol yang terlalu rendah. Hal ini membuat mereka kurang efektif dalam membunuh kuman.  Orang yang lebih miskin di negara maju dan orang di negara berkembang mungkin merasa lebih sulit untuk mendapatkan pembersih tangan dengan konsentrasi alkohol yang efektif.  Pelabelan yang tidak benar pada konsentrasi alkohol telah menjadi masalah di Guyana.

A.10.3.1.2. Perawatan kesehatan

Pembersih tangan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1966 di lingkungan medis seperti rumah sakit dan fasilitas perawatan kesehatan.  Produk ini dipopulerkan pada awal 1990-an. 

Pembersih tangan berbasis alkohol lebih nyaman dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air dalam kebanyakan situasi di lingkungan perawatan kesehatan.  Di antara petugas layanan kesehatan, secara umum lebih efektif untuk antisepsis tangan, dan ditoleransi dengan lebih baik daripada sabun dan air.  Pencucian tangan harus tetap dilakukan jika kontaminasi terlihat atau setelah penggunaan toilet.

Pembersih tangan yang mengandung setidaknya 60% alkohol atau mengandung "antiseptik persisten" harus digunakan. Obat gosok alkohol membunuh berbagai jenis bakteri, termasuk bakteri resisten antibiotik dan bakteri TB.  Mereka juga membunuh berbagai jenis virus, termasuk virus flu, virus flu biasa, coronavirus, dan HIV. 

Konsentrat alkohol 90% dengan menggosok tangan lebih efektif melawan virus daripada kebanyakan bentuk cuci tangan lainnya.  Alkohol isopropil akan membunuh 99,99% atau lebih dari semua bakteri pembentuk non-spora dalam waktu kurang dari 30 detik, baik di laboratorium maupun pada kulit manusia.

Dalam jumlah yang terlalu rendah (0,3 ml) atau konsentrasi (di bawah 60%) alkohol dalam pembersih tangan mungkin tidak memiliki waktu paparan 10–15 detik yang diperlukan untuk mengubah sifat protein dan sel lyse.  Di lingkungan dengan lipid tinggi atau limbah protein (seperti pengolahan makanan), penggunaan alkohol antiseptik saja mungkin tidak cukup untuk memastikan kebersihan tangan yang benar.

Untuk management perawatan kesehatan seperti rumah sakit dan klinik, konsentrasi alkohol optimal untuk membunuh bakteri adalah 70% hingga 95%. Produk dengan konsentrasi alkohol serendah 40% tersedia di toko-toko Amerika, menurut para peneliti di East Tennessee State University. 

Pembersih gosok alkohol membunuh sebagian besar bakteri, dan jamur, dan menghentikan beberapa virus.  Pembersih gosok alkohol yang mengandung setidaknya 70% alkohol (terutama etil alkohol) membunuh 99,9% bakteri di tangan 30 detik setelah aplikasi dan 99,99% hingga 99,999% dalam satu menit. 

Untuk perawatan kesehatan, desinfeksi yang optimal membutuhkan perhatian pada semua permukaan yang terbuka seperti di sekitar kuku, di antara jari, di bagian belakang ibu jari, dan di sekitar pergelangan tangan.  Alkohol tangan harus dioleskan secara menyeluruh ke tangan dan lengan bawah bawah selama minimal 30 detik dan kemudian dibiarkan mengering. 

Penggunaan gel tangan berbasis alkohol lebih sedikit mengeringkan kulit, meninggalkan lebih banyak kelembapan di epidermis, dibandingkan mencuci tangan dengan sabun antiseptik / antimikroba dan air. 

A.10.3.1.3. Kelemahan

Ada situasi tertentu di mana mencuci tangan dengan sabun dan air lebih disukai daripada pembersih tangan, ini termasuk: menghilangkan spora bakteri Clostridioides difficile, parasit seperti Cryptosporidium, dan virus tertentu seperti norovirus tergantung pada konsentrasi alkohol dalam pembersih (95%  alkohol dianggap paling efektif dalam menghilangkan sebagian besar virus).  Selain itu, jika tangan terkontaminasi dengan cairan atau kontaminan lain yang terlihat, mencuci tangan lebih disukai begitu juga setelah menggunakan toilet dan jika ketidaknyamanan berkembang dari residu penggunaan pembersih alkohol.  Lebih lanjut, CDC menyatakan pembersih tangan tidak efektif dalam menghilangkan bahan kimia seperti pestisida. 

A.10.3.2. Keamanan 

A.10.3.2.1. Api 

Gel alkohol dapat terbakar, menghasilkan api biru tembus cahaya.  Ini karena alkohol yang mudah terbakar di dalam gel.  Beberapa gel pembersih tangan mungkin tidak menghasilkan efek ini karena konsentrasi air atau bahan pelembab yang tinggi.  Ada beberapa kasus langka di mana alkohol terlibat dalam memulai kebakaran di ruang operasi, termasuk kasus di mana alkohol digunakan sebagai antiseptik yang terkumpul di bawah tirai bedah di ruang operasi dan menyebabkan kebakaran ketika instrumen kauter digunakan.  Gel alkohol tidak terlibat. 

Untuk meminimalkan risiko kebakaran, pengguna alkohol gosok diminta untuk menggosok tangan hingga kering, yang menandakan alkohol yang mudah terbakar telah menguap.  Menyulut alkohol antiseptik saat menggunakannya jarang terjadi, tetapi kebutuhan akan hal ini digarisbawahi oleh satu kasus petugas kesehatan menggunakan antiseptik, melepas gaun isolasi poliester, dan kemudian menyentuh pintu besi saat tangannya masih basah;  listrik statis menghasilkan percikan yang dapat didengar dan menyalakan gel tangan. Departemen pemadam kebakaran menyarankan isi ulang untuk pembersih tangan berbasis alkohol dapat disimpan dengan persediaan pembersih jauh dari sumber panas atau nyala api terbuka. 

A.10.3.2.2. Kulit

Penelitian menunjukkan bahwa pembersih tangan alkohol tidak menimbulkan risiko apa pun dengan menghilangkan mikroorganisme bermanfaat yang secara alami ada pada kulit.  Tubuh dengan cepat mengisi kembali mikroba menguntungkan di tangan, sering kali memindahkannya dari lengan yang hanya memiliki lebih sedikit mikroorganisme berbahaya. 

Namun, alkohol dapat mengikis lapisan luar minyak dari kulit, yang dapat berdampak negatif pada fungsi pelindung kulit.  Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa desinfeksi tangan dengan deterjen antimikroba menghasilkan gangguan penghalang yang lebih besar pada kulit dibandingkan dengan larutan alkohol, yang menunjukkan peningkatan hilangnya lipid kulit. 

A.10.3.2.3. Konsumsi

Di Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) AS mengontrol sabun tangan antimikroba dan pembersih sebagai obat bebas (OTC) karena ditujukan untuk penggunaan antimikroba topikal untuk mencegah penyakit pada manusia. 

FDA mewajibkan pelabelan ketat yang menginformasikan konsumen tentang penggunaan yang tepat dari obat OTC ini dan bahaya yang harus dihindari, termasuk memperingatkan orang dewasa untuk tidak menelan, tidak menggunakan di mata, dijauhkan dari jangkauan anak-anak, dan untuk mengizinkan penggunaan hanya oleh anak-anak  di bawah pengawasan orang dewasa.  Menurut Asosiasi Pusat Pengendalian Racun Amerika, ada hampir 12.000 kasus penggunaan pembersih tangan pada tahun 2006.   Jika tertelan, pembersih tangan berbasis alkohol dapat menyebabkan keracunan alkohol pada anak kecil. Namun, Pusat Pengendalian Penyakit A.S. merekomendasikan penggunaan pembersih tangan dengan anak-anak untuk mempromosikan kebersihan yang baik, di bawah pengawasan, dan selanjutnya merekomendasikan orang tua mengemas pembersih tangan untuk anak-anak mereka saat bepergian, untuk menghindari penyakit tertular dari tangan yang kotor. 

Telah dilaporkan insiden orang yang meminum gel di penjara dan rumah sakit, di mana konsumsi alkohol tidak diperbolehkan, menjadi mabuk.  Akibatnya, pembersih tangan telah dibatasi di beberapa fasilitas.

Orang yang menderita alkoholisme mungkin mencoba mengonsumsi pembersih tangan untuk memuaskan keinginan mereka.  Misalnya, selama beberapa minggu selama pandemi COVID-19 di New Mexico, tujuh orang di negara bagian AS yang merupakan pecandu alkohol terluka parah akibat minum pembersih: tiga meninggal, tiga dalam kondisi kritis, dan satu dibiarkan buta permanen. 

A.10.3.2.4. Penyerapan

 Pada 30 April 2015, FDA mengumumkan bahwa mereka meminta lebih banyak data ilmiah berdasarkan keamanan pembersih tangan.  Ilmu pengetahuan yang muncul menunjukkan bahwa untuk setidaknya beberapa bahan aktif antiseptik perawatan kesehatan, paparan sistemik (paparan seluruh tubuh seperti yang ditunjukkan oleh deteksi bahan antiseptik dalam darah atau urin) lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, dan data yang ada meningkatkan potensi kekhawatiran tentang efek pengulangan.  paparan manusia setiap hari terhadap beberapa bahan aktif antiseptik.  Ini termasuk produk antiseptik tangan yang mengandung alkohol dan triclosan. 

A.10.3.2.5. Desinfeksi tangan bedah

Tangan harus didesinfeksi sebelum prosedur pembedahan dengan mencuci tangan dengan sabun lembut dan kemudian menggosok tangan dengan pembersih.  Desinfeksi bedah membutuhkan dosis gosok tangan yang lebih besar dan waktu menggosok yang lebih lama daripada yang biasanya digunakan.  Biasanya dilakukan dalam dua aplikasi sesuai dengan teknik menggosok tangan tertentu, EN1499 (cuci tangan higienis), dan EN 1500 (desinfeksi tangan higienis) untuk memastikan bahwa antiseptik diterapkan di mana-mana pada permukaan tangan. 

A.10.3.2.6. Bebas alkohol 

Beberapa produk pembersih tangan menggunakan agen selain alkohol untuk membunuh mikroorganisme, seperti povidone-iodine, benzalkonium chloride, atau triclosan.  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan CDC merekomendasikan antiseptik "persisten" untuk pembersih tangan.  Aktivitas persisten didefinisikan sebagai aktivitas antimikroba yang berkepanjangan atau diperpanjang yang mencegah atau menghambat proliferasi atau kelangsungan hidup mikroorganisme setelah aplikasi produk.  Aktivitas ini dapat ditunjukkan dengan pengambilan sampel situs beberapa menit atau jam setelah aplikasi dan menunjukkan efektivitas antimikroba bakteri bila dibandingkan dengan tingkat dasar.  Properti ini juga disebut sebagai "aktivitas sisa".  Bahan aktif substantif dan nonsubstantif dapat menunjukkan efek persisten jika secara substansial menurunkan jumlah bakteri selama periode pencucian.

Penelitian laboratorium telah menunjukkan bahwa benzalkonium klorida yang tersisa mungkin terkait dengan resistensi antibiotik pada MRSA. Toleransi terhadap pembersih alkohol dapat berkembang pada bakteri tinja.  Jika pembersih alkohol menggunakan 62%, atau lebih tinggi, alkohol menurut beratnya, hanya 0,1 hingga 0,13% benzalkonium klorida menurut beratnya memberikan efektivitas antimikroba yang setara.

Triclosan telah terbukti terakumulasi dalam biosolid di lingkungan, salah satu dari tujuh kontaminan organik teratas dalam air limbah menurut National Toxicology Program Triclosan menyebabkan berbagai masalah dengan sistem biologis alami, dan triclosan, bila dikombinasikan dengan  klorin misalnya  dari air ledeng, menghasilkan dioksin, kemungkinan karsinogen pada manusia.  Namun, 90–98% triclosan dalam air limbah terurai baik oleh proses fotolitik atau biologis alami atau dihilangkan karena penyerapan di pabrik pengolahan air limbah.  Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hanya jejak yang sangat kecil yang dapat dideteksi dalam air buangan yang mencapai sungai. 

Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa fotodegradasi triclosan menghasilkan 2,4-dichlorophenol dan 2,8-dichlorodibenzo-p-dioxin (2,8-DCDD).  2,4-diklorofenol itu sendiri diketahui dapat terurai secara hayati dan juga dapat terurai.  Untuk DCDD, salah satu senyawa tidak beracun dari keluarga dioksin, tingkat konversi 1% memiliki  telah dilaporkan dan diperkirakan waktu paruh menunjukkan bahwa itu adalah fotolabile juga Kinetika peluruhan formasi DCDD juga dilaporkan oleh Sanchez-Prado et al.  (2006) yang mengklaim "transformasi triclosan menjadi dioksin toksik tidak pernah ditunjukkan dan sangat tidak mungkin." 

Pembersih tangan bebas alkohol mungkin langsung efektif saat digunakan di kulit, tetapi larutan itu sendiri dapat terkontaminasi karena alkohol adalah pengawet dalam larutan dan tanpanya, larutan bebas alkohol itu sendiri rentan terhadap kontaminasi.  Namun, pembersih tangan yang mengandung alkohol dapat terkontaminasi jika kandungan alkohol tidak dikontrol dengan baik atau pembersih sangat terkontaminasi mikroorganisme selama pembuatan.  Pada bulan Juni 2009, Clarcon Antimicrobial Hand Sanitizer yang bebas alkohol ditarik dari pasar AS oleh FDA, yang menemukan bahwa produk tersebut mengandung kontaminasi kotor dari berbagai bakteri tingkat sangat tinggi, termasuk bakteri yang dapat "menyebabkan infeksi oportunistik pada kulit dan jaringan di bawahnya.  dan dapat mengakibatkan perhatian medis atau bedah serta kerusakan permanen ".  Kontaminasi kotor dari pembersih tangan apa pun oleh bakteri selama pembuatan akan mengakibatkan kegagalan keefektifan pembersih tersebut dan kemungkinan infeksi tempat perawatan dengan organisme yang mengkontaminasi. 

A.10.3.3. Jenis

Pembersih tangan berbasis alkohol banyak digunakan di lingkungan rumah sakit sebagai alternatif dari sabun antiseptik.  Gosok tangan di lingkungan rumah sakit memiliki dua aplikasi: gosok tangan yang higienis dan desinfeksi tangan secara bedah.  Pembersih tangan berbasis alkohol memberikan toleransi kulit yang lebih baik dibandingkan dengan sabun antiseptik.  Obat gosok tangan juga terbukti memiliki sifat mikrobiologis yang lebih efektif dibandingkan dengan sabun antiseptik.

Bahan yang sama yang digunakan dalam antiseptik yang dijual bebas juga digunakan di antiseptik di rumah sakit: alkohol seperti etanol dan isopropanol, terkadang dikombinasikan dengan kation amonium kuaterner (quats) seperti benzalkonium klorida.  Quats ditambahkan pada tingkat hingga 200 bagian per juta untuk meningkatkan efektivitas antimikroba.  Meskipun alergi terhadap obat gosok khusus alkohol jarang terjadi, wewangian, pengawet, dan quats dapat menyebabkan alergi kontak.  Bahan-bahan lain ini tidak menguap seperti alkohol dan menumpuk, meninggalkan residu "lengket" sampai dihilangkan dengan sabun dan air.

Merek pembersih tangan alkohol yang paling umum termasuk Aniosgel, Avant, Sterillium, Desderman, dan Allsept S. Semua pembersih tangan rumah sakit harus sesuai dengan peraturan tertentu seperti EN 12054 untuk perawatan higienis dan desinfeksi bedah dengan menggosok tangan.  Produk dengan klaim "pengurangan 99,99%" atau pengurangan 4-log tidak efektif di lingkungan rumah sakit, karena pengurangan harus lebih dari "99,99%". 

Sistem takaran pembersih tangan untuk rumah sakit dirancang untuk memberikan jumlah produk yang terukur untuk staf.  Mereka adalah pompa takar yang disekrup ke botol atau dispenser yang dirancang khusus dengan botol isi ulang.  Dispenser untuk desinfeksi tangan bedah biasanya dilengkapi dengan mekanisme kontrol siku atau sensor inframerah untuk menghindari kontak dengan pompa.

A.10.3.4. Komposisi

Konsumen pembersih tangan berbasis alkohol , dan "alkohol tangan" atau "agen antiseptik  alkohol tangan" perawatan kesehatan ada dalam formulasi gel cair, busa, dan mudah di bawa.  Produk dengan alkohol 60% hingga 95% menurut kadar konsentrasi dalam persentase adalah antiseptik yang efektif.  Konsentrasi yang lebih rendah dari 60% atau lebih tinggi dari 95% kurang efektif;  kebanyakan produk mengandung antara 60% dan 80% alkohol. 

Selain alkohol (etanol, isopropanol atau n-Propanol), pembersih tangan juga mengandung berikut ini: 
  • antiseptik tambahan seperti klorheksidin dan turunan amonium kuaterner,
  • sporisida seperti hidrogen peroksida yang menghilangkan spora bakteri yang mungkin ada dalam bahan,
  • emolien dan agen pembentuk gel untuk mengurangi kekeringan dan iritasi kulit,
  • sejumlah kecil air steril atau suling,
  • terkadang bahan pembusa, pewarna atau wewangian.
A.10.3.4.1. Formulasi WHO

Organisasi Kesehatan Dunia telah menerbitkan panduan untuk memproduksi pembersih tangan dalam jumlah besar dari bahan kimia yang tersedia di negara berkembang, di mana pembersih tangan komersial mungkin tidak tersedia: 

A.10.3.5. Produksi

A.10.3.5.1. Pandemi COVID-19
Pemberitahuan tentang kekurangan pembersih tangan virus korona  di Apotek CVS pada 17 Maret 2020

Pada tahun 2010, Organisasi Kesehatan Dunia mengeluarkan panduan untuk pembuatan pembersih tangan, yang mendapat perhatian baru pada tahun 2020 karena kekurangan pembersih tangan setelah pandemi COVID-19.  Lusinan produsen minuman keras dan parfum mengalihkan fasilitas produksi mereka dari produk normal ke pembersih tangan.  Untuk memenuhi permintaan, penyulingan lokal mulai menggunakan alkohol mereka untuk membuat pembersih tangan.  Tempat penyulingan yang memproduksi pembersih tangan awalnya ada di wilayah hukum abu-abu di Amerika Serikat, sampai Biro Pajak dan Perdagangan Alkohol dan Tembakau menyatakan bahwa penyulingan dapat memproduksi pembersih tangan tanpa izin. 
Sebotol pembersih tangan buatan sendiri, disiapkan selama tahap pertama pandemi COVID-19 di California.

Pada awal pandemi, karena kekurangan pembersih tangan karena panik membeli, orang menggunakan 60% hingga 99% konsentrasi isopropil atau etil alkohol untuk sanitasi tangan, biasanya mencampurkannya dengan gliserol atau pelembab atau cairan yang mengandung lidah buaya untuk menenangkan.  mengatasi iritasi dengan pilihan menambahkan tetes lemon atau jus jeruk nipis atau minyak esensial untuk wewangian, dan dengan demikian membuat pembersih tangan DIY.  Namun, ada kehati-hatian untuk tidak membuatnya, seperti pengukuran atau bahan yang salah dapat mengakibatkan jumlah alkohol yang tidak mencukupi untuk membunuh virus corona, sehingga membuat campuran tidak efektif atau bahkan beracun.

Selain itu, beberapa produk komersial berbahaya, baik karena pengawasan yang buruk dan kontrol proses, atau motif penipuan.  Pada bulan Juni 2020, FDA mengeluarkan peringatan terhadap penggunaan produk pembersih tangan oleh Eskbiochem SA de CV di Meksiko karena kadar metanol yang berlebihan - hingga 81% dalam satu produk.  Metanol dapat diserap melalui kulit, beracun dalam jumlah sedang, dan jika terpapar secara substansial dapat menyebabkan "mual, muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kebutaan permanen, kejang, koma, kerusakan permanen pada sistem saraf atau kematian".  Produk-produk yang dicurigai dibuat oleh Eskbiochem SA dengan metanol yang berlebihan telah dilaporkan sampai di British Columbia, Kanada.

A.10.4. ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD) TERHADAP PENYAKIT MENULAR

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

Alat pelindung diri (APD) terhadap penyakit menular merupakan seperangkat perlengkapan berfungsi melindungi penggunanya dari bahaya/gangguan kesehatan penularan penyakit yang infeksius. Misalnya infeksi virus atau bakteri. Bila digunakan dengan benar, APD mampu menghalangi masuknya virus atau bakteri ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, mata, atau kulit

Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri.

Begitu juga tenaga kesehatan, perlu dilengkapi APD pada waktu bekerja sesuai dengan resiko pekerjaannya terhadap penyakit menular.

SARS-nCoV-2 sangat menular.  Sekitar 3,5% -20% petugas kesehatan telah dilaporkan terinfeksi.  Angka kematian berkisar antara 0,53% sampai 1,94%.  APD adalah bagian dari tindakan dalam paket pencegahan dan pengendalian pandemi, bukan sebagai pengganti.  Respirator lebih efektif daripada masker dalam mencegah penularan aerosol ke petugas kesehatan.  Penggunaan yang lebih lama dapat dipertimbangkan jika pedoman dipatuhi.  Respirator bertenaga pemurni udara atau powered air-purify respirator (PAPR) jika tersedia harus digunakan dalam prosedur berisiko tinggi.

Penularan virus bersifat multimodal dan dalam keadaan patogen baru dengan kasus kematian yang tinggi tanpa intervensi yang terbukti efektif, APD yang memberikan perlindungan terbaik harus tersedia untuk petugas kesehatan.

Pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) telah menjangkiti hampir setiap benua.  Penularan dapat dikurangi melalui pengendalian paparan melalui teknik, kontrol administratif dan lingkungan. Alat pelindung diri (APD) adalah garis terakhir perlindungan petugas kesehatan terutama dalam fase penularan komunitas dari pandemi Covid-19.

Kunci tanggap darurat kesehatan masyarakat terletak pada melimpahnya cadangan, alokasi yang tepat dari pasokan medis darurat dan distribusi yang cepat. Beberapa negara memiliki persediaan medis nasional untuk cadangan utama obat-obatan dan peralatan penting seperti APD. Meskipun hal ini sangat diperlukan  elemen tanggap darurat kesehatan masyarakat, ketika sistem diuji, ternyata ada yang kurang.  Ini terlihat selama pandemi H1N1, SARS-CoV-1 dan sekarang SARS-CoV-2.  Ada kekurangan APD untuk petugas kesehatan secara global, yang mengakibatkan penularan penyakit, mengurangi petugas kesehatan garis depan yang merawat pasien ini, mengakibatkan penularan penyakit ke keluarga dan komunitas mereka, serta mengakibatkan kematian petugas kesehatan.

Meskipun pertimbangan keuangan, pasokan APD dan logistik penting, sistem perawatan kesehatan juga memiliki kewajiban kesehatan dan keselamatan kerja kepada petugas kesehatan mereka dan jaminan bahwa mereka menggunakan tingkat perlindungan tertinggi dan tidak menempatkan diri mereka, keluarga atau rekan kerja dalam risiko.

A.10.4.1. Jenis Alat Pelindung Diri

Pakaian pelindung, sarung tangan, masker, hoodie, respirator, kacamata pelindung (goggles), pelindung wajah, dan sepatu boots merupakan alat pelindung diri yang direkomendasikan saat menangani pasien tersangka kasus infeksi sangat menular. Pemilihan jenis alat pelindung diri sebaiknya disesuaikan dengan tipe paparan (aerosol, percikan darah atau cairan tubuh, bersentuhan dengan pasien atau jaringan tubuh), jenis prosedur atau aktivitas yang dikerjakan, serta ukuran yang sesuai dengan pengguna.

A.10.4.1.1. Baju Pelindung

Menurut tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada Juli 2019, penggunaan jubah (gown) memberikan perlindungan terhadap kontaminasi lebih baik dibandingkan apron. Studi ini juga menyebutkan bahwa material baju pelindung yang lebih breathable tidak meningkatkan risiko kontaminasi dibandingkan material yang lebih tahan air. Jenis material ini bahkan bisa meningkatkan kenyamanan pengguna. Namun, perlu dicatat bahwa kesimpulan ini ditarik dari studi dengan kualitas bukti yang rendah. Prinsip baju pelindung yang lain adalah sekali pakai, serta ukurannya sesuai dengan pengguna sehingga tidak menghambat pergerakan.

Di Eropa, baju pelindung menggunakan standar EN 14126, yang membagi tipe baju pelindung menjadi 6 kelas. Baju pelindung kelas 6 memiliki perlindungan paling baik, yang bahkan mampu melindungi dari partikel bakteriofag pada tekanan hidrostatik 20 kPa. Di Amerika Serikat, digunakan standar ANSI/AAMI PB70 2012 untuk jubah pelindung. Berdasarkan standar tersebut baju pelindung dibagi menjadi 4 kelas. Efek perlindungan yang diberikan oleh baju pelindung kelas 4 paling baik, yakni mampu melindungi dari kontaminasi virus pada tekanan 2 psi. WHO menganjurkan penggunaan EN 13795 atau ANSI/AAMI PB70 2012 kelas 3 atau kelas 4 untuk proteksi tenaga medis pada kasus Ebola.

A.10.4.1.2. Pelindung Mata

Alat pelindung diri untuk bagian mata bisa menggunakan goggles atau face shield. Atribut alat pelindung diri tersebut berguna untuk melindungi mata dari  kontaminasi patogen berupa droplet, percikan darah, atau cairan tubuh pasien. Face shield dapat dikenakan di luar goggles untuk melindungi bagian wajah seluruhnya. Face shield dan goggles biasanya dapat dipakai ulang, namun harus dibersihkan dengan cara direndam menggunakan larutan klorin yang diencerkan 1:49 kemudian dibilas dengan air bersih.

A.10.4.1.3. Masker

Pada sebuah penelitian (low evidence) penggunaan masker dengan bahan yang breathable mendapatkan angka kepuasaan pengguna yang lebih baik dan tidak menyebabkan kontaminasi yang lebih tinggi secara signifikan. Penggunaan powered air-purify respirator (PAPR) memberikan perlindungan yang lebih baik ketimbang penggunaan respirator atau alat pelindung jenis lain (RR 0,27; 95% CI 0,17-0,43). PAPR merupakan salah satu jenis respirator dengan blower elektrik dengan baterai untuk menyaring udara masuk. PAPR dianjurkan digunakan bila masker N95 tidak sesuai dengan bentuk wajah atau bila akan melakukan prosedur yang memproduksi gas aerosol.

A.10.4.1.4. Sarung Tangan dan Sepatu Boot

Sarung tangan mencegah kontak kulit tangan dengan darah, cairan tubuh, droplet, jaringan tubuh, dan benda-benda yang terkontaminasi patogen. Sarung tangan sebaiknya digunakan sekali pakai. Panjang sarung tangan sebaiknya melewati pergelangan tangan dan ukurannya sesuai sehingga bagian lengan baju pelindung dapat dimasukkan ke dalamnya. Hasil tinjauan Cochrane menemukan bahwa penggunaan sarung tangan ganda (double gloving) menurunkan kontaminasi dibandingkan penggunaan tunggal.

Untuk bagian kaki, alat pelindung diri yang digunakan berupa sepatu boot dari bahan karet atau bahan tahan air lainnya yang bisa ditambah dengan penggunaan boot cover di bagian luarnya.

A.10.4.1.5. Modifikasi Bentuk APD

Modifikasi bentuk alat pelindung diri (APD) dengan tujuan proteksi yang lebih tinggi dapat menurunkan risiko kontaminasi. Jenis modifikasi ini misalnya kombinasi jubah dan sarung tangan yang dapat dilekatkan (RR 0,27), atau jubah dengan bentuk yang lebih ketat di bagian leher dan pergelangan tangan (RR 0,08).

A.10.4.2. Cara Penggunaan Alat Pelindung Diri

Ada berbagai pedoman terkait cara penggunaan alat perlindungan diri (APD), antara lain CDC 2014, WHO  2014, European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) 2014, dan Australian NHMRC (National Health and Medical Research Council) 2010.

Berbeda dengan pedoman lainnya, menurut ECDC 2014, penggunaan APD harus ditambah dengan pemberian plester di pergelangan sarung tangan, bagian yang terbuka di sepatu boot, dan bagian tepi goggles untuk memastikan tidak ada bagian yang terbuka. WHO menyatakan bahwa penggunaan plester tidak diperlukan apabila ukuran APD sudah sesuai dan tidak ada celah antara baju pelindung dengan sarung tangan atau sepatu boot. Penggunaan plester yang terlalu banyak membuat proses pemakaian (donning) menjadi lama, sulit saat melepaskan, serta berisiko merusak sarung tangan atau baju pelindung saat melepaskan plester.

Pedoman WHO 2014 menganjurkan penggunaan sarung tangan ganda ketika melakukan prosedur berisiko tinggi atau akan melakukan kontak dengan cairan tubuh pasien. Selama kontak dan melakukan prosedur pada pasien, seluruh atribut APD tidak boleh dilepas, kecuali mengganti sarung tangan bagian luar. Sarung tangan luar dapat diganti segera setelah melakukan satu prosedur medis dengan kontaminasi yang signifikan. Tenaga medis harus segera melepaskan APD di area doffing apabila terkena cairan tubuh atau darah dalam jumlah signifikan, serta bila ditemukan adanya robekan pada sarung tangan atau bagian lengan yang tidak tertutupi oleh sarung tangan.

A.10.4.2.1. Teknik Penggunaan Alat Pelindung Diri

Saat melakukan prosedur pemakaian alat pelindung diri (APD), perlu ada seorang petugas terlatih yang melakukan supervisi prosedur sesuai protokol dan juga seorang asisten yang membantu memakaikan atribut tertentu. Berikut ini prosedur penggunaan (donning) APD :
  • Sebelum menggunakan alat pelindung diri, petugas melepaskan seluruh perhiasan yang dikenakan termasuk jam tangan. Petugas yang berambut panjang harus mengikat rambut. Petugas yang berkacamata harus melekatkan kacamata supaya tidak jatuh
  • Inspeksi kondisi alat pelindung diri, memastikan ukurannya sesuai dengan tubuh petugas dan tidak ada kerusakan pada alat
  • Lakukan cuci tangan (hand hygiene)
  • Kenakan sepatu Lalu, pasang boot cover, ikat tali yang melingkari boot cover. Usahakan tangan tidak menyentuh lantai. Tahap ini sebaiknya dikerjakan dalam posisi duduk
  • Kenakan sarung tangan (dalam)
  • Kenakan baju pelindung dan buat agar lengan baju menutupi pergelangan sarung tangan dalam. Pastikan semua bagian lengan sarung tangan masuk di bawah lengan baju pelindung. Pakaikan plester di pergelangan tangan apabila masih ada celah antara baju dengan sarung tangan
  • Kenakan masker N95. Pastikan seluruh bagian tepi menyesuaikan bentuk wajah sehingga tidak ada celah.
  • Kenakan hood, pastikan bagian telinga dan leher tertutup dan tidak ada rambut yang keluar. Bagian bawah hood harus menutupi kedua bahu. Asisten dapat membantu proses pemakaian
  • Kenakan apron (tidak wajib) apabila menangani pasien dengan gejala muntah dan diare
  • Kenakan sarung tangan luar yang biasanya memiliki pergelangan lebih panjang. Tarik bagian lengan sarung tangan hingga menutupi bagian lengan baju pelindung. Penggunaan sarung tangan yang berbeda warna dengan sarung tangan dalam dapat membantu identifikasi
  • Kenakan pelindung wajah (face shield)
  • Evaluasi kelengkapan dan kesesuaian penggunaan alat pelindung diri menggunakan bantuan cermin, ditambah dengan verifikasi oleh petugas donning
Bila menggunakan powered air-purify respirator (PAPR), maka atribut tersebut dikenakan setelah menggunakan baju pelindung. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan sarung tangan luar, hood khusus PAPR, dan apron (bila perlu). Penggunaan PAPR membutuhkan bantuan asisten yang terlatih agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak meningkatkan risiko kontaminasi.

A.10.4.3. Self-Contamination Saat Proses Melepaskan Alat Pelindung Diri

Penularan penyakit tetap bisa terjadi walaupun petugas sudah mengenakan alat pelindung diri yang sesuai standard. Hal ini diduga sebagai akibat self-contaminating saat proses melepaskan alat pelindung diri (doffing). Patogen yang terdapat pada cairan yang mengkontaminasi alat pelindung diri (APD) dapat tetap infeksius selama beberapa waktu. Pada wabah SARS terdahulu, meskipun tenaga medis sudah menggunakan alat pelindung diri, namun jumlah tenaga medis yang tertular mencapai 20% dari total kasus SARS.

Penggunaan APD berlapis memang memberikan efek proteksi yang baik, namun dapat membatasi gerak tenaga medis. Selain itu risiko self-contaminating juga meningkat pada saat petugas harus melepaskan APD yang berlapis-lapis tersebut. Karena itu, prosedur pelepasan harus dilakukan secara seksama dan sesuai dengan urutan yang benar. Prosedur pelepasan APD harus dilakukan di area khusus doffing, dipandu oleh seorang supervisor terlatih, dan dibantu oleh seorang asisten, terutama dalam melepaskan atribut yang kompleks seperti PAPR.

Penelitian menunjukkan risiko self-contamination yang cukup tinggi saat proses melepaskan APD, terutama jenis coverall kepala-mata kaki. Hal ini disebabkan karena karet elastis pada hoodie cenderung melipat ke dalam saat dilepaskan. Ada pula laporan sarung tangan yang robek karena tersangkut saat membuka resleting baju pelindung jenis coverall. Pada sebuah penelitian lain menggunakan marker fluoresen, terjadi kontaminasi pada kulit atau pakaian tenaga medis pada 46% (200/435) prosedur melepaskan APD. Sekitar 70,3% prosedur melepaskan APD dilakukan tidak sesuai panduan. Kontaminasi lebih sering ditemukan saat melepaskan sarung tangan dibandingkan saat melepaskan baju pelindung (52,9% vs 37,8%, p=0,002).

Sebuah penelitian di Korea Selatan melaporkan self-contamination terbesar ditemukan saat melepaskan atribut respirator, hood, dan boot cover. Kontaminasi terbesar pada penelitian-penelitian lain ditemukan di area leher, jari tangan, tangan, pergelangan tangan, lengan, dan juga wajah. Semakin banyak atribut APD yang harus dikenakan, semakin tinggi kesalahan prosedur pelepasannya. Keterbatasan waktu untuk melepaskan APD juga dapat meningkatkan angka ketidakpatuhan pada urutan prosedur.

A.10.4.3.1. Teknik Melepaskan Alat Pelindung Diri

Berdasarkan pedoman WHO, prosedur melepaskan alat pelindung diri sesuai urutan adalah sebagai berikut :
  • Lakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan tetap menggunakan sarung tangan
  • Robek apron di bagian leher kemudian gulung ke bagian depan dan bawah. Hindari tangan menyentuh bagian coverall di belakang
  • Lakukan cuci tangan. Cuci tangan dilakukan setiap selesai melepaskan 1 jenis atribut alat pelindung diri
  • Lepaskan pelindung kepala-leher (bila hood terpisah dari baju pelindung) dengan cara menarik bagian atas penutup kepala. Bila menggunakan coverall kepala-mata kaki, buka terlebih dahulu resleting di bagian dada, kemudian lepaskan hoodie ke arah belakang secara perlahan dengan cara menggulung bagian dalam menjadi bagian luar. Hindari menyentuh bagian luar coverall
  • Setelah coverall terlepas melewati bahu hingga pertengahan siku, tarik lengan perlahan agar coverall terlepas bersama dengan sarung tangan luar. Teruskan membuka dan menggulung coverall dengan tetap menggunakan sarung tangan dalam, hingga terlepas seluruhnya dari bagian kaki
  • Lakukan cuci tangan kembali (terus dilakukan setiap selesai melepaskan 1 jenis atribut)
  • Lepaskan pelindung mata dengan memegang tali di bagian belakang
  • Lepaskan masker dengan menarik bagian tali bawah di belakang melewati kepala ke bagian depan. Dilanjutkan dengan melepaskan tali bagian atas
  • Lepaskan boot cover. Lalu, lepaskan sepatu boot tanpa menyentuh dengan tangan
  • Lepaskan sarung tangan dalam
  • Lakukan cuci tangan di akhir prosedur
A.10.4.4. Manfaat Pelatihan Khusus Penggunaan Alat Pelindung Diri

Pelatihan khusus cara penggunaan alat pelindung diri (APD) memiliki manfaat menurunkan kontaminasi dari 60% menjadi 18,9% menurut sebuah penelitian di 4 rumah sakit di Ohio. Penurunan kontaminasi dilaporkan menetap selama pengamatan di bulan pertama dan ketiga tanpa pelatihan ulang.

Self-contamination umumnya terjadi karena tenaga medis kurang familiar dengan prosedur penggunaan APD. Pelatihan tenaga medis menggunakan media audio visual, simulasi, dan evaluasi langsung, memiliki efek yang lebih baik dibandingkan hanya menonton video atau membaca checklist.

Penelitian oleh Casalino et al, membandingkan pelatihan menggunakan instruktur yang membacakan dengan lantang urutan penggunaan dan pelepasan APD, dengan pelatihan tanpa instruktur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan APD yang didampingi instruktur yang memberikan instruksi penggunaan secara lisan menurunkan angka ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan dengan tenaga medis yang tidak mendapatkan instruksi apapun. Hung et al melaporkan bahwa pemanfaatan simulasi komputer dalam sesi pelatihan menurunkan angka kesalahan saat melakukan doffing.

A.10.4.5. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Jenis alat pelindung diri yang digunakan terkait COVID-19 ditentukan berdasarkan lokasi dan aktivitas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Hal ini diatur oleh pedoman pemerintah mengenai petunjuk teknis alat pelindung diri dalam menghadapi wabah COVID-19.

Pedoman ini perlu diperhatikan dan diikuti oleh tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar, atau membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus terkonfirmasi COVID-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri sesuai standar termasuk dalam definisi orang tanpa gejala. Hal ini akan membuat tenaga kesehatan tersebut menjadi perlu diisolasi untuk pemantauan gejala selama 14 hari.

A.10.4.5.1. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ruang Rawat Inap, IGD, dan Kamar Operasi

Tenaga kesehatan yang merawat langsung pasien COVID-19 perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut :
  • Masker bedah
  • Gaun
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata (goggles)
  • Pelindung wajah (face shield)
  • Penutup kepala
  • Sepatu pelindung
Walau demikian, ketika tenaga kesehatan melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol (aerosol generating procedure), masker bedah perlu diganti dengan masker respirator N95, dan tambahkan penggunaan apron.

Contoh tindakan yang menghasilkan aerosol adalah sebagai berikut:
  • Intubasi
  • Ventilasi noninvasif
  • Trakeostomi
  • Resusitasi jantung paru
  • Nebulisasi
  • Bronkoskopi
  • Pengambilan swab
  • Pemeriksaan hidung dan tenggorokan, serta pemeriksaan gigi
A.10.4.5.2. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Area Triase

Tenaga kesehatan yang bertugas di area triase hanya perlu menggunakan masker bedah. Walau demikian, perlu dipastikan bahwa tenaga kesehatan di area triase hanya melakukan skrining awal tanpa kontak langsung dan membatasi jarak dengan pasien minimal 1 meter.

A.10.4.5.3. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ruang Rawat Jalan

Tenaga kesehatan yang menangani pasien tanpa gejala infeksi saluran napas hanya perlu menggunakan masker bedah dengan tetap menjaga jarak minimal 1 meter.

Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala infeksi saluran napas perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut :
  • Masker bedah
  • Gaun
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung wajah
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung
Pada petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan yang menghasilkan aerosol pada pasien dengan/tanpa gejala infeksi saluran napas, masker bedah diganti dengan masker respirator N95, dan tambahkan penggunaan apron.

A.10.4.5.4. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Laboratorium

Di laboratorium, tenaga kesehatan yang mengerjakan sampel saluran napas perlu mengenakan alat pelindung diri sebagai berikut:
  • Masker respirator N95
  • Gaun
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung wajah
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung
A.10.4.5.5. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 untuk Tenaga Kebersihan

Tenaga kebersihan yang bertugas membersihkan ruang rawat pasien COVID-19, ruang rawat jalan, atau ruang isolasi, perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut :
  • Masker bedah
  • Gaun
  • Sarung tangan tebal
  • Pelindung mata
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung
Alat pelindung diri tersebut juga perlu digunakan saat membersihkan ambulans yang digunakan untuk memindahkan pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19.

A.10.4.5.6. Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Pandemi COVID-19 di Ambulans

Tenaga kesehatan yang mengantar pasien dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19 ke RS rujukan perlu menggunakan alat pelindung diri sebagai berikut:
  • Masker bedah
  • Gaun
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung
Sopir yang mengendarai ambulans cukup menggunakan masker bedah dan menjaga jarak minimal 1 meter dengan pasien. Namun, jika sopir membantu mengangkat pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19, sopir perlu menggunakan alat pelindung diri yang sama dengan tenaga kesehatan, yaitu :
  • Masker bedah
  • Gaun
  • Sarung tangan
  • Pelindung mata
  • Pelindung kepala
  • Sepatu pelindung
A.10.4.6. DOWNLOAD SUMBER BELAJAR TENTANG APD FILE PDF

Rekomendasi Standar Penggunaan APD untuk Penanganan COVID-19 di Indonesia Revisi 1

Standar Alat Pelindung Diri (APD) dalam Manajemen Penanganan Covid-19

A.11. PROTOKOL KESEHATAN DAN NEW NORMAL

Pada masa pandemi Covid-19 Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan masyarakat usia di bawah 45 tahun untuk kembali menjalankan aktivitasnya. Hal itu salah satunya untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. 

Sebelumnya, semua orang tanpa memandang kelas usia, diminta untuk tetap tinggal di rumah demi memotong rantai persebaran virus corona penyebab Covid-19. 

Untuk itu, kini sebagian masyarakat yang dipandang lebih aman terhadap risiko infeksi virus ini, diperkenankan untuk kembali bekerja dan melakukan aktivitasnya sekaligus dalam rangka menyambut  new normal. 

New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. 

Prinsip utama dari new normal itu sendiri adalah dapat menyesuaikan dengan pola hidup. 

Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk new normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktifitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, serta bekerja, bersekolah dari rumah.

Apa saja protokol kesehatan Covid-19 yang harus ditaati masyarakat? Berikut ini rinciannya, berdasarkan informasi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 :

  • Jaga kebersihan tangan. Bersihkan tangan dengan cairan pencuci tangan atau hand sanitizer, apabila permukaan tangan tidak terlihat kotor. Namun, apabila tangan kotor maka bersihkan menggunakan sabun dan air mengalir. Cara mencucinya pun harus sesuai dengan standar yang ada, yakni meliputi bagian dalam, punggung, sela-sela, dan ujung-ujung jari. 
  • Jangan menyentuh wajah. Dalam kondisi tangan yang belum bersih, sebisa mungkin hindari menyentuh area wajah, khususnya mata, hidung, dan mulut. Mengapa? Tangan kita bisa jadi terdapat virus yang didapatkan dari aktivitas yang kita lakukan, jika tangan kotor ini digunakan untuk menyentuh wajah, khususnya di bagian yang sudah disebutkan sebelumnya, maka virus dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh.
  • Terapkan etika batuk dan bersin. Ketika kita batuk atau bersin, tubuh akan mengeluarkan virus dari dalam tubuh. Jika virus itu mengenai dan terpapar ke orang lain, maka orang lain bisa terinfeksi virus yang berasal dari tubuh kita. Terlepas apakah kita memiliki virus corona atau tidak, etika batuk dan bersin harus tetap diterapkan. Caranya, tutup mulut dan hidung menggunakan lengan atas bagian dalam. Bagian ini dinilai aman menutup mulut dan hidung dengan optimal, selain itu bagian lengan atas dalam ini tidak digunakan untuk beraktivitas menyentuh wajah. Sehingga relatif aman. Selain dengan lengan, bisa juga menutup mulut dan hidung menggunakan kain tisu yang setelahnya harus langsung dibuang ke tempat sampah.
  • Pakai masker. Bagi Anda yang memiliki gejala gangguan pernapasan, kenakanlah masker medis ke mana pun saat Anda keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain. Setelah digunakan (masker medis hanya bisa digunakan 1 kali dan harus segera diganti), jangan lupa buang masker di tempat sampah yang tertutup dan cuci tangan setelah itu. Namun, bagi Anda yang tidak memiliki gejala apapun, cukup gunakan masker non-medis, karena masker medis jumlahnya lebih terbatas dan diprioritaskan untuk mereka yang membutuhkan.
  • Jaga jarak. Untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang ke orang lain, kita harus senantiasa menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter. Terlebih, jika orang tersebut menunjukkan gejala gangguan pernapasan. Jaga jarak juga dikenal dengan istilah physical distancing. Kita dilarang untuk mendatangi kerumunan, meminimalisir kontak fisik dengan orang lain, dan tidak mengadakan acara yang mengundang banyak orang. 
  • Isolasi mandiri. Bagi Anda yang merasa tidak sehat, seperti mengalami demam, batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak napas, diminta untuk secara sadar dan sukarela melakukan isolasi mandiri di dalam rumah. Tetap berada di dalam rumah dan tidak mendatangi tempat kerja, sekolah, atau tempat umum lainnya karena memiliki risiko infeksi Covid-19 dan menularkannya ke orang lain. 
  • Jaga kesehatan. Selama berada di dalam rumah atau berkegiatan di luar rumah, pastikan kesehatan fisik tetap terjaga dengan berjemur sinar matahari pagi selama beberapa menit, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan melakukan olahraga ringan. Istirahat yang cukup juga sangat dibutuhkan dalam upaya menjaga kesehatan selama masa pandemi ini.
 A.11.1. 8 PROSEDUR PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19 DI TEMPAT USAHA

Adanya pandemi COVID-19 membuat banyak usaha tutup untuk mencegah adanya penularan infeksi di lingkungan kerja, termasuk di antara karyawannya. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang tetap membuka lahan bisnisnya. Namun, tetap harus ada standar operasional prosedur (SOP) yang perlu diperhatikan dan dilakukan untuk atasi infeksi COVID-19 tersebut di tempat usaha. 

Ketika para karyawan tiba di tempat kerja, apabila tidak ditetapkan prosedur untuk atasi penularan pandemi, mereka bisa jadi menularkan penyakit. Hal ini diperparah dengan laporan dari berbagai lembaga kesehatan yang menunjukkan bahwa penderita COVID-19 mungkin tidak memiliki gejala sakit. 

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengimbau agar para pelaku UKM untuk menerapkan prosedur pencegahan COVID-19 di tempat usaha masing-masing. “Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pelaku usaha dalam pencegahan virus Corona tersebut.” tegasnya dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (18/3/2020), dikutip dari laman UKM Indonesia.

Beberapa prosedur pencegahan COVID-19 sebagai berikut: 
  • Menyediakan hand sanitizer 
  • Menyediakan plastic clip (usahakan yang berbahan organik) untuk keperluan melindungi ponsel pelanggan 
  • Makanan cepat saji ditempatkan dalam wadah tertutup 
  • Alat makan sekali pakai digunakan untuk semua pelanggan 
  • Staf wajib menggunakan sarung tangan dan masker 
  • Pastikan ada jarak antar konsumen baik dalam antrian atau antar meja/ kursi konsumen minimal 1 meter 
  • Khusus untuk makanan atau minuman yang dibungkus, tutup rapat kemasannya untuk menjaga keamanan dan kebersihan selama perjalanan 
  • Sangat baik bila melakukan penyemprotan disinfektan untuk memastikan sterilnya seluruh area dan peralatan usaha
Selain delapan poin yang telah disebutkan di atas, Kementerian Koperasi dan UKM juga mengingatkan beberapa hal, yaitu : protokol untuk UMKM yang ada di sektor barang dan jasa guna mencegah penyebaran virus Corona COVID-19. 

A.11.2. PROTOKOL KESEHATAN UMKM SEKTOR BARANG

Berikut adalah protokol untuk usaha di sektor barang di antaranya melansir UKM Indonesia : 
  • Selalu membersihkan peralatan kerja dengan cairan disinfektan 
  • Gunakan safety kit, seperti sarung tangan dan penutup mulut saat penyajian/ package process. Hindari kontak fisik dengan pelanggan. 
  • Pedullikan kebersihan dan kesehatan kurir dengan menyediakan hand sanitizer atau tempat cuci tangan.  Bersihkan alat makan dengan sabun dan air bersih 
  • Pastikan semua produk higienis dan tertutup rapat selama pengiriman 
  • Selalu cek suhu tubuh setiap karyawan yang melakukan kontak fisik.
A.11.3. PROTOKOL KESEHATAN UMKM SEKTOR JASA

Protokol untuk sektor jasa adalah sebagai berikut : 
  • Selalu membersihkan peralatan kerja dengan cairan disinfektan 
  • Lakukan transaksi atau pertemuan via daring atau telepon 
  • Bekerja sama dengan jasa pengiriman lainnya 
  • Selalu menggunakan alat keamanan kesehatan berupa sarung tangan dan masker saat melakukan kontak fisik dengan pelanggan 
  • Memberikan solusi dan kompensasi bagi kurir yang abai dalam standar SOP (standar Operasional Prosedur).
B. MENINGKATKAN DAN MENYEIMBANGKAN SISTEM IMUN MASING-MASING INDIVIDU

Adanya wabah yang menggelobal (Pandemi) kesigapan pemerintah suatu negara maupun kalangan dunia internasional mengerahkan para ilmuwan dan peneliti untuk berlomba-lomba untuk menemukan obat untuk mengatasi wabah tersebut. 

Namun sayang, setiap waktu korban berjatuhan meninggal karena penyakit menular berpacu terus dengan penanganan dan penemuan obat untuk siap secara klinis digunakan ... namun untuk siap secara klinis membutuhkan waktu penelitian, percobaan terbatas, uji klinis dan lain-lain. 

Sebagai contoh Covid-19 sudah memakan korban jutaan orang berbagai penjuru dunia sedangkan antivirus mau pun vaksin. masih belum ditemukan atau belum siap digunakan secara klinis. 

Untuk itu penting sekali meningkatkan dan menyeibangkan sistem imun untuk mengatasi penyakit menular apa pun jenisnya, baik disebabkan oleh bakteri, virus, parasit mau pun jamur.  

Setiap kali kita memikirkan penyakit atau penyebabnya, pikiran kita sering muncul dengan jawaban seperti bakteri dan virus. Namun, bagaimana jika saya memberi tahu Anda bahwa ada satu patogen tertentu yang tidak memiliki asam nukleat atau organel sel apa pun! Ini sebenarnya bukan organisme. Ini adalah biomolekul tunggal – Protein! Bayangkan saja, hanya ada satu molekul protein yang bertambah jumlahnya dan dapat menyebabkan penyakit! Tetapi bagaimana sebuah protein dapat bereplikasi? Khususnya tanpa enzim atau mesin seluler! Ya, itu tidak benar-benar meniru, tetapi jumlahnya bertambah! Protein-protein aneh ini disebut Prion.

Patogen lebih kecil daripada virus, prion lebih jauh partikel-partikel ini adalah versi abnormal dari protein normal yang sudah dikodekan dalam tubuh, mereka tidak memicu respons imun inang, seperti yang dilakukan patogen lainnya.

Metode yang umum digunakan seperti memasak emakanan dengan panas tinggi, untuk membunuh organisme yang bisa menyebabkan penyakit dan terdapat pada makanan, tidak berpengaruh terhadap prion. Prion diyakini hidup di dalam jaringan sistem saraf. 

Penyakit Sapi gila disebabkan prion yang menulari manusia disebut dengan Creutzfeldt-Jakob desease (vCJD). Diyakini penyebabnya adalah memakan produk daging hewan yang terkontaminasi pada jaringan sistem saraf pusatnya, seperti otak dan sumsum tulang belakang. Daging tersebut berasal dari hewan yang terinfeksi penyakit sapi gila.

Mengingat patogen selalu bermutasi, bervariasi, variant patogen begitu banyak dan berevolusi secara genetik menimbulkan resistansi terhadap obat, maka satu-satunya cara mempertahankan kesehatan kita dengan menggunakan kekebalan tubuh kita sendiri (sistem imun) yang juga berevolusi untuk melawan berbagai penyakit. 

Kita mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih. Sebab virus Corona ketika berada di luar tubuh sangat mudah untuk dihancurkan.

Sedangkan virus corona yang terlanjut masuk ke dalam tubuh dapat ditangani oleh antibodi alami yang dimiliki oleh tubuh manusia. 

Obat virus terbaik saat ini adalah sistem imunitas yang terbangun dalam tubuh manusia. Pasalnya sistem imun yang sudah berada dan bekerja dalam tubuh manusia tersebut dapat membunuh sel-sel yang terjangkit virus. Sementara vaksin yang dipersiapkan saat ini sebenarnya bukan untuk membunuh virus, melainkan untuk mempersiapkan sistem imun untuk menghadapi virus.

Virus bukan merupakan makhluk hidup, namun virus dapat mempengaruhi kinerja sel-sel yang dihinggapinya, yang dalam hal ini adalah hemoglobin. Sistem kerja imun dapat ditingkatkan dengan vaksin atau obat imunomodulator yang bisa memodulasi sistem imun  baik berupa herbal, jamu, mau pun senyawa kimia. 

Jadi sementara virus corona yang di dalam tubuh, akan bisa dihandle dengan antibodi. Di hari ke-7 (setelah terinfeksi) antibodi akan keluar untuk melawan apa pun yang masuk ke dalam tubuh kita.

Antibodi di dalam tubuh manusia akan terus meningkat produksinya sejak hari ke-7 hingga hari ke-14 sejak tubuh terinfeksi. Dan produksi (antibodi) akan terus meningkat sampai hari ke-14.

Selama masa tersebut, kita bisa membantu meningkatkan produksi antibodi dengan mengonsumsi vitamin. Vitamin yang dikonsumsi untuk meningkatkan produksi antibodi pun tidak banyak, cukup 2 jenis vitamin yang dikonsumsi, yakni vitamin E dan vitamin C.

Dua vitamin itu sudah cukup untuk meningkatkan produksi antibodi untuk memerangi virus Corona yang masuk ke dalam tubuh. Dan jika kita memberikan vitamin E dan vitamin C satu butir sehari, maka antibodi kita akan naik 2 sampai 3 kali lipat dari produksi antibodi yang biasanya. Semakin banyak tubuh kita memproduksi antibodi, maka semakin cepat virus tersebut dilumpuhkan. Sehingga semakin banyak antibodi, semakin cepat diproduksi, maka virus akan semakin cepat disingkirkan dari dalam tubuh kita.

Bila masyarakat kita sekarang mengkonsumsi vitamain C dan E, maka sekarang sedang terjadi proses kesembuhan untuk jutaan manusia yang ada di Indonesia.

Fungsi vitamin E yang dikonsumsi membantu tubuh mempercepat sel-sel yang sifatnya harus selalu diperbaharui termasuk sel antibodi yang berguna untuk melawan virus.

Jadi vitamin E itu fungsinya akan mempercepat produksi sel-sel meristematik (sel muda), sel-sel yang sifatnya harus selalu diperbaharui, misalnya kulit, dan itu juga berfungsi untuk memproduksi sel antibodi.

Di samping, vitamin C dan E juga pemberian vitamin D serta vitamin A juga penting untuk sistem imun. Selain itu, ramuan herbal untuk meningkatkan imunitas tubuh sebagai imunomodulator seperti pegagan, teh hijau, daun murbei dan meniran bisa melawan Covid-19. 

Dan juga jamu tadisional ramuan herbal empon-empon, jus mengkudu, susu, madu, dan STMJ bisa membantu meningkatkan sistem imun, namun bukan hanya meningkatkan sistem imun tetapi juga menyetabilkan sistem imun, khusus empon-empon bermanfaat mendetoksifikasi tubuh dari berbagai racun penyakit sehingga cocok untuk orang menderita penyakit autoimun di waktu pandemi Covid-19 ini. 

Memperkuat imunitas tubuh agar kebal terhadap serangan virus maupun bakteri sangat penting dilakukan, terlebih di masa pandemi virus corona (Covid-19) ini.

Untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti menjaga pola makan, pola hidup bersih, dan mengonsumsi imunomodulator.

Imunomodulator sendiri merupakan obat yang dapat memodifikasi respon imun, menstimulasi mekanisme pertahanan alamiah dan adaptif, dan dapat berfungsi baik sebagai imunostimulan (mensimulasi sistem imun agar meningkat) maupun imunosupresan (menekan sistem imun agar tidak menyerang sel normal).

Sehingga imunomodulator adalah zat yang dapat memodulasi (mengubah atau memengaruhi) sistem imun tubuh menjadi ke arah normal.

Namun muncul pertanyaan, bagaimanakah jika imunomodulator tersebut dikonsumsi oleh orang yang merasa imunitasnya baik? akankah berpengaruh baik atau justru menimbulkan efek samping tertentu.

Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), dr. Inggrid Tania, M.Si pun  menjawab, "Sepanjang herbalnya aman maka siapa pun boleh pakai walupun imunitasnya sudah baik. Kita kan susah membuktikan apakah imun seseorang baik atau tidak."

Produk imunomodulator ini diketahui bisa dibuat dari bahan sintetik dan alami atau herbal, yaitu dari tanaman.

Imunomodulator yang bersifat imunostimulasi kuat memang bisa kontra indikasi dengan orang yang memiliki masalah autoimun.

Namun dari beberapa produk imonomodulator yang umum bisa dijumpai di pasaran dan tentunya sudah terdaftar di lembaga pengawasan obat, hampir tidak ada kontra indikasi.

Jadi bukan berarti imunitasnya sudah baik terus mengonsumsi imunomodulator kemudian imunitasnya jadi terlalu kuat atau berlebihan sehingga mengganggu/menyerang sel normal, yang seharusnya menyerang mikroorganisme patogen (yang infeksius) sebagai benda asing yang mengancam sistem pertahanan tubuh atau sel kanker.

Misalnya hasil pemeriksaan laboratorium yang biasanya tidak secara spesifik dapat menilai imunitas seseorang sudah seimbang atau belum.

Sehingga imunomodulator sangat cocok dikonsumsi selama masa pandemi dan seterusnya untuk menjaga sistem imun.

B.1. CYTOKINE RELEASE SYNDROME (CRS) 

Reaksi sistem imun yang berlebihan dapat memicu Sindrom pelepasan sitokin, atau cytokine release syndrome, disingkat CRS). 

Virus corona baru yang memiliki nama resmi SARS-CoV-2 dianggap dapat menyebabkan Sindrom pelepasan sitokin (bahasa Inggris: cytokine release syndrome, disingkat CRS) atau sindrom badai sitokin (cytokine storm syndrome, disingkat CSS) pada paru-paru pasien yang terinfeksi virus tersebut. Badai sitokin dapat dipicu oleh sejumlah infeksi, termasuk influenza, pneumonia,  sepsis, Covid-19 dll. Respons imun yang meningkat ini tidak terjadi pada semua pasien dengan infeksi parah, tetapi para ahli tidak tahu apa yang membuat beberapa orang lebih rentan daripada yang lain. 

Kondisi itulah yang disebut-sebut dapat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19, yang merupakan reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh. Ketika SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.

Sitokin normalnya hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi. Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali. Paru-paru pun bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus. Peradangan pada paru-paru itu sayangnya bisa terus terjadi meski infeksi sudah selesai. 

Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru. Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien sulit bernapas. Kondisi inilah yang kemudian bisa membuat pasien Covid-19 akhirnya meninggal dunia atau tak bisa bertahan. Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan.

Interleukin-6 merupakan salah satu jenis sitokin yang terlibat pada proses inflamasi dan kanker. Interleukin-6 (Interleukin 6, Interferon beta-2, IFNB2, B cell differentiation factor, B cell stimulatory factor 2, BSF2, Hepatocyte stimulatory factor, HSF, Hybridoma growth factor, HGF, IL-6) adalah sitokina yang disekresi dari jaringan tubuh ke dalam plasma darah, terutama pada fase infeksi akut atau kronis, dan menginduksi respon peradangan transkriptis melalui pencerap IL-6 RA, menginduksi maturasi sel B dan pencerap gp130.

Untuk pengobatan, Obat anti-interleukin-6, seperti Tocilizumab dan Sarilumab telah digunakan pada uji klinis pasian Covid-19. Selain itu, vitamin C juga perlu diberikan kepada pasien Covid-19. Vitamin C bersifat antioksidan sehingga diduga dapat mengurangi keparahan badai sitokin. Jadi, badai sitokin ini tergantung pada daya tahan tubuh atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk.

Badai sitokin dipicu oleh respon imun yang berlebihan. Maka obat bersifat imunomodulator sangat penting agar sistem imun dapat beradaptasi dengan jaringan sel-sel tubuh kita untuk menyerang patogen. 

Imun berlebihan ini disebabkan karena sistem pensinyalan terganggu, kurang jelas (noise), atau kurang peka antar sistem komunikasi antar sel. Untuk berkomunikasi antar sel, sistem kekebalan menggunakan zat sinyal mirip hormon; transfer factor adalah salah satu kelas zat komunikasi sistem kekebalan tersebut. Transfer factor  mencakup fungsi induser / helper (Faktor Induser) dan fungsi regulator (Faktor Regulator) —secara historis disebut "fungsi penekan".  Faktor Induser menerjemahkan respons imun yang tampaknya matang dari donor ke penerima. Faktor Regulator membantu mengontrol reaksi berlebihan, membatasi alergi dan kondisi autoimun. Transfer Faktor telah terbukti memicu respons imun dalam waktu kurang dari 24 jam.  Transfer Faktor tidak spesifik untuk spesies tertentu, sehingga transfer faktor yang dihasilkan oleh sistem imun sapi sama efektifnya pada manusia seperti pada sapi.

Henry Sherwood Lawrence menemukan bahwa sel darah dapat 'mentransfer' kekebalan yang dimediasi oleh sel spesifik antigen bahkan setelah sel tersebut mengalami lisis .  Produk limfosit ini kadang-kadang disebut sebagai "ekstrak leukosit dialyzable" dalam literatur ilmiah karena merupakan ekstrak dari sel darah putih yang menjalani dialisis untuk menghilangkan semua molekul yang lebih besar dari ~ 5000 Dalton .  Studi tentang transfer faktor seluler telah melibatkan sebagian besar model hewan dan uji klinis kecil pada manusia. Studi ini telah menunjukkan bukti awal dari modulasi kekebalan serta beberapa manfaat klinis pada beberapa penyakit, tetapi studi tersebut tidak dinilai di luar sumber utama dan uji coba hanya boleh dianggap praklinis. 

Identitas pasti (struktur primer protein) dari transfer factor tidak diketahui. Studi HPLC menunjukkan bahwa bagian umum di dalamnya adalah fragmen LLYAQD[LV]EDN , urutan yang tidak ditemukan dalam genom mamalia. 

Dari mana sumber transfer factor bisa didapat? Mereka dibedakan berdasarkan asalnya, yaitu:
  • Burung: Diekstrak dari kuning telur, dimulai dari ayam, dari kuning telur ini telah ditemukan bahwa dimungkinkan untuk mengekstrak transfer factor. 
  • Bovine: Dapat diekstraksi dari dialisat leukosit sapi lisis, selama sapi tersebut telah terpapar patogen tertentu. 
Ekstrak dari hewan dianggap suplemen, dan bukan obat. Bisa dikonsumsi siapa pun, dan sangat efektif untuk mencegah terjadinya badai sitokin bagi pasien yang terpapar Covid-19 dalam kondisi parah.   

Sedangkan ekstrak yang berasal dari manusia dianggap sebagai obat,  sehingga pemasarannya di luar apotek adalah ilegal

Pada masa kini ekstrak transfer factor bisa didapat dari kuning telor (Burung, unggas, ayam) dan susu awal sapi / kambing etawa.  Susu awal di sini maksudnya ketika sapi melahirkan anak, seketika itu sapi mengeluarkan susu awal untuk menyusui. 

Itu sebabnya, seorang ibu diwajibkan menyesuai bayi/anaknya sampai umur 2 tahun agar sistem kekebalan bayi diturunkan menjadi kuat dan juga bersifat memodulasi sistem imun.

Dan lebih mengejutkan lagi buat orang tinggal di Indonesia / Jawa biasa (umum) meminum jamu tradisional ditambah dengan madu dan kuning telur ayam kampung. Bahkan menelan (NGUNTAL) kuning telur ayam kampung mentah-mentah sudah menjadi kebiasaan suku jawa.

Satu gelas STMJ (SUSU, TELUR, MADU, JAHE) sehari sekali kiranya mencukupi membentuk sistem imun yang kuat dan cerdas, sehingga memodulasi sistem imun yang adaptable.

Namun harus diingat penulis menyarankan, untuk mencampur bahan-bahan (STMJ) di atas harus masih segar dan jangan sampai terlalu panas (paling tidak suhu sebagaimana pasteurisasi pada susu)  dan diusahakan dalam kondisi dingin agar tidak merusak proteinnya. Terutama protein yang terdapat di kuning telur, madu dan juga protein yang terdapat di susu. 

Cara mencampur agar menjadi rata, maka  masukkan bahan-bahan tadi ke dalam tabung atau botol lalu tutup dengan rapat, kemudian dikocok sampai rata dan usahakan langsung diminum. Tentunya jahe sudah disiapkan dalam bentuk serbuk (bubuk), atau jahe sudah dalam bentuk seduhan campur air panas (atau direbus) lalu didinginkan, baru campur dengan bahan-bahan lainnya dan dikocok.

Atau juga ramuan empon-empon  dapat dicampurkan dengan susu, kuning telur, dan madu. Cara mencampurnya dikocok dalam keadaan dingin sebagaimana yang diterangkan penulis di atas, lalu segera diminum.

Di lain sisi, satu  gelas jus mengkudu setiap hari juga mengatur keseimbangan sistem kekebalan tubuh, sangat penting untuk memerangi penyakit Autoimun atau pun serangan badai sitokin.

B.2. MENDAPATKAN NUTRISI PENTING LANGSUNG DARI MAKANAN

Pepatah lama, “Sebuah apel sehari dapat menjauhkan dokter,” mungkin memiliki kebenaran di baliknya.  Makan makanan bergizi yang kaya vitamin tertentu dapat membantu sistem kekebalan Anda melawan penyakit.

Kami berbicara dengan ahli diet terdaftar Julia Zumpano, RD, LD untuk melihat lebih dekat vitamin ini, makanan apa yang dapat Anda temukan di dalamnya dan bagaimana mereka dapat membantu Anda tetap sehat.  Inilah yang dia katakan:
  • Vitamin C adalah salah satu penguat sistem kekebalan terbesar.  Padahal, kekurangan vitamin C malah bisa membuat Anda lebih rentan sakit.  Makanan yang kaya vitamin C termasuk jeruk, grapefruits, jeruk keprok, stroberi, paprika, bayam, kangkung, dan brokoli.  Asupan vitamin C harian sangat penting untuk kesehatan yang baik karena tubuh Anda tidak memproduksi atau menyimpannya.  Kabar baiknya adalah vitamin C ada dalam banyak makanan sehingga kebanyakan orang tidak perlu mengonsumsi suplemen vitamin C kecuali jika disarankan oleh dokter.
  • Vitamin B6 sangat penting untuk mendukung reaksi biokimia dalam sistem kekebalan tubuh.  Makanan kaya vitamin B6 termasuk ayam dan ikan air dingin seperti salmon dan tuna.  Vitamin B6 juga ditemukan dalam sayuran hijau dan kacang polong, yang merupakan bahan utama hummus.
  • Vitamin E adalah antioksidan kuat yang membantu tubuh melawan infeksi.  Makanan yang kaya vitamin E antara lain kacang-kacangan, biji-bijian, dan bayam.
B.2.1.  SAYURAN BERWARNA CERAH

Ibu Zumpano menyarankan aturan sederhana yang dapat membantu Anda saat memilih buah dan sayuran di toko bahan makanan atau pasar petani: semakin banyak warna buah dan sayuran, semakin baik.

“Cobalah makan berbagai macam makanan, dan usahakan untuk makan buah dan sayuran dari setiap warna pelangi,” kata Zumpano.  “Piring Anda lebih menarik untuk dilihat, dan Anda akan memastikan bahwa Anda mendapatkan sebanyak mungkin vitamin dan nutrisi yang meningkatkan kesehatan.”

Penting juga untuk diketahui bahwa Anda membangun sistem kekebalan yang kuat dengan mempertahankan kebiasaan makan yang sehat dari waktu ke waktu.  Anda tidak boleh makan empat jeruk saat sarapan dan berharap dilindungi hari itu dari masuk angin.

B.2.2. PERAN SUPLEMEN

Meskipun vitamin dan suplemen dapat membantu mengisi kekosongan dalam makanan Anda, cara terbaik untuk mendapatkan nutrisi penting adalah dengan mendapatkannya langsung dari makanan.

Tubuh Anda menyerap dan menggunakan vitamin dan nutrisi dengan lebih baik jika berasal dari sumber makanan.  Jika berupa vitamin atau suplemen, sering kali dipertanyakan seberapa banyak yang sebenarnya Anda dapatkan.  Karena suplemen diatur sebagai makanan, bukan sebagai obat, Food and Drug Administration tidak mengevaluasi kualitas suplemen atau menilai efeknya pada tubuh.

Beberapa suplemen mungkin memiliki efek samping, terutama jika dikonsumsi sebelum operasi atau dengan obat lain.  Suplemen juga bisa menimbulkan masalah jika Anda memiliki kondisi kesehatan tertentu.  Dan efek dari banyak suplemen belum pernah diuji pada anak-anak, wanita hamil, dan kelompok lain.

Sangat penting untuk menghindari konsumsi suplemen vitamin E.  Tidak hanya ada sedikit penelitian klinis yang menunjukkan bahwa suplemen vitamin E bermanfaat bagi kesehatan Anda, tetapi juga berbahaya dalam beberapa situasi.

Untuk alasan ini, para ahli mengatakan bahwa yang terbaik adalah mendapatkan vitamin melalui makanan daripada suplemen.

“Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan Anda jika Anda berpikir untuk mengonsumsi suplemen makanan,” kata Ms. Zumpano.

Tetap terhidrasi dapat meningkatkan kesehatan kekebalan Anda juga, kata Ms. Zumpano.  Air membantu tubuh Anda menghasilkan getah bening, yang membawa sel darah putih dan sel sistem kekebalan lainnya.  Usahakan untuk menghindari minuman berlebihan atau bahkan kekurangan yang bisa membuat Anda dehidrasi, seperti minum kopi.  Atau coba makan makanan yang lebih menghidrasi, seperti mentimun, seledri, atau semangka.
 
B.3. MAKANAN DAN MINUMAN HARUS DIHINDARI

Bisakah makanan Anda membuat Anda sakit?  Penelitian telah menunjukkan lonjakan asupan gula menekan sistem kekebalan Anda.  Ketika sistem kekebalan Anda terganggu, Anda lebih mungkin jatuh sakit.  Jika Anda makan banyak makanan dan minuman yang tinggi gula atau karbohidrat olahan, yang diproses tubuh sebagai gula, Anda mungkin mengurangi kemampuan tubuh untuk menangkal penyakit.

Makan makanan lengkap yang kaya akan sayuran dan buah-buahan yang cantik dan berwarna-warni akan memberi tubuh Anda vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk melawan penyakit.  Makanan ini membantu tubuh Anda mengatur dan menstabilkan untuk bekerja pada kinerja puncak.  Percaya atau tidak, apa yang Anda masukkan ke dalam mulut berfungsi sebagai satu blok bangunan untuk sistem kekebalan yang kuat.

Agar tidak mengonsumsi makanan ini secara berlebihan karena penelitian telah membuktikannya membahayakan respons kekebalan Anda, membuat infeksi lebih mungkin terjadi :
  • Soda
  • Makanan yang diproses
  • Makanan dan minuman tinggi gula
  • Karbohidrat olahan
  • Minuman beralkohol
Dan meskipun mereka bukan bagian dari kelompok makanan, produk tembakau juga dapat membahayakan sistem kekebalan Anda.
 

PETA SITUS (SITE MAPS) Info Kesehatan

Perhatian : Informasi ini bukanlah resep atau nasihat medis. Situs / Blog ini bukan pengganti dokter. Jika Anda perlu bantuan atau hendak be...